Floresa.co – Usai menetapkan tersangka tiga bulan lalu, Polres Manggarai kini membereskan berkas kasus dugaan korupsi proyek pembangunan gedung rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Ruteng untuk diserahkan ke kejaksaan.
Kepala Seksi Humas Ipda I Made Budiarsa berkata saat ini mereka sedang “dalam tahap pemberkasan” sebelum “diserahkan ke Jaksa Penuntut Umum.”
Ia berkata, ada tiga tersangka dalam kasus tersebut, masing-masing GA selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), SB selaku kontraktor dan LD selaku pengawas proyek.
Proyek pembangunan gedung Rawat Inap kelas I, II, dan III Penyakit Dalam di RSUD Ruteng dikerjakan dengan anggaran dari Dana Alokasi Khusus tahun 2019, menurut situs resmi Polres Manggarai.
Pengerjaannya dilakukan oleh PT Kasih Sejati Perkasa (KSP) dengan nilai kontrak awal proyek sebesar Rp9.895.512.000, lalu mengalami perubahan melalui Addendum I menjadi Rp9.976.326.394.
“Berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan RI, kerugian negara akibat kasus ini mencapai Rp1.414.316.390,40,” kata Made pada 14 Agustus.
Sempat Mangkrak, Proses Hukum Bertahun-tahun
Penelusuran Floresa, pengerjaan proyek gedung tersebut sempat terancam mangkrak pada 2019.
Saat itu, RSUD Ruteng masih bernama Rumah Sakit Umum Daerah dr. Ben Mboi.
Gregorius L. A. Abdimun, PPK proyek tersebut berkata, tiga unit proyek di rumah sakit tersebut terancam telat mencapai batas masa kontraknya pada 27 Desember 2019.
“Gedung Farmasi baru bisa capai 95%, Rawat Inap bisa 85% dan Radiologi bisa mencapai 95%, kata Abdimun pada November 2019, seperti dilansir Ekorantt.com.
Ia menambahkan kala itu bahwa akan ada penambahan waktu 50 hari yang disertai denda bagi rekanan proyek.
Penyidikan dugaan korupsi proyek tersebut, khusus gedung Rawat Inap I, II dan III Penyakit Dalam berlangsung pada 2023, menurut Polres Manggarai. Saat itu polisi menyerahkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) kepada Jaksa Penuntut Umum.
Penyelidikan awal menemukan dugaan pembayaran terhadap pekerjaan yang tidak sesuai dengan pekerjaan yang telah dilaksanakan.
Karena itu, penyidik mengirim surat permohonan untuk penghitungan kerugian negara kepada Badan Pemeriksa Keuangan yang sebelumnya telah melakukan pemeriksaan reguler terhadap proyek tersebut pada 2021.
Dikerjakan PT yang Terjerat Kasus Korupsi
PT Kasih Sejati Perkasa, yang beralamat di Kelurahan Oepura, Kecamatan Maulafa, Kota Kupang, sebelumnya juga terlibat dalam dugaan korupsi proyek rehabilitasi jaringan irigasi Wae Ces I–IV di Manggarai pada 2021.
Proyek ini berada di bawah kewenangan Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Provinsi NTT, dengan pagu anggaran Rp4,63 miliar dan nilai kontrak Rp3,85 miliar.
Pemeriksaan lapangan oleh Kejaksaan Tinggi NTT dan tim ahli Politeknik Negeri Kupang menemukan sejumlah penyimpangan, antara lain volume pekerjaan tidak sesuai dokumen, tembok irigasi patah dan ambruk, perubahan lokasi pengerjaan tanpa dasar teknis, pekerjaan tambal sulam alih-alih bongkar pasang dan penggunaan material berkualitas buruk.
Dalam kasus ini, Kejati NTT menetapkan empat tersangka, yakni A.S. Umbu Dangu (PPK I), Johanes Gomeks (PPK II), Dionisius Wea (Direktur PT Kasih Sejati Perkasa), dan Stevanus Kopong Miten (Direktur PT Decont Mitra Consulindo). Audit dan penyidikan mengungkap kerugian negara sekitar Rp2,3 miliar.
Dalam penyelidikan terkait proyek irigasi bermasalah, juga adanya aliran uang dari direktur PT Kasih Sejati Perkasa, Dionisius Wea, kepada seseorang bernama Arnoldus Thomas L. Djogo alias Nano, yang merupakan ipar mantan Wakil Gubernur NTT, Josef Nae Soi.
Uang tersebut diduga diberikan untuk mempengaruhi proses tender agar PT Kasih Sejati Perkasa memenangkan proyek tersebut.
Saat proses klarifikasi, Dionisius mengaku memberikan uang tunai sebesar Rp 104 juta kepada Nano, sementara Nano membantah nominal tersebut, namun mengakui adanya transfer sejumlah uang.
Editor: Anno Susabun