Kritisi Bupati Nabit, Ikatan Senat Mahasiswa Kedokteran Sebut Nakes yang Dipecat Berhak Sampaikan Pendapat dan Peroleh Perlindungan Hukum

ISMKI menyayangkan pemecatan Nakes dan mendorong Bupati Manggarai memperpanjang masa kerja Nakes yang sudah mengabdi di daerah dan mencabut keputusan pemecatan

Floresa.co – Ikatan Senat Mahasiswa Kedokteran Indonesia [ISMKI] mengatakan ratusan Tenaga Kesehatan Non Aparatur Sipil Negara [Nakes non-ASN di Kabupaten Manggarai yang dipecat baru-baru ini karena melakukan “demonstrasi” berhak menyampaikan pendapat dan memperoleh perlindungan hukum.

ISMKI mengatakan aksi para Nakes sesuai dengan amanat Pasal 5 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.

Pasal itu menyebut “warga negara yang menyampaikan pendapat di muka umum berhak untuk mengeluarkan pikiran secara bebas dan memperoleh perlindungan hukum.”

ISMKI menyampaikan hal itu dalam sebuah pernyataan pada 15 April, merespons pemecatan 249 Nakes oleh Bupati Herybertus G.L Nabit karena menuntut perhatian pemerintah, baik terkait perpanjangan Surat Perintah Kerja [SPK] disertai kenaikan gaji agar setara Upah Minimum Kabupaten, kenaikan tambahan penghasilan, dan penambahan kuota seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja [PPPK].

“Dasar tuntutan gaji Nakes Non-ASN hanya Rp400 ribu sampai Rp600 ribu per bulan. Sedangkan UMK Nusa Tenggara Timur menurut Badan Pusat Statistik tahun 2024 yaitu Rp2.186.826,” kata ISMKI.

Nabit mengklaim sebagian tuntutan Nakes  sudah ditindaklanjuti, salah satunya kenaikan kuota PPPK yang ditolak karena dianggap tidak masuk akal. 

Tuntutan kenaikan upah, kata Nabit, juga ditolak karena “keterbatasan biaya anggaran.”

Nabit kemudian tidak memperpanjang SPK Nakes itu.

“Alhasil, para Nakes meminta maaf, namun belum ada konfirmasi lanjutan terkait perpanjangan SPK per bulan April 2024,” kata ISMKI.

ISMKI mengatakan kendati Nakes berusaha mendapatkan kembali pekerjaan mereka,, namun belum ada solusi dari Dinas Kesehatan dan pemerintah pusat.

Menurut ISMKI, upah Nakes yang rendah memang bukan merupakan fenomena yang hanya terjadi di Manggarai  karena masih ada 34,50 persen Nakes dan tenaga medis yang mendapat gaji di bawah UMR.

Secara nasional, kata ISMKI, satu dari tiga pegawai Puskemas digaji di bawah UMR.

ISMKI mengatakan upah rendah membuat Nakes mencari tambahan penghasilan yang akan berdampak pada menurunnya efektivitas dan inisiatif kerja, meningkatnya beban kerja dan pada akhirnya bermuara pada penurunan kualitas dan kuantitas Nakes.

Selain itu, kata ISMKI, upah yang rendah dapat membuat Nakes enggan bekerja di daerah tertentu sehingga memicu ketidakmerataan Nakes dan bermuara pada menurunnya pelayanan dan derajat kesehatan daerah.

“Sudah saatnya Nakes mendapatkan perlindungan dan hak-hak minimal yang didapatkannya, tidak lain demi kecukupan kebutuhan hidup keluarganya,” ungkap ISMKI.

ISMKI berkesimpulan upah Nakes yang rendah merupakan permasalahan yang kompleks dan berdampak luas dan dapat diatasi dengan political will yang besar dari pemerintah.

Mengingat Nakes memiliki andil yang besar terhadap kelangsungan hidup masyarakat serta beban dan risiko pekerjaan yang cukup besar,  kata ISMKI, tentu perlu mendapatkan upah yang sepadan.

“Sudah sepatutnya, pemerintah setempat mempertimbangkan kesejahteraan Nakes dan pemecatan tersebut karena bukan hanya berdampak terhadap Nakes yang terpecat melainkan tenaga kesehatan seluruh Indonesia melihat bagaimana sikap dari pejabat di daerah tersebut,” kata ISMKI.

ISMKI menyayangkan pemecatan Nakes dan mendorong Bupati Manggarai memperpanjang masa kerja Nakes yang sudah mengabdi di daerah dan mencabut keputusan pemecatan 249 Nakes serta meningkatkan upah dengan nominal yang layak.

ISMKI juga mendorong Dinas Kesehatan, Bupati, dan DPRD Manggarai menindaklanjuti peristiwa pemecatan Nakes secara kekeluargaan dan memperhatikan dampaknya kepada daerah di kemudian hari.

Selain itu, ISMKI mendesak Kementerian Kesehatan dan DPR serta pihak-pihak terkait untuk segera menyelesaikan permasalahan mengenai upah tenaga kesehatan dan tenaga medis di seluruh Indonesia dengan jumlah di bawah minimum.

Editor: Herry Kabut

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini. Gabung juga di grup WhatsApp pembaca kami dengan klik di sini.

BACA JUGA

BANYAK DIBACA