Floresa.co – Salah seorang petugas di garis depan selama Pemilu 2024 di Kabupaten Manggarai kelelahan hingga pingsan pada dini hari, demi memenuhi target penuntasan rekapitulasi suara sesuai aturan Komisi Pemilihan Umum [KPU].
Edit Lustriana Lenem, 24 tahun, petugas Kelompok Panitia Pemungutan Suara atau KPPS 03 di Tempat Pemungutan Suara [TPS] 06 Kelurahan Mata Air, Kecamatan Reok, pingsan di tempat kerja dan sempat dilarikan ke rumah sakit.
Marselinus Frangki Dii, salah satu anggota Panitia Pemilihan Kecamatan [PPK] Kecamatan Reok menyatakan, insiden tersebut terjadi pada 15 Februari dini hari, pukul 03.00 Wita.
“Ia kelelahan dan masuk angin, sempat rawat di rumah sakit, namun tidak sampai nginap,” katanya.
Ia mengakui, aktivitas KPPS memang tinggi untuk proses rekapitulasi usai pemungutan suara pada 14 Februari.
Edit, kata dia, pingsan saat “sedang melakukan rekapitulasi suara.”
Ia menyebut Edit terlambat makan pada hari itu, yang membuatnya masuk angin.
Ia mengatakan kepada Floresa pada 15 Februari malam, kondisi Edit sudah pulih.
Marselinus mengatakan, KPPS memang bekerja penuh waktu usai pemungutan suara, “intinya sampai [rekapitulasi] selesai saja.”
Ketua Bawaslu Kabupaten Manggarai, Alfan Manah mengaku insiden tersebut terjadi karena petugas kelelahan.
“Tahapan di TPS kan maraton,” katanya kepada Floresa.
Sementara itu, Ketua KPU Manggarai, Rikar Pento mengatakan, sesuai regulasi, penghitungan suara oleh KPPS di TPS dilakukan selama 12 jam.
“Jadi sampai dengan jam 12 malam pada 14 Februari,” katanya.
Jika proses penghitungan suara belum selesai sampai dengan jam 12 malam, kata dia, “dilanjutkan 12 jam lagi tanpa jeda, sampai dengan jam 12 pada 15 Februari.”
Ia menjelaskan, hal itu “sesuai regulasi di kami,” merujuk pada Peraturan KPU Nomor 25 Tahun 2023.
Penjelasan Rikar sejalan dengan pasal 49 butir pertama dan kedua peraturan itu.
Ia berkata, terkait kasus Edit, “sangat situasional karena alasan faktor kelelahan.”
Usai kejadian itu, kata dia, “KPPS bersama partai politik dan pengawas mengambil langkah untuk melanjutkan proses rekapitulasi besok paginya,” katanya, merujuk pada 15 Februari pagi.
Senada dengan pengakuan Marselinus, kata dia, Edit sudah pulih dan bekerja lagi mengikuti proses perhitungan lanjutan di tingkat PPK Kecamatan Reo.
Meninggal Karena Kelelahan
Cerita petugas KPPS yang kelelahan selama bertugas, juga terjadi di wilayah lainnya di tanah air. Bahkan, ada di antaranya yang dilaporkan meninggal.
Di Kabupaten Bogor, Jawa Barat, seorang petugas KPPS, Sinta Maharani, 19 tahun, meninggal usai menjalani proses perhitungan suara yang berlangsung hingga 15 Februari dini hari pukul 02.00 WIB. Ia meninggal pada pukul 06.00, diduga karena kelelahan, sebagaimana dilaporkan Kompas.com.
Di Kota Makassar, Sulawesi Selatan, dua petugas KPPS, Wiliam Tandi Paelongan dan Daliyah Salsabilah – masing-masing berusia 24 tahun -, meninggal karena kelelahan, menurut laporan Okezone.com.
Di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, Ketua KPPS di TPS 18 Singojuruh, Dul Hanan, 50 tahun, meninggal, juga diduga karena kelelahan. Ia mengalami pusing dan sesak napas pada 14 Februari pukul 16.00 WIB, sebelum kemudian meninggal di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Rogojampi.
Respons KPU Pusat
Berbagai insiden ini memicu kritikan terhadap KPU, yang peraturannya dinilai memberatkan petugas Pemilu di garis depan, seperti KPPS.
Komisioner KPU Idham Holik mengaku telah mendapat laporan terkait masalah yang menimpa KPPS dan masih mendata jumlahnya, terutama yang meninggal.
“Secara resmi KPU akan sampaikan kepada publik. Saat ini, KPU masih lakukan pendataan,” katanya kepada wartawan pada 15 Februari.
Ia tidak menampik soal banyaknya KPPS yang kelelahan karena harus segera menuntaskan perhitungan suara di TPS.
Idham mengatakan, sebetulnya semula KPU mengusulkan agar penghitungan suara dilakukan dengan dua panel, sehingga tidak memberatkan petugas.
Panel pertama, kata dia, menghitung jenis surat suara presiden dan wakil presiden dan DPD, sementara panel kedua menghitung surat suara DPR dan DPRD.
Namun, katanya, saat rapat konsultasi dengan DPR RI, mereka memandang “cukup satu panel” sama seperti pada Pemilu 2019.
Editor: Ryan Dagur