Pasangan Calon Pemimpin Lembata Dinilai Masih ‘Mengawang’ dan Belum Punya Komitmen Konkret Memberantas KKN

Pembangunan tak berkeadilan terutama dirasakan 'ribu ratu' di wilayah selatan pulau itu

Floresa.co –  Korupsi, Kolusi dan Nepotisme [KKN] merupakan persoalan akut di Lembata, kata pengamat.

Walaupun begitu, enam pasangan calon [paslon] yang bertarung pada pilkada tahun ini di pulau sebelah timur Flores tersebut “belum menunjukkan komitmen yang jelas terhadap ketiga ‘penyakit birokrasi.’”

Minimnya komitmen pada pemberantasan KKN ini tergambar dalam debat publik kedua yang diselenggarakan KPUD Lembata pada 10 November.

“Semua bicara tentang pencegahan korupsi dalam visi-misi, tetapi langkah konkret tidak detail dijabarkan,” kata Martinus Laba Uung, analis kebijakan publik pada 11 November.

Debat yang berlangsung di Aula Koperasi Kredit Ankara itu diikuti enam paslon.

Mereka adalah Yeremias R. Sunur–Lukas Lipamatan Witak; Thomas Ola Langoday–Gaudensius Mado H. Noning; Yohanes Viany Burin–Paulus Doni Ruing; Kanisius Tuaq–Muhammad Nasir;  Marsianus Jawa–Paskalis Laba Witak; dan Simeon Lake Odel–Marsianus Zada Uayang.

Martin, yang juga pendiri sekaligus Chief Executive Officer Sejahtera Inovasi Indonesia, suatu lembaga yang berfokus pada pendidikan dan kemitraan menyoroti “hanya dua dari enam paslon yang menyoal KKN di Lembata.”

Salah satunya Thomas Ola Langoday, calon bupati petahana. Guna memberantas KKN, kata Thomas dalam debat itu, “tentunya kami akan bersinergi dengan tokoh agama, tokoh pemerintah, adat dan budaya, serta pemangku kepentingan terkait.”

Sinergi tersebut “selaras dengan visi-misi taan tou untuk membangun Lembata yang berkeadaban, maju, dan berkelanjutan,” katanta.

Dalam bahasa Lamaholot yang sebagian penuturnya tinggal di Flores Timur, Pulau Alor, Solor dan Lembata, “taan tou” berarti “kebersamaan.”

“Kami yakin gotong royong itu sudah ada sejak lama. Nilai-nilai itu kami akan teruskan mulai dari desa, kecamatan, kabupaten, provinsi hingga pusat,” kata Thomas.

Pasangan yang juga menyoal KKN dalam debat itu adalah Yohanes Viany Burin–Paulus Doni Ruing. Keduanya mengaku bakal mengusung model kepemimpinan partisipatif.

Menurut pasangan yang dikenal dengan sebutan “7 Maret” ini, kepemimpinan partisipatif ditandai dengan tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih.

Tanpa pernah secara gamblang mengungkap latar belakang sebutan “7 Maret”, keduanya hanya mengatakan “tanggal itu bersejarah.”

Dalam pemerintahan yang baik dan bersih, kata Vian, “tidak ada ruang untuk praktik korupsi.” 

Alih-alih KKN, pemerintahan yang baik dan bersih mengutamakan manajemen pegawai berdasarkan sistem merit yang mengacu pada kompetensi, kinerja, dan kualifikasi.

“Dengan tidak korupsi saja, kita sudah menyelamatkan masa depan daerah ini”, kata Vian.

“Di Cina, [koruptor] ditembak mati. Di Indonesia, kalau bisa, saran saya ke Presiden Prabowo, ditembak mati juga para koruptor itu,” tambahnya.

Menurut Martin, jawaban kedua paslon seperti itu “perlu diimbangi keberanian dan kesadaran moral-etis bahwa isu korupsi menjadi masalah akut di Kabupaten Lembata.” 

“Kondisi ini sudah diketahui warga Lembata sejak lama, di mana pejabat daerah kerap melakukan korupsi terhadap keuangan daerah, di tengah kondisi serba kekurangan,” kata Martin.

Namun, “tak satupun paslon yang berani dan berkomitmen mengatakan bakal turun dari jabatan apabila terjerat KKN,” kata Martin.

Sebaliknya, “pernyataan mereka berputar-putar saja dengan kalimat-kalimat mengawang.” 

Berdampak pada Pembangunan

Debat yang bermula pukul 16.00 dan berakhir pada 21.00 Wita itu mengusung tema “Sinergi Pembangunan Kabupaten Lembata Berbasis Nilai-Nilai Kebangsaan.”

Menurut Gregorius Duli Langobelen, Dosen Atmajaya Jakarta sekaligus Peneliti Sosial Politik di Tena Pullo Research, debat kedua sekalipun disebut pamungkas “tidak menunjukkan keenam paslon punya langkah jitu dalam membenahi Lembata.”

“Terbaca dalam debat itu, para paslon tidak punya cetak biru program kerja 100 hari,” katanya kepada Floresa

Gregorius berkata jawaban para paslon dalam segmen kelima terkait “bagaimana mengatasi pembangunan yang tidak merata”, yang ditanyakan pasangan Simeon Lake Odel–Marsianus Zada Uayang, “masih sangat normatif.”

Pasangan Yeremias R. Sunur–Lukas Lipamatan menjawab “memilih pemimpin berdasarkan gagasan yang ada, bukan berdasarkan suku, ras, agama, dan golongan.”

“[Jika terpilih] kami akan melakukan rekonsiliasi pada kehidupan masyarakat yang sudah terpolarisasi,” kata Yeremias Sunur.

Menurut pasangan Thomas Ola Langoday–Gaudensius Mado H. Noning, pemerataan pembangunan bisa tercapai apabila kepala daerah memiliki kemampuan manajerial yang baik, terutama dalam mengelola keuangan daerah.

Ia juga menyoroti infrastruktur jalan dan listrik yang belum maksimal sejumlah desa di Kecamatan Ile Ape, Desa Tobotani di Kecamatan Buyasuri dan Kecamatan Wulandoni, selatan Lembata.

Pasangan Yohanes Viany Burin–Paulus Doni Ruing mengaku bakal berusaha “menghapus praktik politik balas dendam yang masih sangat kental di Kabupaten Lembata.”

Yohanes mengatakan praktik ketidakadilan pembangunan berkepanjangan di Lembata “terutama dirasakan” masyarakat di wilayah selatan pulau itu, yang sebagian besar bermata pencaharian sebagai nelayan.

Sementara pasangan Kanisius Tuaq – Muhammad Nasir mengklaim bakal mengatasi ketidakmerataan pembangunan dengan mengeksekusi program unggulan mereka, yakni pertanian, peternakan, dan kelautan.

“Bila menang, program ini langsung kami eksekusi,” kata Kanis.

Mengusung tagline “Membangun Tanpa Sekat”, pasangan Marsianus Jawa – Paskalis Laba Witak mengungkap “seperempat abad pendekatan yang berat sebelah di Lembata.”

“Bagi ribu ratu, jangan kita mementingkan ego ‘sana-sini’,” kata Marsianus. Dalam bahasa Lamaholot, ribu ratu berarti rakyat.

Mengomentari jawaban para paslon, Gregorius Duli Langobelen mengatakan, pembangunan yang merata hanya dapat dicapai bila “pemerintah bebas KKN sekaligus menjunjung transparansi.”

Keduanya menjadi pintu masuk bagi kerja-kerja aparatur sipil negara yang profesional.

Ia mencontohkan sikap Kapolri, Listyo Sigit Prabowo, yang dalam sidang bersama anggota Komisi III DPR berani mengatakan “mundur jabatan tinggi Polri apabila ikut tersandung praktik judi online.”

“Para paslon harus berani bicara sejak konsolidasi di antara partai pengusung untuk memberantas KKN dalam tubuh pemerintahan dan birokrasi,” kata Gregorius.

Editor: Petrus Dabu

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini. Gabung juga di grup WhatsApp pembaca kami dengan klik di sini.

BACA JUGA

BANYAK DIBACA