Atap Rumah Rusak karena Abu Vulkanik dari Erupsi Lewotobi Laki-Laki, Warga Flores Timur dan Sikka Menanti Bantuan Pemerintah

Sebagian warga memilih menggunakan terpal menutupi atap seng, yang lain rutin membersihkan rumah dari abu vulkanik akibat erupsi yang terjadi setiap hari

Floresa.co – Abu vulkanik dari erupsi Gunung berapi Lewotobi Laki-laki membuat atap rumah warga di Kabupaten Flores Timur dan Sikka rusak parah.

Sembari menanti bantuan dari pemerintah, sebagian memilih menutup atap yang mayoritas dari seng dengan terpal.

Sisilia Bure Onan, 49 tahun, warga Desa Hokeng Jaya, Kecamatan Wulanggitang, Flores Timur berkata, material erupsi berupa abu dan pasir membuat atap seng rumahnya berkarat dan retak.

Ditemui Floresa pada 19 September, Sisilia berkata, hal itu mulai terjadi sejak akhir Juli.

“Dari erupsi pertama di awal tahun belum terlihat tanda-tanda karat karena erupsi saat itu tidak setiap hari,” katanya.

Namun, “tetapi sejak Mei, Lewotobi Laki-Laki berkali-kali alami erupsi sehingga atap seng lama kelamaan jadi karat dan berlubang.”

Atap seng rumah warga di Kecamatan Wulanggitang yang berkarat dan terbelah akibat material dari erupsi Lewotobi Laki-Laki. (Maria Margaretha Holo/ Floresa)

“Kalau siang hari dan terlalu panas, kami bisa dengar bunyi seng retak atau terbelah. Kami bisa rasakan abu dan pasir jatuh langsung dari atas,” katanya.

Tidak tahan dengan kondisi tersebut, keluarganya menutup seng dengan terpal.

“Kami punya tiga buah terpal bekas untuk tutup atap rumah yang semuanya bocor. Kami belum berencana untuk membeli seng yang baru karena belum ada uang,” katanya.

“Mungkin kami lihat situasi gunung berapi ini membaik dulu baru bisa ganti atap rumah. Sama saja kalau pasang yang baru tetapi erupsi setiap hari,” tambah Sesilia.

Ia menjelaskan, sebagian masyarakat di lokasi terdampak mengupayakan hal yang sama, menutup atap seng menggunakan terpal, namun ada juga sudah mulai ganti dengan seng yang baru.

Ada juga warga lain yang memilih pasrah dengan keadaan ketiadaan biaya untuk membeli terpal, katanya.

“Hasil kebun tidak ada, kebutuhan meningkat. Sekarang banyak warga dilema, untuk biaya kebutuhan sehari-hari, ongkos anak sekolah atau mau beli terpal,” katanya.

Sisilia Bure Onan, 49 tahun, warga Desa Hokeng Jaya, Kecamatan Wulanggitang, Kabupaten Flores Timur yang terdampak erupsi gunung berapi Lewotobi Laki-Laki. (Maria Margaretha Holo)

Pit Muda Kurang, Kepala Desa Klatanlo berkata kepada Floresa, menurut data sementara, terdapat 240 rumah yang bocor dan berkarat. 

“Atap seng sudah tidak mampu menahan endapan belerang karena sudah berbulan-bulan diguyur vulkanik,” kata Pit.

Ia berkata, selain menggunakan terpal, ada juga warga yang berupaya membersihkan seng dengan menyiram air.

“Ada juga yang menyapu, tetapi apa daya sehari erupsi empat lima kali. Jadi, tetap sama dampaknya, seng rusak, karat dan terbelah.”

Saat ini, kata dia, pihaknya sedang menanti tindak lanjut dari permohonan ke Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa [DPMD], Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan rakyat [PUPR] dan Dinas Perumahanuntuk memberikan perhatian terhadap warga.

Tim dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah, katanya sudah turun dan survei rumah-rumah yang terdampak.

“Akan ada sosialisasi dalam waktu dekat terkait bantuan tersebut,” katanya.

Atap rumah warga Desa Hokeng Jaya, Kecamatan Wulanggitang, Kabupaten Flores Timur ditutupi terpal karena seng mulai berkarat dan berlubang. (Maria Margaretha Holo/Floresa)

Selain di Flores Timur, lima desa di wilayah Kecamatan Talibura, Kabupaten Sikka juga ikut mengalami masalah serupa.

Ludgardis Theresia Da Cunha, warga desa Hikong, Kecamatan Talibura, mengeluhkan atap seng rumahnya yang “karat dan bocor dimana-mana.”

“Saya kaget ketika sedang erupsi, abu dan pasir jatuh ke dalam rumah. Tempat tidur harus dibersihkan setiap kali mau tidur. Begitu pun peralatan makan, harus cuci ulang setiap kali makan.”

Ia juga mengaku pasrah ketika terjadi hujan yang cukup deras di wilayah Hikong.

“Kasur dan peralatan dalam rumah basah semua, apalagi yang mengalir dari atas itu air hujan bercampur abu vulkanik yang kental seperti semen,” katanya.

Saat ini, kata Ludgradis, ia belum mengambil langkah mengatasi masalah ini.

“Suami masih merantau dan saya tinggal bersama anak perempuan saya,” katanya.

Karena itu, tidak ada upaya lain, selain saban hari membersihkan rumah.

Ia berharap pemerintah segera turun dan melihat kondisi rumah warga secara langsung dan memberi bantuan.

“Musim hujan sebentar lagi datang. Bayangkan saja kalau setiap hari hujan dan atap seng ini bocor dan terbelah.”

Editor: Ryan Dagur

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini. Gabung juga di grup WhatsApp pembaca kami dengan klik di sini.

BACA JUGA

BANYAK DIBACA