Floresa.co – Uskup Agung Jakarta, Kardinal Ignatius Suharyo Hardjoatmodjo membesuk Hasto Kristiyanto, politisi beragama Katolik terdakwa kasus korupsi, di tengah kontroversi terhadap kunjungan itu yang dinilai bermuatan politik.
Pada 14 April, ia mengunjungi sekretaris jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) itu yang sedang berada di rumah tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi di Jakarta.
Eddy Kristiyanto, kakak kandung Hasto, sempat menyerahkan daun palma di depan rumah tahanan yang kemudian dibawa oleh kardinal.
Dalam pernyataan usai kunjungan selama sejam itu, Suharyo berkata, itu adalah kunjungan pastoral dan dan bukan hanya untuk Hasto, tetapi juga untuk tahanan Katolik lainnya.
“Salah satu tanggung jawab saya untuk selalu memperhatikan saudari-saudara kita yang dalam keadaan sulit. Berada di dalam tahanan pasti keadaannya sulit,” katanya.
Ia juga mengaku mengikuti tradisi Paus Fransiskus yang rutin mengunjungi narapidana jelang Paskah.
Sebagai pimpinan di Keuskupan Agung Jakarta, katanya, ia juga “mempunyai tanggung jawab seperti itu.”
Suharyo juga menyebut kunjungannya berkaitan dengan Tahun Yubileum Gereja Katolik bertema Peziarah Pengharapan.
“Kita semua adalah peziarah pengharapan, dan tadi Pak Hasto juga berbicara mengenai pengharapan itu. Salah satu tanda dari harapan adalah mengunjungi saudara-saudara yang berada di dalam tahanan,” kata kardinal.
Selain itu, ia mengakui memiliki hubungan pribadi dengan keluarga Hasto yang terjalin sejak lama karena sering bertamu di rumahnya di Yogyakarta.
“Jadi ini bukan kenal sekarang saja, sudah lama saya kenal beliau,” katanya.
Kunjungan itu terjadi di tengah kritik luas setelah Ronny Talapessy, kuasa hukum Hasto memberi tahu rencana Suharyo kepada hakim menjelang akhir sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada 11 April.
Kontroversi mencuat setelah terungkap bahwa dalam izin dari rumah tahanan statusnya disebut sebagai kerabat dari terdakwa.
Albertus Emanuel Setu, awam Katolik yang juga aktif di organisasi Vox Point Indonesia menyebut, rencana kunjungan itu “sangat disayangkan, apalagi dikaitkan dalam konteks semangat Paskah.”
“Tuhan Yesus disalibkan tanpa kesalahan,” katanya, sementara Hasto diduga melakukan kesalahan secara hukum sehingga diproses secara hukum dan ditahan.
Ia berkata, kunjungan itu juga mengundang kecurigaan karena umat Keuskupan Agung Jakarta yang bermasalah dengan kasus hukum dan menyita perhatian publik, tidak hanya Hasto.
Ia menyebut mantan Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny Gerad Plate yang kini sudah dipenjara dan Tom Lembong, mantan Menteri Perdagangan yang kini sedang menjalani persidangan.
“Apakah mereka pernah dikunjungi dalam tugas pelayanan. Jika pernah, kenapa tidak dipublikasikan? Ini kan menjadi pertanyaan yang menggantung bagi umat Katolik. Mengapa dibeda-bedakan dalam pelayanan pastoral,” kata Albertus seperti dilansir Tribunnews.com.
Kritikan itu membuat Suharyo memberi klarifikasi pada 11 April sore, bahwa kunjungannya “dalam rangka tugas pelayanan,” dan tidak terkait dengan politik.
Hasto didakwa membantu mantan anggota PDI-P Harun Masiku menyuap komisioner Komisi Pemilihan Umum Wahyu Setiawan dengan imbalan kursi di DPR.
Komisi Pemberantasan Korupsi juga mendakwa Hasto menghalangi proses hukum dengan membantu Harun-yang telah menjadi buron sejak ditetapkan sebagai tersangka pada tahun 2020-untuk kabur.
Proses hukum ini dikecam oleh ketua PDI-P Megawati Soekarnoputri, mantan presiden, yang mempertanyakan prioritas KPK.
“KPK tidak punya hal lain untuk dilakukan? Yang mereka fokuskan hanya Pak Hasto,” katanya dalam pidatonya di acara ulang tahun partai ke-52 di Jakarta pada Januari.
Dia meminta komisi itu untuk juga menyelidiki kasus-kasus lain, terutama yang telah sampai pada penetapan tersangka.
Para pengamat menilai proses hukum terhadap Hasto merupakan bagian dari rentetan keretakan hubungan antara PDI-P dan mantan presiden Joko ‘Jokowi’ Widodo, setelah Widodo terakhir dipecat dari partai karena mendukung Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, yang juga putranya, dalam pemilihan presiden tahun lalu.
Pasangan tersebut bersaing dengan pasangan calon PDI-P Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
Pada Desember, partai tersebut secara resmi memecat Jokowi, Gibran, dan Bobby Nasution, menantu Jokowi yang kini menjadi Gubernur Sumatera Utara.
Dalam konferensi pers Natal pada 27 September 2024, sehari setelah penetapan tersangka Hasto, Suharyo juga sempat menyinggung motif politik dalam kasus ini.
Menjawab pertanyaan wartawan soal kasus Hasto, ia berkata, “korupsi kini sering dijadikan alat untuk menjegal pihak-pihak tertentu demi kepentingan pribadi atau kelompok.”
“Kita semua mendengar akhir-akhir ini kok korupsi malah dijadikan alat untuk ‘mematikan’ dan menjegal orang. Korupsi dibiarkan supaya nanti pada waktunya bisa digunakan untuk kepentingan tertentu. Itu kan politik yang busuk,” katanya.
Editor: Herry Kabut