Floresa.co – Pemerintah mengumumkan pembebasan bersyarat Setya Novanto, terpidana kasus korupsi KTP elektronik yang menjadi Ketua DPR RI.
Kabar pembebasan Novanto muncul di tengah mencuatnya polemik proyek pusat bisnis di Pulau Padar, Taman Nasional Komodo yang melibatkan dua anak kandung dan beberapa kroninya.
Status bebas bersyarat tersebut berdasarkan Surat Keputusan Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan (Imipas) yang membuka jalan bagi Novanto keluar dari Lembaga Pemasyarakatan atau Lapas Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat pada 16 Agustus.
Menteri Imipas Agus Andrianto berkata, keputusan itu menyusul hasil Peninjauan Kembali (PK) kasus korupsi KTP elektronik oleh Mahkamah Agung pada Juni yang menetapkan penyunatan masa tahanan Novanto dari semula 15 tahun menjadi 12 tahun enam bulan penjara.
Novanto mulai dipenjara pada April 2018 usai dinyatakan bersalah dalam kasus korupsi KTP Elektronik yang merugikan keuangan negara Rp2,3 triliun.
Ia dianggap memiliki pengaruh untuk meloloskan jumlah anggaran proyek itu ketika dibahas di Komisi II DPR RI pada 2011-2012.
Namun, ia menerima beragam remisi, termasuk remisi khusus Idul Fitri pada 2023 dan 2024 masing-masing 30 hari. Selain itu adalah remisi 90 hari pada peringatan HUT RI pada 2023.
Seperti dilansir Kompas.com, menurut Agus, setelah melalui proses asesmen dan berdasarkan putusan PK, Novanto seharusnya bebas pada 25 Juli.
Sementara Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Jawa Barat Kusnali menjelaskan, putusan PK kasus tersebut juga menetapkan Novanto membayar denda Rp500 juta subsider lima bulan kurungan dan uang pengganti Rp49 miliar subsider dua tahun penjara.
Ia mengklaim Novanto telah memenuhi seluruh kewajiban denda dan uang pengganti kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Namun, lanjutnya seperti dilansir Kompas.id, kendati bebas dari tahanan, Novanto masih dalam pengawasan dan berstatus wajib lapor setiap bulan hingga akhir masa percobaan pada 29 April 2029.
Novanto adalah politisi Partai Golkar yang dua kali menjabat sebagai Ketua DPR RI. Ia berasal dari daerah pemilihan Nusa Tenggara Timur II, meliputi Pulau Timor, Sumba, Rote dan Sabu.
Pada 2015, ia mengundurkan diri dari jabatan Ketua DPR periode 2014-2019 usai disebut terlibat dalam kasus “Papa Minta Saham.”
Dalam kasus itu, ia disebut meminta saham kepada Direktur PT Freeport Indonesia untuk dibagikan kepada Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Pada Mei 2016, ia terpilih sebagai Ketua Umum Partai Golkar. Pada November 2016, ia kembali dilantik menjadi Ketua DPR, yang berakhir saat penetapan tersangkanya pada 2017.
Bagaimana Keterlibatannya di Taman Nasional Komodo?
Dalam polemik investasi proyek pusat bisnis di Taman Nasional Komodo, nama Novanto terkait dengan PT Komodo Wildlife Ecotourism (KWE), perusahaan yang kini berencana membangun ratusan vila di sepanjang pesisir utara Pulau Padar.
Sejak didirikan pada 2011, perusahaan itu dipimpin anak Novanto yakni Rheza Herwindo.
Perusahaan itu mendapat Izin Usaha Pemanfaatan Sarana Wisata Alam (IUPSWA) pada 2014 dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang kini berubah menjadi Kementerian Kehutanan.
Konsesinya seluas 274,13 hektare di Pulau Padar dan 151,94 hektare di Loh Liang, pintu masuk wisatawan di Pulau Komodo.
Penggelontoran izin tersebut, termasuk kepada PT Segara Komodo Lestari dengan konsesi 22,1 hektare di Pulau Rinca dan PT Synergindo Niagatama seluas 15,32 hektare di Pulau Tatawa terjadi usai KLHK mengubah sistem zonasi kawasan Taman Nasional Komodo pada 2012.
Sebelumnya, Pulau Padar seluruhnya adalah zona inti dan zona rimba. Melalui SK No. SK.21/IV-SET/2012, KLHK mengonversi 303,9 hektare lahan di pulau itu menjadi zona pemanfaatan wisata darat, yang hampir seluruhnya diserahkan kepada PT KWE.
Sempat mengubah aktanya pada 2021, PT KWE kini memiliki akta terbaru yang diterbitkan pada 2023, dengan komposisi politisi dan pebisnis yang semakin beragam.
Dalam laporan Floresa bertajuk “Para Pemburu Cuan di Padar”, tercatat bukan hanya Rheza yang kini terkait PT KWE. Saudara kandungnya, Gavriel Putranto Novanto yang merupakan anggota Komisi I DPR RI dari daerah pemilihan NTT II juga terlibat.
Sementara Rheza memimpin PT Prima Mandiri Logistik (PML) – salah satu pemegang saham PT KWE, Gavriel menjadi pemilik separuh saham PML melalui perusahaannya, PT Global Nusantara Putranto.
Selain keduanya, beberapa nama yang merupakan kolega bisnis Novanto tercatat sebagai direksi PT KWE, seperti Bahasili Papan dan Hery Pranyoto. Bahasili adalah pimpinan PT Agrotekno Nusantara, salah satu pemegang saham PT KWE, sedangkan Hery masuk dalam jajaran direksi.
Keduanya merupakan terdakwa dalam kasus korupsi pengelolaan aset Pemerintah Provinsi NTT di Pantai Pede, Labuan Bajo. Setya Novanto dan Rheza juga sempat diperiksa dalam kasus tersebut karena keterlibatannya dalam pengelola aset, yakni PT Sarana Investama Manggabar.
Kendati anak-anak dan kroni Novanto tercatat dalam akta terbaru PT KWE, kini perusahaan itu dikuasai PT Adhiniaga Kreasinusa, anak grup bisnis Artha Graha milik taipan Tomy Winata.
Perusahaan itu memegang saham mayoritas senilai total Rp5.835.000.000, lebih dari empat kali lipat jumlah saham PT Prima Mandiri Logistic dan PT Agrotekno Nusantara.
Sementara itu, nama lainnya dalam direksi PT KWE adalah Erick Hartanto, sosok yang juga terkait dengan Sugianto Kusuma alias Aguan, pemilik Agung Sedayu Group.
PT KWE berencana mendirikan pusat bisnis pariwisata di Pulau Padar dengan 619 bangunan, sebagaimana yang dipaparkan saat pertemuan di Golo Mori Convention Center, Labuan Bajo pada 23 Juli.
Ratusan bangunan itu mencakup 448 vila, 13 restoran, 7 lounge, 7 gym center, 7 spa center, 67 kolam renang, sebuah bar raksasa seluas 1.200 meter persegi dan sebuah Hilltop Chateau (bangunan kastel/istana bergaya Perancis). Selain itu, akan dibangun sebuah gereja yang dipakai untuk acara pernikahan (wedding chapel).
Rencana tersebut ditentang keras oleh berbagai elemen, baik masyarakat Ata Modo dari Pulau Komodo, pelaku wisata di Labuan Bajo maupun anggota DPR RI.
Dalam pernyataan sikap yang dikeluarkan pada 15 Agustus, komunitas pemuda Ata Modo menegaskan privatisasi kawasan konservasi “mencederai nilai-nilai konservasi yang sejak kecil diajarkan orang tua dan leluhur kepada kami, sekaligus mengancam kelestarian komodo dan ekosistem darat-laut sekitarnya.”
Anggota komunitas itu mencakup Garda Pemuda Komodo, Lingkar Belajar Ata Modo, Ikatan Mahasiswa Peduli Komodo dan Komodo Community Center.
Selain itu, Uskup Labuan Bajo, Mgr. Maksimus Regus juga baru-baru ini mengingatkan bahaya masa depan pariwisata Labuan Bajo ketika orientasinya adalah keuntungan sebesar-besarnya, sehingga “ menerapkan pendekatan eksploitatif yang pasti mencederai makna keberlanjutan dari keindahan pariwisata.”
Sementara UNESCO, lembaga PBB yang bertanggung jawab terhadap status Taman Nasional Komodo sebagai Situs Warisan Dunia juga beberapa kali menegur pemerintah Indonesia, menilai rencana proyek di kawasan itu berbahaya bagi masa depan habitat Komodo.
Dalam pernyataan terbaru pada bulan lalu, UNESCO meminta pemerintah “membuat keputusan yang menjamin pendekatan pariwisata yang berkelanjutan.”
Lembaga itu juga menegaskan bahwa “tidak ada konsesi atau proyek pembangunan yang disetujui tanpa penilaian yang tepat dan tidak ada persetujuan dikeluarkan untuk proyek-proyek yang akan berdampak negatif terhadap Nilai Universal Luar Biasa.”
Editor: Ryan Dagur