Kritik Penanganan Kasus Dugaan Politik Uang Caleg di Manggarai Timur, Pengamat Pertanyakan Peran Bawaslu untuk Dukung Pemilu Berintegritas

Dengan kecenderungan tidak menganggap serius laporan masyarakat, Bawaslu seakan mengumumkan kepada para caleg untuk berlomba-lomba menggunakan politik uang jelang hari H karena mereka tahu Bawaslu tidak akan melakukan apa-apa

Baca Juga

Floresa.co – Seorang pengamat politik mengkritisi cara Badan Pengawas Pemilu [Bawaslu] Manggarai Timur dalam penanganan kasus dugaan politik uang seorang caleg, yang menurutnya terkesan tidak menganggap serius masalah tersebut.

Lucius Karus, peneliti dari Forum Masyarakat Pemantau Parlemen Indonesia [Formappi], menyatakan, sikap yang ditunjukan Bawaslu Manggarai Timur menunjukkan lemahnya peran lembaga itu dalam mendorong Pemilu yang berkualitas.

“Saya kira Bawaslu ini terkesan melegalkan praktik politik uang dengan lemahnya tindakan yang mereka ambil terhadap laporan yang disampaikan oleh publik,” katanya kepada Floresa.

Lucius merespons pernyataan Ketua Bawaslu Manggarai Timur, Zakarias Gara pada 2 Febuari terkait kasus dugaan politik uang yang menyeret caleg dari Partai Perindo, Florensia Parera.

Dugaan politik uang ini mencuat usai beredarnya sebuah video pada 29 Januari berisi pengakuan Fransiskus Pongge, warga Kampung Mera, Desa Golo Tolang, Kecamatan Kota Komba bahwa ia didatangi tim sukses Florensia.

Warga itu mengklaim ditawari uang, dengan harga Rp100 ribu per suara, sehingga bersama istrinya ia disebut akan mendapat Rp200 ribu.

Zakarias mengatakan, video pengakuan warga itu tidak bisa dikategorikan sebagai alat bukti sehingga tidak bisa disebut sebagai temuan praktik politik uang.

“Itu hanya informasi yang disampaikan lewat media sosial,” katanya pada 2 Februari.

Ia mengatakan, bila ada bukti yang bisa dikategorikan sebagai temuan politik uang, maka kasusnya baru akan ditindaklanjuti.

Lucius mempertanyakan klaim Zakarias: “Bagaimana dia bisa bilang bahwa video itu bukanlah sebuah alat bukti? Minimal dia bisa gunakan itu sebagai modal awal untuk melakukan penelusuran.”

Lucius menyebut, Bawaslu tidak memiliki barometer jelas untuk menentukan apakah video yang beredar luas di media sosial itu lemah dari sisi bukti sehingga menyatakan bahwa hal tersebut tidak bisa ditindaklanjuti.

“Ini merupakan bentuk pembelaan diri dan rasionalisasi kemalasan dari Bawaslu. Hal ini bisa jadi alasan untuk mengatakan bahwa kehadiran Bawaslu di daerah-daerah itu tidak terlalu penting dalam penyelenggaran Pemilu,” katanya.

Ia menjelaskan, lemahnya pengawasan dari Bawaslu membuat pelanggaran-pelanggaran di lapangan tidak terpantau.

Bahkan, yang terpantau oleh Bawaslu seperti video pengakuan warga itu tidak dianggap sebagai bukti.

Tidak jelasnya peran Bawaslu dalam mengawasi penyelenggaraan Pemilu mulai dari pusat hingga ke daerah membuat kinerja lembaga ini perlu dievaluasi, “apakah masih penting untuk dipertahankan atau dibubarkan.”

“Kalau Bawaslu tidak menyumbang apapun untuk memastikan apakah Pemilu itu berkualitas, bermartabat dan berintegritas, lalu apa pentingnya lembaga ini?” katanya.

Ia menyebut banyak kasus yang viral di media sosial terkait politik uang, tetapi berujung pada hasil keputusan Bawaslu yang lemah.

Hal itu, katanya, “tidak menghasilkan efek jera sehingga pelanggaran-pelanggaran terus terjadi.”

“Sama halnya yang terjadi di Manggarai Timur,” katanya, seolah “Bawaslu mengumumkan kepada para caleg untuk berlomba-lomba menggunakan politik uang jelang hari H karena mereka tahu Bawaslu tidak akan melakukan apa-apa.”

Lucius mengatakan, kehadiran Bawaslu sebenarnya membantu Komisi Pemilihan Umum untuk mengawasi segala bentuk pelanggaran dalam tahapan penyelenggaran Pemilu.

Salah satunya, kata dia, merespons dengan serius bentuk laporan dugaan pelanggaran yang disampaikan oleh masyarakat.

“Kalau setiap pelanggaran yang dilaporkan oleh masyarakat itu tidak ditindaklanjuti bahkan langsung mengambil kesimpulan sebelum diinvestigasi, saya kira ke depannya uang negara itu tidak perlu lagi dihabiskan untuk sebuah lembaga yang tidak penting untuk memastikan Pemilu yang berkualitas dan berintegritas,” katanya.

Florensia Parera, yang kini juga berstatus anggota DPRD Manggarai Timur dan akan bertarung kembali di daerah pemilihan Kecamatan Kota Komba dan Kota Komba Utara telah mengakui bahwa orang yang mendatangi warga adalah benar tim suksesnya.

Namun, ia membantah kedatangannya untuk membeli suara.

Tim sukses itu, klaimnya, sedang bertugas mencari saksi yang akan ditempatkan di Tempat Pemungutan Suara pada pelaksanaan pemilu dan uang Rp200 ribu yang disebutkan dalam video itu bukan untuk membeli suara, tetapi “honor untuk saksi.”

“Jadi, tidak benar kalau tim sukses saya bagi-bagi uang untuk membeli suara seperti dalam video tersebut,” jelasnya.

Terkait dokumen berisi nama tim sukses yang diduga bertugas untuk membagi uang dan ikut tersebar bersama video itu, Florensia berkata tidak tahu-menahu terkait dokumen tersebut.

Ia pun menuding ada pihak yang berusaha merusak citranya sebagai caleg maupun anggota DPRD.

Laporan kontributor, Gabrin Anggur

Editor: Ryan Dagur

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kawan-kawan bisa berdonasi dengan cara klik di sini.

Terkini