“Model demikian adalah tumpang sari. Banyak manfaatnya. Tidak akan kekurangan pangan” jelasnya.
Aliansi Petani
APEL merupakan organisasi tani yang didirikan sejak tahun 2008. Tahun ini, jumlah anggotannya mencapai 200-an keluarga petani yang tersebar merata dalam 8 kelompok tani di kecamatan Lembor.
Awal terbentuknya bertolak dari keinginan untuk mendorong kedaulatan para petani. Petani diharapkan mampu memetakan persoalan dan menemukan solusi. Rikar menjelaskan, selama ini petani masih sangat bergantung pada pemerintah.
Akan tetapi, ia akui bahwa usaha mendorong kemandirian itu tidaklah mudah. Hanya sedikit saja orang yang mau bergabung dengan APEL. Tiap tahun bisa saja hanya satu orang yang mau bergabung.
“Meskipun sedikit, kami tetap senang. Karena itu menandakan bahwa orang menjadi sadar akan tujuan yang kami lakukan.”
Aven pun menambahkan, “Sekarang ini mungkin hasilnya belum terlalu tampak, tetapi ke depannya, kami yakin banyak hal positif”
Benih Lokal
Di antara berbagai program yang direncanakan dalam dua tahun program kerja yakni 2015-2016, budidaya benih lokal menjadi salah satu agenda utama.
Sementara yang lain adalah menyangkut pemeliharaan saluran irigasi, pemasaran, pengelolahan, dan penguatan publikasi.
Kesadaran budidaya benih lokal di kalangan petani APEL bertolak dari refleksi panjang terkait dengan ketergantungan pada benih hibrida. Lambat laun, terutama di kalangan petani APEL, manfaat benih hibrida semakin dipertanyakan.
“Banyak penyakit yang aneh-aneh sekarang ini. Bisa jadi karena terlalu banyak mengkonsumsi pangan hibrida,” kata Aven.
Alasan yang lebih mendasar, tentu terkait kedaulatan para petani. Dari pengalaman petani APEL, benih hibrida tidak seindah yang dijanjikan. Benih hibrida juga rentan terhadap penyakit dan hama tanaman. Dibutuhkan biaya sangat mahal pengelolahannya karena harus membeli pupuk. Kenyataan itu berpotensi mengagalkan panen.