BerandaREPORTASEMENDALAMLapor Balik dan Klaim...

Lapor Balik dan Klaim Rekayasa Terkait Pelecehan Seksual di SMK Negeri di Manggarai, Polisi Janji Teruskan Laporan Para Siswi

Laporan balik mengarah ke kepala sekolah yang dituding oleh terduga pelaku "berada di balik" para siswi yang melapornya. Namun, kepala sekolah membantah. Polisi pun menyatakan tidak terpengaruhi oleh upaya lapor balik ini.

Floresa.co – Terduga pelaku kasus pelecehan seksual terhadap belasan siswi di salah satu SMK Negeri di Kabupaten Manggarai, NTT membuat laporan balik ke polisi karena mengklaim bahwa tuduhan terhadapnya adalah rekayasa.

Namun, laporannya tidak tertuju kepada lima siswi yang telah melapornya ke Polres Manggarai pada 10 Desember 2022. Mantan Guru Agama Katolik itu memilih melapor kepala sekolah karena menganggapnya “berada di belakang” siswi-siswi tersebut.

“Kepala sekolah sendiri yang memecat saya pada tanggal 5 Desember, dengan dalil saya melakukan pelecehan seksual terhadap 17 orang siswi,” tuturnya dalam wawancara dengan Floresa.co, Sabtu, 17 Desember 2022.

Sebelumnya, kami hanya menyebut mantan guru tersebut dengan inisial MS. Namun, pria yang mengaku sudah lama merangkap profesi sebagai jurnalis di beberapa media online itu mengatakan tidak keberatan dengan penyebutan nama lengkapnya, Milikior Sobe, seperti yang sudah diungkap sejumlah media lainnya.

Wawancara itu dilakukan setelah Melki – sapaannya – mendatangi Polres Manggarai pada Sabtu pagi, didampingi oleh mantan kepala sekolah di SMK Negeri tersebut.

Usai laporan itu, ia melayani sejumlah wartawan untuk wawancara di rumah mantan kepala sekolah tersebut.

Dalam wawancara yang didampingi dan sesekali diarahkan mantan pimpinannya itu, Melki menuduh kepala sekolah memfitnah dan mencemarkan nama baiknya.

Fitnah dan pencemaran nama baik, jelas Melki, dilakukan kepala sekolah melalui pemberitaan media dan sebelumnya dalam dasar sebuah keputusan ketika memecat dirinya dari jabatan sebagai guru komite di sekolah itu.

Melki membantah semua tuduhan yang dilaporkan siswinya.

Ia bahkan menuduh pelecehan seksual yang ditudingkan kepadanya adalah rekayasa kepala sekolah untuk menjatuhkan dirinya karena menjadi saksi kunci dalam kasus pemalsuan absensi yang sedang disidangkan di Pengadilan Negeri Ruteng.

“Semua tuduhan terhadap saya, itu tidak benar,” katanya.

Ia mengklaim, “sentuhan saya [pada tubuh siswi] itu hanya refleks saja” dan itu pun “di bagian yang sensitif, tidak pernah.”

Ia mengaku hanya menjabat tangan para muridnya dan sesekali menyentuh “di bagian pundak saja ketika mereka ngantuk atau tidak konsentrasi saat pelajaran.”

Sentuhan tersebut, klaimnya, merupakan bagian dari metode yang ia gunakan dalam mengajar yakni “senyum, sapa, sopan, santun.”

Melki juga membantah bahwa ia pernah mengajak siswinya untuk menjadi pacar hingga menjadi istrinya.

Ia juga menyatakan tidak pernah membicarakan hal-hal yang bernuansa pornografi di dalam kelas, meski mengakui bahwa ia pernah membuat contoh dirinya sebagai suami dan salah seorang siswinya sebagai istri.

Contoh tersebut, katanya, untuk memudahkan penjelasan tentang konsep Mariologi atau Teologi tentang Bunda Maria di dalam ajaran Gereja Katolik.

Ia mengatakan mencontohkan dirinya sebagai suami Maria, yaitu Santu Yosef dan salah satu siswi sebagai Maria.

“Saya jelaskan kepada mereka bahwa kehamilan Bunda Maria bukan karena proses biologis semata, tetapi justru karena misteri Allah,” jelasnya.

Melki juga membenarkan adanya pernyataan tertulis yang dibuatnya pada tanggal 25 Oktober 2022.

Dalam pernyataannya yang berhasil diperoleh Floresa.co itu, Melki membenarkan bahwa dirinya sering “berbicara porno di depan siswa saat les [pelajaran]” dan “selalu gunakan bahasa tubuh/pegang siswa/i saat les.”

Ia menyebut pernyataan itu dalam konteks pembinaan dari kepala sekolah setelah mendengar pengakuan siswinya.

Namun, ia lagi-lagi menuding bahwa pengakuan para siswinya itu atas permintaan kepala sekolah.

“Kepala sekolah mengatakan ‘bagaimana saja dia cara dia [Melki] dalam kelas, kamu harus ceritera,’ sehingga jabatan tangan, sentuh di bagian pundak, itu juga akan dilaporkan oleh anak-anak itu. Apa yang menjadi tuduhan itu tidak akan pernah terjadi,” tuturnya.

Menanggapi pernyataan Melki, kepala sekolah mengatakan ia tidak pernah menuduh Melki sebagai pelaku pelecehan seksual. Ia juga mengaku tidak pernah merekayasa kasus demi menjatuhkan mantan bawahannya itu.

“Saya hanya  menindaklanjuti setiap laporan yang merugikan siswa. Salah satunya laporan dari para siswi berkaitan dugaan pelecehan seksual yang dilakukan Melki,” katanya.

Para korban dugaan pelecehan seksual di sebuah SMK Negeri di Kabupaten Manggarai pada Sabtu, 10 Desember 2022 melaporkan guru mereka. (Foto: John Manasye/Floresa.co)

Kepala sekolah mengklaim tindakan yang diambilnya tidak gegabah karena melewati berbagai tahapan.

Ia mengatakan, awalnya ia memanggil Melki dan menyampaikan laporan para siswi.

Setelah adanya pengakuan dari Melki, ia memberikan pembinaan dengan memintanya membuat pernyataan tidak mengulangi perbuatan yang dikeluhkan siswinya.

Kepala sekolah mengatakan, ia berusaha menjaga kerahasiaan masalah itu karena menghargai privasi dan nama baik Melki.

Namun, katanya, ternyata hal itu tidak membuatnya jera karena kepala sekolah masih mendengar informasi dari beberapa guru termasuk Guru Bimbingan Konseling, ditambah lagi dengan bertambahnya jumlah siswi yang mengaku mengalami pelecehan.

“[Berdasarkan] usulan 17 siswi tersebut, dia [Melki] dikeluarkan dari sekolah dan lapor ke polisi,” ujar kepala sekolah.

Usulan para sisiwi itu, kata dia, lalu dibawa ke forum rapat bersama guru-guru, di mana Melki juga hadir.

Forum rapat, kata kepala sekolah, akhirnya menyepakati agar Melki dikeluarkan dari sekolah demi menjaga kenyamanan para siswi dan nama baik sekolah.

“Jadi tidak ada kaitannya dengan dia sebagai saksi kunci dari mantan kepala sekolah dalam perkara pemalsuan absen. Dia keluar dari sekolah itu punya dasar yang jelas. Kalaupun dia jadi saksi kuncinya mantan kepala sekolah, bagi saya itu hak dia,” tutur kepala sekolah tersebut.

Ia menyebut laporan para siswi tidak akan berpengaruh pada kasus pemalsuan absensi yang dituduhkan mantan kepala sekolah terhadap dirinya, termasuk tidak akan menghentikan Melki bila memberikan kesaksian yang memberatkan dirinya.

Sementara itu, Kepala Unit Perempuan dan Perlindungan Anak [PPA] Polres Manggarai, Anton Habun mengatakan pihaknya tidak akan terpengaruh dengan kasus lain yang diusahakan untuk dikait-kaitkan dengan kasus dugaan pelecehan terhadap para siswi.

“Banyak yang tanya ke saya [soal ini], tapi saya bilang, kami tidak ada urusan dengan itu,” kata Anton yang ditemui di kantor Polres Manggarai, Sabtu siang.

“Silakan saja mereka lapor siapa, tapi tugas kami untuk meneruskan laporan siswi ini,” tambahnya.

Ia mengatakan pihaknya sudah memilah-milah keterangan dari 17 siswi dan memilih lima di antaranya untuk diproses lebih lanjut.

Kanit PPA Polres Manggarai, Anton Habun sedang melakukan pra konstruksi kasus ini pada 14 Desember 2022. (Foto: John Manasye/Floresa.co)

“Kami sudah pilah-pilah, yang mana yang bisa diteruskan. Ada lima korban yang kami panggil. Mereka harus didampingi orangtuanya,” katanya.

Floresa.co sempat mewawancarai tiga di antara lima siswi yang melapor kasus. Nama mereka kami rahasiakan untuk pertimbangan keamanan dan kenyamanan.

Korban A mengisahkan bahwa setiap kali masuk kelas, Melki selalu mencubit pipinya dan pernah memeluknya saat sedang sendirian di kelas sambil mengelus pundak, tengkuk hingga lehernya.

Saat sedang mengajar, kata dia, Melki juga sering menjelaskan hal-hal bernuansa pornografi yang jauh dari tema pembelajaran. Bahkan dalam suatu kesempatan, Melki menjelaskan hubungan seks suami-istri dengan mencontohkan A sebagai istrinya.

Korban B mengaku bajunya pernah ditarik, lalu dipeluk dari belakang. Ia sempat menegur Melki bahwa tindakan demikian “tidak wajar dilakukan seorang guru terhadap muridnya.”

Sementara korban C mengatakan ia dan teman-temannya sempat diancam oleh Melki usai mereka melaporkan kasus ini ke Guru Bimbingan Konseling hingga kepala sekolah.

Dalam sebuah dokumen yang berisi pengakuan para siswi yang diperoleh Floresa.co, ada yang mengklaim pernah diraba di bagian paha, hingga diajak berpacaran dan menjadi istrinya.

Theresia Sri Endas Iswarini, komisioner Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan [Komnas Perempuan] mendesak polisi untuk menangani secara serius kasus ini.

Dalam wawancara dengan Floresa.co, ia berharap berharap Polres Manggarai menjalankan mandat Undang-Undang No 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual [UU TPKS] yang telah disahkan pada April lalu. Apalagi, kata dia, kewajiban melaksanakan UU TPKS merupakan perintah Kapolri melalui Surat Telegram Nomor: ST/1292/VI/RES.1.24/2022 pada 28 Juni 2022.

Theresia juga mengingatkan polisi untuk menggunakan UU Perlindungan Anak yang di dalamnya mengatur pemberatan 1/3 untuk sanksi bagi pelaku yang harusnya melindungi tapi justru melakukan kekerasan.

Theresia Sri Endas Iswarini, Komisioner Komnas Perempuan. (Foto: Ist)

Sementara itu, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak [PPPA], Silvanus Hadir menyayangkan peristiwa ini yang “mestinya tidak boleh terjadi karena guru adalah orang tua kedua dari siswa siswi.”

Pihaknya akan menurunkan tim Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak [P2TP2A] untuk mengecek kondisi para siswi sekaligus mengatasi trauma mereka dan selalu siap bila dibutuhkan untuk memberi pendampingan.

Silvanus juga mengapresiasi keberanian para siswi untuk melapor kasus itu karena “hanya dengan berani melapor, kita bisa mencegah kasus serupa terulang lagi.”

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di bawah ini.

Baca Juga