Floresa.co – Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat mengklaim dana retribusi pelayanan persampahan dan kebersihan lebih dari Rp150 juta yang tidak disetor ke kas daerah dan jadi sorotan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) merupakan kesalahan administrasi.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan (DLHP), Vinsensius Gande berkata, Ketua Tim Pemungut Retribusi yang juga Kepala Bidang Persampahan, Zulfikar telah membayar dana tersebut, menyebutnya sebagai “urusan personal.”
“Itu urusannya penagih dengan yang ditagih (yang) kadang tidak setor,’’ katanya kepada Floresa pada 25 Agustus.
Menurut dokumen hasil pemeriksaan BPK NTT yang diperoleh Floresa, terdapat total Rp 159.725.000 dana hasil retribusi yang tidak disetor ke kas daerah pada tahun lalu.
Merujuk pada dokumen Berita Acara Pemeriksa Keuangan Nomor 14/BAPK/AT01/04/2025 tertanggal 30 April, BPK NTT menyatakan dana itu adalah kekurangan dari Rp940.812.000 yang seharusnya disetor atas 57.607 lembar karcis.
Menurut BPK, tim penagih hanya menyetor Rp781.087.000 dari 55.550 lembar karcis. Jadi, ada 2.057 lembar karcis yang tidak dilaporkan.
Kekurangan setoran itu terjadi pada semester pertama dan kedua.
Pada semester pertama, terdapat kekurangan mencapai Rp95.155.000 dari 16 penagih, sementara pada semester Rp64.579.000, kendati tidak dapat ditelusuri jumlah penagihnya.
Lembaga itu menyatakan, bendahara penerimaan DLHP tidak pernah melakukan rekonsiliasi atas jumlah penyetoran hasil pemungutan retribusi tahun lalu dengan pemakaian dan sisa karcis.
Bendahara hanya mencatat karcis yang dipakai sesuai dengan nilai penerimaan yang disetorkan oleh penagih atau yang ditransfer ke kas daerah.
Bendahara juga mengakui hanya menyampaikan laporan lisan kepada ketua tim pemungut retribusi maupun Kepala DLHP, Vinsensius Gande.
Dokumen itu juga menyebutkan Ketua Tim Pemungut, Zulfikar menyatakan akan bertanggung jawab atas kekurangan penyetoran tersebut.
Dinas: “Tidak Ada Niat Jahat”
Vinsensius Gande mengklaim temuan BPK itu hanya merupakan kesalahan administrasi dan tim penagih “tidak menggunakan uang itu untuk kepentingan pribadi.”
Namun, pada saat yang sama ia berkata, “kadang juga para penagih ini menggunakan uang retribusi itu untuk beli bensin karena mereka tidak diberi uang bensin untuk pergi tagih.”
Lantaran kekurangan itu sudah dibayar dan disetor ke kas daerah, maka “temuan itu tidak masuk dalam rekomendasi Laporan Hasil Pemeriksaan.”
Ia mengklaim “tidak ada mens rea atau niat jahat” dari para penagih untuk menyalahgunakan uang tersebut.
Vinsensius berkata, penggunaan karcis manual memang kerap kali menimbulkan polemik karena administrasinya terlalu ribet serta membutuhkan biaya dan tenaga.
Ia juga mengklaim “kesalahan administrasi sekecil apapun, bisa menjadi temuan.”
Karena itu, kata Vinsensius, mulai tahun ini, pihaknya menggunakan sistem kubikasi dalam menagih retribusi di tempat-tempat industri dan hotel.
Sementara untuk pasar dan rumah tangga, katanya, pihaknya telah berkolaborasi dengan Bank NTT untuk menyediakan aplikasi yang memungkinkan warga membayar sendiri retribusi ke kas daerah.
“Dua bulan lalu, tim kami mendapat pelatihan menggunakan aplikasi dari pihak Bank NTT,” katanya.
“Nanti warga membayar sendiri ke kas daerah. Mereka kirim invoicenya, kami hanya pegang bukti transfer,” tambahnya.
Editor: Herry Kabut