Floresa.co – Seorang kepala SD Negeri di Kabupaten Manggarai Barat, NTT meminta pemerintah daerah memperhatikan kondisi fasilitas di lembaganya di mana gedungnya nyaris roboh dan terbatasnya buku pelajaran.
Thomas Sardin, Kepala SDN Dangka di Desa Dangka, Kecamatan Pacar berkata, gedung yang dibangun warga secara swadaya itu sudah mulai lapuk termakan rayap.
Gedung yang terdiri dari enam kelas itu hanya berdinding bambu dan berlantai tanah.
Pembangunannya pada 2019 terjadi saat sekolah tersebut masih berstatus tambahan ruang kelas dari SDI Wae Rinding yang terletak di Desa Benteng Ndope, Kecamatan Pacar.
“Lantaran dinding dan tiangnya mulai rusak, ruangan-ruangan kelas nyaris roboh,” katanya kepada Floresa pada 22 Juli.
“Saat musim hujan air ikut masuk ke dalam ruangan. Sebersih apapun pakaian para siswa, pulangnya pasti becek,” tambahnya.
Untuk mengantisipasi hal itu, kata Thomas, para siswa diminta pulang sebelum pukul 11.00 Wita, kendati biasanya pukul 12.05 Wita.
“Untungnya orang tua siswa tidak ada yang komplain,” katanya.
Thomas berkata, SD Negeri Dangka mulai berstatus definitif pada 18 September 2024 dan kini memiliki 84 murid.
Namun, sekolah tersebut masih kekurangan buku pelajaran.
Selama ini, “kami hanya berdayakan satu buku untuk satu kelas.”
“Tidak ada buku pelajaran untuk murid, hanya untuk guru. Kondisi kami benar-benar terbatas,” katanya.
“Tidak mungkin mengeluh kalau kondisinya masih layak. Kami sangat membutuhkan perhatian pemerintah,” tambahnya.

Dibangun Tahun Ini
Kepala Dinas Pendidikan, Kepemudaan dan Olahraga, Yohanes Hani berkata, lantaran SD Negeri Dangka baru diresmikan, pembangunan infrastrukturnya akan dilakukan secara bertahap.
Ia berjanji pihaknya akan mulai membangun dua ruangan pada tahun ini.
Kendati tak merinci jumlahnya, anggaran pembangunan bersumber dari APBD.
“Kami tidak bisa target kapan pastinya. Kalau ada uang pasti diselesaikan,” katanya kepada Floresa pada 23 Juli.
Sesuai keuangan daerah, Yohanes menyebut pada tahun ini pihaknya juga berencana membangun gedung baru secara bertahap di SD Negeri Leong di Kecamatan Macang Pacar; SD Negeri Pulau Medang; dan SMP Negeri 5 Boleng — keduanya berbasis di Kecamatan Boleng.
“Kalau dibangun sekaligus, sekolah yang lain tidak dapat (jatah),” katanya.
“Pembangunan gedung sekolah seperti bagi-bagi kue. Satu potong kue dibagi sepuluh orang, bagi sedikit-sedikit. Ada yang lapar itu yang diprioritaskan,” tambahnya.
Yohanes berkata, prinsip pembangunan sekolah adalah bertahap, berkelanjutan dan tidak bisa sekali jadi.
Ia juga menegaskan pendirian sekolah juga mesti melibatkan swadaya masyarakat.
Terkait pengadaan buku pelajaran, ia menyarankan sekolah agar menggunakan dana Bantuan Operasional Sekolah.
Editor: Herry Kabut