Tiga Kali Didemo Komunitas Sopir dan Mahasiswa, Gubernur NTT Izinkan Pikap Kembali Angkut Lebih dari Lima Penumpang

Massa menilai pikap mempunyai peran vital dalam distribusi kebutuhan pokok dari desa ke kota

Floresa.co – Gubernur NTT, Emanuel Melkiades Laka Lena mengizinkan pikap di Kupang untuk kembali mengangkut lebih dari lima penumpang setelah berkali-kali didemo komunitas sopir dan mahasiswa.

Keputusan itu sekaligus menganulasi surat edarannya awal bulan lalu yang hanya membolehkan pikap mengangkut lima penumpang.

Laka Lena mengklaim memahami peran vital pikap bagi warga desa, khususnya di wilayah pedalaman yang ruas jalannya kurang memadai.

“Untuk itu, saya akan melakukan penyesuaian implementasi surat edaran sesuai kondisi lapangan, termasuk memberikan pengecualian di wilayah di mana aturan tersebut sulit diterapkan,” katanya. 

Laka Lena menyampaikan hal tersebut saat konferensi pers usai audiensi bersama perwakilan komunitas sopir dan mahasiswa di Kupang yang menggelar unjuk rasa pada 4 Agustus. 

Dalam unjuk rasa di depan kantor gubernur itu, mereka menuntut Laka Lena mencabut surat edaran yang ia keluarkan pada 5 Juli yang membatasi pengangkutan penumpang bagi pikap.

Selain komunitas sopir, unjuk rasa itu diikuti oleh organisasi mahasiswa dan kepemudaan, di antaranya Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI), Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI ), Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Gerakan Mahasiswa Flobamorata dan Ikatan Kaum Intelektual Fatuleu (IKIF). 

Aksi itu merupakan yang ketiga setelah sebelumnya pada 7 dan 8 Juli. 

Rakyat Kecil Jadi Korban

“Rakyat sudah memenuhi kewajibannya, tapi di mana itikad baik pemerintah untuk mengakomodirnya?” kata Jackson Klau, aktivis GMNI Kupang.

Pernyataan Jackson merujuk pada kewajiban para sopir yang setiap bulan membayar iuran Jasa Raharja — penjamin pertama bagi korban kecelakaan lalu lintas – dan setiap hari menyetor Rp5.000 untuk retribusi jalan.

Kendati tak memerinci, ia menyoroti kontradiksi antara aturan pembatasan penumpang dan perizinan insidentil yang pernah diterbitkan Dinas Perhubungan pada akhir tahun lalu. 

Kala itu dinas tersebut memberikan izin khusus kepada para sopir pikap untuk mengangkut delapan penumpang dengan catatan mereka harus membayar pungutan hingga akhir tahun ini.

“Biaya asuransi sudah mereka bayar, lalu siapa yang mau jadi korban? Apakah pemerintah harus mengorbankan rakyat kecil?” katanya.

Ia berkata, jika persoalan ini dibiarkan berlarut-larut, maka citra Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTT akan semakin buruk.

Pembatasan pengangkutan penumpang, kata dia, tidak hanya berdampak pada penghasilan sopir pikap, tetapi juga menghambat rantai distribusi barang kebutuhan pokok dari desa ke kota. 

Ia mengingatkan Pemprov bahwa sebagian besar pasokan sayur, ikan dan hasil kebun yang masuk ke Kupang mengandalkan jasa pikap. 

“Kalau jalur distribusi ini dipersempit dengan skema pembatasan penumpang, maka dampaknya akan berantai — dari harga yang melonjak sampai stok barang yang menipis di pasar,” katanya. 

Jackson Klau, aktivis dari GMNI Kupang saat berorasi di depan kantor gubernur. (Dokumentasi Floresa)

Jackson menyinggung unjuk rasa pada 8 Juli di mana mereka sudah membuka ruang dialog dengan Wakil Gubernur NTT, Johni Asadoma. 

Dalam audiensi itu, Asadoma berjanji bahwa dalam waktu tiga hari pemerintah akan menyusun kebijakan baru yang berpihak pada rakyat. 

Namun, selain molor hingga enam hari, kata dia, kebijakan baru yang terbit pada 14 Juli tetap mempertahankan substansi edaran, bahkan mengukuhkan pembatasan terhadap sopir pikap. 

Diana, seorang pedagang dari Oesao, Kecamatan Kupang Timur, Kabupaten Kupang ikut mengkritik aturan itu.

Perempuan yang sehari-hari menjual barang di Pasar Oeba, Kota Kupang itu mengaku sangat dirugikan dengan kebijakan tersebut.

Dalam perjalanan ke Pasar Oeba, kata dia, barang dagangannya pernah dibongkar di Noelbaki, Kabupaten Kupang.

Dari Noelbaki, para pedagang harus menumpang bemo — sebutan untuk angkutan kota — ke Pasar Oeba.

Diana mengaku rute itu merupakan jalur yang setiap hari dilaluinya untuk mengangkut hasil bumi ke pasar.

Karena itu, ia menilai kebijakan pembatasan penumpang juga berdampak pada penurunan penghasilan sopir pikap.

Tarif Oesao ke Noelbaki adalah Rp5.000 per penumpang.

“Kasihan juga para sopir ini, mereka hanya angkut lima orang. Apakah tarif dari lima orang itu bisa memenuhi kebutuhan hidup mereka?” katanya. 

“Mereka beli makan satu piring saja tidak cukup. Jadi kalau bisa, bapak gubernur kasih keputusan yang adil,” tambahnya.

Diana mengaku sering menyaksikan pertengkaran antara para sopir pikap dan para sopir bemo akibat “masalah yang belum ada solusi yang jelas.” 

Ia berkata, keputusan Pemprov yang membatasi pengangkutan penumpang menimbulkan “kekacauan di jalan.”

“Apakah Pak Gubernur mau tunggu ada pertumpahan darah dulu baru kasih keputusan? Kalau bisa segera kasih kepastian hari ini juga,” katanya.

“Kalau tidak ada keputusan yang jelas, maka kita tidur di sini. Harus kasih keputusan yang jelas, jangan merugikan kedua belah pihak, antara mobil pikap dan bemo,” katanya.

Diana mendesak Laka Lena menemui massa aksi untuk mendengar aspirasi para pedagang kecil, termasuk mama-mama dan papa lele — sebutan untuk penjual ikan keliling — yang setiap hari memikul karung berisi dagangan. 

Para pedagang, kata dia, menggantungkan hidup dari hasil menjual sayur kangkung dan kebutuhan pokok lainnya di pasar. 

Karena itu, ia meminta Pemprov menerapkan lagi kebijakan lama di mana pikap dapat mengangkut delapan penumpang.

“Kalau belum ada keputusan yang jelas, sopir akan mogok. Bila perlu jangan beroperasi selama satu minggu. Jangan angkut barang dari desa ke kota,” katanya.

Sementara itu, Ketua Presidium PMKRI Cabang Kupang, Apolinaris Mhau menegaskan “perjuangan kami tidak akan lapuk oleh panas maupun hujan dan tidak akan surut oleh keringat maupun darah.”

“Kami akan terus berdiri menyampaikan aspirasi dan menagih janji-janji yang telah diucapkan oleh Gubernur dan Wakil Gubernur,” katanya.

Apolinaris menyinggung langkah Laka Lena yang tidak merespons aspirasi mereka secara langsung dan membiarkan mereka diterima aparat kepolisian. 

Ia menilai “Pemprov NTT tidak memiliki hati nurani” karena tak kunjung merespons aspirasi mereka, kendati telah tiga kali mendatangi kantor gubernur. 

“Sebagai pemimpin, gubernur semestinya berpihak kepada masyarakat,” katanya.

Ketua Presidium PMKRI Cabang Kupang, Apolinaris Mhau saat berorasi di depan kantor gubernur. (Dokumentasi Floresa)

Apolinaris berkata, kebijakan pembatasan pengangkutan penumpang bagi pikap bertolak belakang dengan kebutuhan warga.

Ia menegaskan sebagian besar jalan di Kabupaten Kupang masih sempit, berbatu, dan belum diaspal sehingga menyulitkan kendaraan besar maupun transportasi umum untuk menjangkau desa-desa.

“Kalau akses jalan sudah diperbaiki, masyarakat tentu akan lebih mudah menggunakan transportasi umum. Tapi hal ini luput dari perhatian Pemprov,” katanya.

Massa Aksi Diperiksa, Wartawan Dilarang Meliput

Usai bernegosiasi dengan petugas humas, 15 orang perwakilan massa yang terdiri dari aktivis dan sopir pikap diperbolehkan masuk ke kantor gubernur untuk beraudiensi dengan Laka Lena pada pukul 13.02 Wita. 

Koordinator lapangan aksi Putra Umbu Toku Mudang, berkata “kita harus memastikan ada solusi konkret.” 

“Jika tidak, kita akan melakukan aksi lanjutan,” katanya.

Namun, saat hendak masuk, petugas protokoler memeriksa mereka menggunakan metal detector – alat elektronik yang dirancang untuk mendeteksi keberadaan benda logam.

Petugas tersebut juga meminta mereka menyerahkan ponsel, mengklaim hal itu merupakan bagian dari prosedur tetap di kantor gubernur. 

Sementara itu, para wartawan yang sejak awal meliput unjuk rasa tidak diperkenankan menyaksikan audiensi itu.

Petugas mengklaim “wartawan punya sesi jumpa pers usai audiensi.”

Berbicara kepada Floresa usai audiensi, Joni Gela, Koordinator Sopir Pikap Kota Kupang berkata, pertemuan itu menghasilkan kesepakatan bahwa “kami bisa kembali bekerja seperti biasa.” 

Kendati tak merinci, ia menyebut “kami juga diminta untuk tetap melihat aturan dan kondisi di lapangan.” 

Ia berkata, “kami tidak akan sesuka hati karena ada aparat keamanan dan Dinas Perhubungan yang akan mengawal aktivitas kami sehingga tercipta kenyamanan untuk semua.”

Ia menegaskan, pihaknya akan mematuhi aturan yang berlaku selama “kebijakan diterapkan dengan jelas dan tidak memberatkan kami.” 

“Kalau nanti ada masalah di lapangan, kami akan bicarakan lagi baik-baik, supaya tidak terjadi kesalahpahaman,” katanya.

Apa Isi Surat Edaran Gubernur?

Dalam Surat Edaran bernomor: BU.100.3.4.1/04/DISHUB/2025 tentang Penyelenggaraan Angkutan Pasar, Laka Lena menetapkan berbagai persyaratan terhadap kendaraan barang untuk mengangkut penumpang, seperti pikap.

Pikap yang dimodifikasi menjadi semacam bis kayu merupakan kendaraan yang masih banyak dipakai di Kupang dan sekitarnya untuk mengangkut penumpang dari daerah pelosok ke kota.

Surat edaran itu yang salinannya diperoleh Floresa merupakan diskresi gubernur, sekaligus tindak lanjut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan serta sejumlah peraturan turunannya.

Dalam surat itu disebutkan bahwa mobil barang dapat digunakan untuk mengangkut penumpang pada beberapa kondisi, yakni: rasio kendaraan umum sangat rendah; kondisi geografis sulit dijangkau; jalan rusak berat, tanah asli atau tanjakan ekstrem; kebutuhan TNI atau Polri; dan keadaan darurat, keamanan atau sosial.

Dalam kondisi pertama sampai keempat, izin diberikan oleh bupati atau walikota setelah mendapat rekomendasi dari Forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Sementara kondisi kelima ditetapkan oleh gubernur berdasarkan pertimbangan dari Polri.

Mobil barang yang digunakan untuk mengangkut penumpang harus dimodifikasi agar memenuhi beberapa kriteria, yaitu tersedia tangga, tempat duduk dan/atau pegangan. Selain itu, mobil harus terlindung dari panas dan hujan, tersedia sirkulasi udara dan memperhatikan faktor keselamatan.

Modifikasi hanya dilakukan di bengkel karoseri yang memiliki Surat Keputusan Rancang Bangun dari Direktur Jenderal Perhubungan Darat serta sertifikasi bengkel dan rancang bangun kendaraan. 

Mobil yang telah dimodifikasi juga akan diuji untuk memastikan kesesuaian teknis. Bagi mobil yang lolos uji sampel bakal mendapat Sertifikat Registrasi Uji Tipe (SRUT) sebagai kendaraan angkutan penumpang.

Setelah memperoleh SRUT, pemilik mobil harus mengurus izin berusaha melalui Online Single Submission–Risk Based Approach (OSS-RBA), bentuk perizinan berusaha yang dinilai berdasarkan tingkat risiko.

Persyaratan usaha itu di antaranya berbadan hukum (PT atau koperasi), memiliki Nomor Induk Berusaha dengan klasifikasi usaha angkutan perdesaan dan kendaraan atas nama perusahaan. Selain itu, perusahaan harus memiliki minimal lima unit kendaraan yang dibuktikan dengan STNK, SRUT foto dan uji berkala. 

Sementara persyaratan teknis di antaranya umur kendaraan maksimal 10 tahun, lulus uji berkala, memenuhi Standar Pelayanan Minimal dan memiliki asuransi untuk pengemudi dan penumpang.

Selain itu, perusahaan menyediakan garasi, bekerja sama dengan bengkel pemeliharaan dan pengemudi wajib memiliki SIM A Umum. Persyaratan teknis lainnya adalah perusahaan wajib menyusun dan menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan.

Surat itu juga menyebutkan rute lintas kabupaten/kota ditetapkan oleh gubernur, sementara dalam satu kabupaten/kota ditetapkan oleh bupati atau walikota.

Selain itu, naik-turun penumpang hanya boleh dilakukan di pedesaan sebagai wilayah asal dan pasar atau terminal tipe B atau C sebagai tujuan. 

Angkutan pedesaan tidak diperkenankan mengangkut penumpang pada ruas jalan yang berimpitan dengan layanan angkutan perkotaan maupun angkutan antarkota dalam provinsi. 

Surat itu juga menetapkan pikap hanya boleh memiliki maksimal lima tempat duduk, sementara truk kecil maksimal 10.

Editor: Herry Kabut

DUKUNG KAMI

Terima kasih telah membaca artikel kami.

Floresa adalah media independen. Setiap laporan kami lahir dari kerja keras rekan-rekan reporter dan editor yang terus berupaya merawat komitmen agar jurnalisme melayani kepentingan publik.

Kami menggalang dukungan publik, bagian dari cara untuk terus bertahan dan menjaga independensi.

Cara salurkan bantuan bisa dicek pada tautan ini: https://floresa.co/dukung-kami

Terima kasih untuk kawan-kawan yang telah mendukung kami.

Gabung juga di Grup WhatsApp pembaca kami dengan klik di sini atau di Channel WhatsApp dengan klik di sini.

BACA JUGA

BANYAK DIBACA