Floresa.co – Di tengah ramainya kritikan publik terhadap setoran Rp500 ribu dari kepala desa dan kepala sekolah untuk mengikuti sebuah seminar yang digelar oleh Kejaksaan Negeri [Kejari] Manggarai, pejabat penting dari Kabupaten Manggarai dan Manggarai Timur berkumpul di Kejaksaan untuk sebuah rapat koordinasi.
Rapat pada Selasa, 25 Juli itu berlangsung di tengah munculnya kecaman, juga kritik, baik kepada Kejari maupun Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa [PMD] dan Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga [PPO] di dua kabupaten.
Selain Bayu Sugiri, Kepala Kejari, rapat itu juga dihadiri Sekretaris Daerah Manggarai, Fansialdus Jahang, Sekretaris Daerah Manggarai Timur, Boni Hasudungan, bersama perwakilan Dinas PMD dan PPO dua kabupaten.
Floresa mendapat konfirmasi soal rapat itu dari Zaenal Abidin, Kasi Intel Kejari Manggarai. Namun, ia mengatakan, tidak mengetahui isi agendanya.
Sementara Sekda Fansialdus Jahang dan Boni Hasudungan tidak merespons Floresa.
Yoseph Jehalut, Kadis PMD Manggarai mengakui adanya pertemuan itu, namun menolak menjelaskan isinya.
Ia mengatakan kepada Floresa bahwa pernyataan soal isi pertemuan itu “satu penjelasan saja.”
Bayu yang dihubungi Floresa pada Senin 25 Juli sore perihal isi pembicaraan rapat itu kemudian meminta bertemu keesokan harinya.
Dalam wawancara di kantornya pada 26 Juli, ia menjelaskan bahwa tidak benar ada pungutan dari peserta seminar yang kemudian mengalir ke Kejaksaan.
“Saya punya agama, saya sumpah demi Tuhan. Niat saya baik, hanya untuk meningkatkan kapasitas aparatur desa,” katanya sembari mengangkat kedua jari tangan tanda bersumpah.
“Jangankan saya,” katanya kemudian, “kantor Kejari saja tidak berhubungan langsung dengan para peserta, kecuali saat seminar berlangsung. Itu ranahnya dinas.”
Bayu mengakui bahwa memang ada rapat sebelum penyelenggaraan seminar itu, yang dihadiri juga oleh Dinas PMD dan PPO.
“Kalau soal rapat itu, tidak saya pungkiri. Betul, ada [rapat]. Tetapi, [dalam rapat kami] hanya berkoordinasi untuk memastikan [jalannya] kegiatan,” katanya.
Koordinasi, katanya, termasuk kesesuaian jenis kegiatan seminar dengan peraturan pemerintah.
Meski sempat menolak memberikan komentar, Yoseph kemudian menggelar konferensi pers pada 27 Juli di kantornya, mengundang sejumlah wartawan.
Ia menjelaskan bahwa seminar itu diadakan “dengan itikad baik Kepala Kejari untuk mengundang pemerintah di dua kabupaten” guna memeringati Hari Bhakti Adhyaksa atau ulang tahun Kejaksaan.
Ia mengaku menerima undangan mengikuti rapat bersama Kejari, namun rapat itu tidak membahas soal pungutan.
“Mengindahkan undangan tersebut, kami hadir lengkap, kecuali Sekda Manggarai yang saat itu berhalangan. Yang hadir itu saya, Sekretaris Dinas PPO. Dari Manggarai Timur, ada Kepala Dinas PMD, Plt. Kepala Dinas PPO dan satu asisten,” katanya pada 27 Juli.
Ia menyatakan rapat fokus membahas sasaran kegiatan seminar agar turut memperkuat “pengawasan terhadap pengelolaan keuangan desa dan Bantuan Operasional Sekolah.”
Pernyataan Yoseph saat konferensi pers itu berbeda dengan ketika sebelumnya ditemui Floresa pada 24 Juli di kantornya.
Dalam pernyataannya saat itu, ia membenarkan soal permintaan setoran Rp500 ribu untuk kegiatan seminar dan berharap Kejari Manggarai mengakuinya.
Menurut Yoseph saat itu, kesepakatan pengumpulan dana telah dibahas dalam suatu pertemuan yang digelar di kantor Kejari Manggarai.
“Saya lupa persis tanggal kami rapat di kantor Kejaksaan itu. Yang hadir saat itu empat kepala dinas dari dua kabupaten,” kata Yoseph.
Yoseph bahkan mengatakan seharusnya Kejaksaan mengakui adanya arahan untuk meminta kontribusi itu.
“Neka ciho iko,” katanya menukil peribahasa Manggarai, yang kira-kira berarti jangan menyembunyikan diri.
Namun, pada 27 Juli, pernyataannya sejalan dengan yang disampaikan Bayu.
“Saya sangat mendukung pernyataan kepala Kejari yang menyatakan tak pernah berniat mobilisasi untuk mengumpulkan sejumlah uang, sebagaimana itu yang diisukan di luar. Ini penting untuk diklarifikasi,” katanya.
“Saya ulangi sekali lagi,” katanya, “Kepala Kejari Ruteng tidak pernah berniat untuk mobilisasi kepala desa maupun kepala sekolah untuk sejumlah uang sebagaimana yang dimuat yang beredar oleh media massa. Kepala Kejari tidak pernah omong soal itu.”
Ia menganggap seminar sebagai “momen strategis” dan “sangat disayangkan kalau hanya seminar saja” sehingga mereka menyatukannya dengan ulang tahun Kejaksaaan.
“Kepala desa ini datang jauh-jauh, karena itu kami turut menyepakati penguatan kapasitas selama dua hari,” katanya.
Bentuk dukungan institusinya bagi seminar tersebut adalah “dorongan untuk membiayai ‘diri sendiri’ sehingga dapat hadir dalam seminar.”
Pelatihan untuk meningkatkan kapasitas aparatur desa menurutnya sudah disiapkan anggaranya oleh negara, “di atas Rp5 juta.”
“Mau pilih yang mana? Dengan narasumber yang sama kita keluarkan uang Rp5 juta atau mengeluarkan uang Rp500 ribu, toh juga di nomenklatur anggarannya itu ada dan diperbolehkan.”
“Mudah-mudahan dengan penjelasan saya hari ini terang-benderang bahwa tidak ada pungli, karena nomenklatur kegiatan itu sebagaimana yang disyaratkan dalam Peraturan Menteri Desa.”
Ia juga mengaku uang yang dikumpulkan itu dipakai untuk membiayai pihak ketiga yang membantu penyelenggaraan seminar.
Uangnya “tak kami setor ke kejaksaan. Kami bayar langsung ke pihak ketiga,” katanya.
Seminar itu digelar selama dua hari, di mana pada 17 Juli pesertanya adalah 382 kepala desa, sementara pada 18 Juli untuk kepala sekolah SD-SMP, yang berjumlah 600 orang. Mereka berasal dari Kabupaten Manggarai dan Manggarai Timur, wilayah yang berada di bawah yurisdiksi Kejari Manggarai.
Setoran dana itu dikritisi sejumlah pihak karena dinilai bisa berpengaruh terhadap kerja Kejaksaan untuk mengawasi dan menindak penyalahgunaan keuangan negara, padahal seminar itu membahas tema “Optimalisasi Kewenangan Kejaksaan dalam Menangani Tindak Pidana yang Merugikan Perekonomian Negara.”
Seorang kepala desa dari Kabupaten Manggarai yang ikut dalam acara itu memprotes setoran Rp500 ribu itu, karena tidak ada dalam anggaran, sehingga ia harus mengambil uang pribadinya.
Beberapa kepala desa lain juga menyebut bahwa mereka tidak mendapat informasi jelas terkait penggunaan dana itu.
Sementara itu, seorang kepala desa asal Manggarai Timur mengatakan bahwa pihaknya diperintahkan untuk setor uang kepada panitia penyelenggara kegiatan.
Menurutnya perintah tersebut disampaikan oleh Kepala Dinas PMD Manggarai Timur, Gaspar Nanggar melalui camat dalam Grup WhatsApp bersama para kades.
Pejabat di Manggarai Timur, termasuk Gaspar tidak pernah merespons permintaan wawancara Floresa sejak kasus ini mencuat.