Perlu Penertiban untuk Agen Travel di Labuan Bajo; Belajar dari Kasus Kecelakaan Kapal KML Tiana Liveaboard

Selain mematuhi SOP, agen travel yang beroperasi Labuan Bajo juga perlu terdaftar pada asosiasi yang ada, agar memudahkan kontrol dan koordinasi ketika terjadi masalah.

Floresa.co – Kasus tenggelamnya kapal KML Tiana Liveaboard yang kemudian mengungkap praktik bohong agen travel kepada wisatawan, menurut asosiasi pelaku wisata dan pemerintah setempat, menjadi pelajaran penting untuk penertiban agen travel di Labuan Bajo.

Don Matur, Ketua Pelaksana Asosiasi Pengusaha Wisata Manggarai Barat [Asita Mabar] mengatakan agen travel yang memfasilitasi perjalanan wisatawan yang mengalami kecelakaan di perairan Taman Nasional Komodo pada bulan lalu itu menyalahi prosedur standar operasional atau SOP yang wajib dipenuhi setiap agen travel.

Menurutnya, setiap agen travel seharusnya wajib memberikan informasi yang jujur kepada tamu terkait dengan fasilitas yang akan disediakan kepada selama mereka berwisata.

“[Wisatawan] tidak boleh dijanjikan kapal ini, tetapi yang digunakan kapal lain. SOP itu sudah clear. Itu rentan terhadap komplain,” katanya kepada Floresa.

Agen travel yang memfasilitasi perjalanan para wisatawan dalam KML Tiana Liveaboard tersebut adalah CV Wisata Alam Mandiri dan Bintang Komodo Tour.

Kedua perusahaan tersebut bermitra dengan kapal itu yang kemudian tenggelam di perairan Batu Tiga, Taman Nasional Komodo pada 21 Januari 2023.

Empat belas orang wisatawan selamat, namun beberapa di antaranya ada yang harus dirawat di rumah sakit.

Enam wisatawan kemudian melaporkan manajemen kapal KML Tiana Liveboard dan agen travel CV Wisata Alam Mandiri dan Bintang Komodo Tour ke Polres Manggarai Barat.

CV Wisata Alam mandiri dilaporkan oleh empat orang yang merupakan satu keluarga dari Pekalongan, Jawa Tengah, sementara Bintang Komodo Tour dilaporkan oleh warga asing asal Latvia dan Kanada.

Baik manajemen kapal maupun kedua agen travel dilaporkan melakukan ‘kelalaian’ dan ‘penipuan’.

Itu merupakan kecelakaan kedua KLM Tiana Liveaboard, setelah kecelakaan pertama pada 28 Juni 2022 yang menelan dua korban jiwa. Kapal itu sebetulnya sedang menjadi barang bukti untuk kasus ini, dan menurut polisi, dipinjam pakai oleh pemiliknya untuk tujuan perawatan, bukan untuk beroperasi kembali.

Para korban juga menuding agen travel membohongi mereka karena dalam paket wisata selama tiga hari dua malam di perairan Taman Nasional Komodo yang ditawarkan kepada mereka, diinformasikan bahwa kapal yang digunakan adalah KM Nadia, bukan KLM Tiana Liveaboard.

Pelajaran Penting

Menurut Don, kasus ini memberi pelajaran penting, terutama terkait pentingnya kejujuran pihak agen travel menyediakan akomodasi sesuai penawaran dan permintaan dari pihak wisatawan, yang seharusnya sudah disepakati bersama.

Kesepakatan itu, kata dia, diambil setelah wisatawan setuju dengan fasilitas dan harga yang ditawarkan oleh agen travel.

“Dia [wisatawan] deal harga ketika dia sudah lihat semua fasilitas,” katanya.

Ia mencontohkan, jika seorang wisatawan memilih paket 10 hari 9 malam di daratan Flores, maka dipaparkan ke jelas jadwalnya, termasuk hotel dan kapal yang akan digunakan saat wisata laut.

“Itu sudah tercantum semua. Tidak boleh ia [agen travel] melanggar, karena foto kapalnya sudah dikirim,” katanya.

“[Jadi] bukan seenaknya dibolak-balik, ganti fasilitas,” tambahnya.

Ia mengatakan, kapal sebetulnya hanya salah satu item kecil dari paket wisata yang ditawarkan oleh agen travel, selain penerbangan, hotel, jenis hotel, transportasi darat, transportasi laut dan sebagainya.

Meski demikian, tegas Don, hal itu juga mesti diatur tegas dan rinci, misalnya antara agen travel dan manajemen kapal harus terikat kontrak sehingga tidak ada upaya saling melempar tanggung jawab ketika terjadi masalah.

“Kalau ada masalah seperti itu [kecelakaan kapal], kita tidak lempar tanggung jawab begitu. Kalau kita [di Asita], kita harus bertanggung jawab penuh,” tegasnya. 

Begitupun antara wisatawan dengan pihak agen travel, kata dia, keduanya terikat oleh kontrak kerja sama juga.

Sementara itu, Pius Baut, Kepala Dinas Pariwisata Mabar menegaskan bahwa yang bertanggung jawab penuh atas masalah KML Tiana Liveaboard adalah agen travel.

“Saya tetap menyatakan bahwa semua tanggung jawab keselamatan keamanan dan kenyamanan wisatawan ada pada agen travel. Walaupun mereka bekerja sama dengan kapal, tetapi itu urusan mereka,” katanya kepada Floresa.

Menurut dia, tanggung jawab itu dibebankan kepada agen travel karena pihak yang berkoresponden dengan wisatawan adalah mereka.

“Yang menjual paket itu baik di darat, di laut adalah agen travel. Paket itu kan ada item-item di dalamnya, termasuk kesanggupan menyediakan sarana transportasi, darat, laut, makanan dan seterusnya. Jadi, itu tanggung jawab agen travel,” tegasnya.

Sanksi

Kadis Pius juga berjanji akan memberikan sanksi kepada CV Wisata Alam Mandiri karena melakukan kelalaian, yakni mengabaikan beberapa SOP yang wajib dipenuhi.

“Kami akan memberikan teguran tertulis kepada agen travel ini, karena dia menyalahi SOP. Sisi itu yang kita beri sanksi…agar dia tidak mengulangi lagi,” ujarnya.

Pelanggaran SOP yang dimaksud, kata Kadis Pius, karena terbukti guide yang memandu para wisatawan tidak melakukan briefing, tidak mengecek serta tidak mengarahkan wisatawan untuk menggunakan life jacket.

Apalagi, kata dia, pemandu wisatanya juga bukan anggota Himpunan Pramuwisata Indonesia.

“Padahal itu standar yang harus dilakukan oleh seorang guide, khususnya ketika memandu wisatawan di laut,” kata dia.

Ia menyatakan, pihaknya telah melakukan rapat koordinasi dengan beberapa pihak terkait untuk menanggapi masalah tersebut, seperti Syahbandar Labuan Bajo, Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores, Dinas Perizinan, SAR, serta berbagai asosiasi wisata seperti ASITA, HPI dan Askawi.

Rapat itu, jelasnya, membahas dan membenahi SOP meski “sebenarnya SOP ini bukan hal baru.”

Sementara itu, Don menyatakan, tenggelamnya Kapal KML Tiana Liveaboard merusak reputasi pariwisata Labuan Bajo.

Ironinya, kata dia, meski sudah dilabeli destinasi super premium, tetapi peristiwa seperti ini masih kerap terjadi.

Ia menyesali keputusan yang mengizinkan kapal KML Tiana Liveaboard kembali berlayar setelah sebelumnya pernah mengalami kecelakaan.

“Kalau kasus ini [ditangani] di kepolisian, mohon diselesaikan secara terang-benderang. Kalau bisa dirilis terus, di-update terus progresnya,” ujarnya.

Hal itu, kata dia, penting agar tidak ada kesan tebang pilih dalam penyelesaian kasus-kasus yang berhubungan dengan pariwisata.

Ia menyinggung perlakuan terhadap tiga rekan mereka yang dipenjara karena menyalakan kembang api di depan Pulau Kalong tahun lalu.

“Itu kasus kecil. Tidak ada dampak terhadap jumlah kalong yang keluar setiap sore dan pagi di pulau itu tetapi mereka sudah masuk penjara sekarang,” ujarnya.

Ia juga berharap agar izin CV Wisata Alam Mandiri harus dicabut karena sudah merusak citra pariwisata Labuan Bajo, bahkan citra pariwisata Indonesia secara menyeluruh.

“Agen itu diberi sanksi tegas, dan tidak boleh diberi izin lanjutan di sini. Nanti dideteksi juga di perizinan, ketika menggunakan nama orang lain tapi dari manajemen yang sama, tolong diskip dulu. Ini perusak,” katanya.

Senada dengan Don, Ahyar Abadi, Ketua Asosiasi Kapal Wisata [Askawi] Manggarai Barat  juga meminta agar otoritas menindak semua kapal yang melanggar peraturan.

Menurut Ahyar, cerita tentang tenggelamnya kapal KML Tiana Liveaboard, pun kasus-kasus lain berpotensi mengurangi kunjungan wisatawan yang akan ke Labuan Bajo. 

“Dengan kasus tersebut, tentu membuat wisatawan semakin takut datang ke Labuan Bajo, khawatir datang ke Labuan Bajo,” katanya. 

“Harapan kita, baik dari pihak Polres Mabar pun KSOP memanggil pihak yang bertanggung jawab untuk memberikan keterangan yang pasti,” tegasnya. 

Perusahaan Wisata Perlu Berkantor di Mabar

Salah satu kendala yang dihadapi berbagai stakeholder pariwisata pasca peristiwa tenggelamnya kapal KML Tiana Liveaboard itu adalah berkoordinasi dengan agen travel serta manajemen kapal.

Hal, kata Kadis Pius, menjadi sulit dilakukan karena agen itu tidak terdaftar di wilayah Mabar.

“Untuk CV Wisata Alam Mandiri, dari dokumen yang saya miliki [tercatat] sebagai biro perjalanan wisata, tetapi berkantor di Bali,” katanya.

Ia mengimbau agar semua agen travel yang mengambil bagian dalam bisnis wisata di Labuan Bajo untuk berkantor di Labuan Bajo.

“Supaya kalau ada masalah, mudah koordinasi dan juga supaya bertanggung jawab terhadap trip atau seluruh paket perjalanan yang mereka tawarkan,” katanya

Salah satu organisasi yang memayungi perusahaan-perusahaan wisata ialah Asita.

Di Asita Mabar,, jelas Don, ada 94 perusahaan yang sudah menjadi anggota, baik berkantor pusat di Labuan Bajo maupun yang hanya memiliki kantor cabang di sana.

Pihaknya  mendorong agar agen travel yang berbisnis wisata di Manggarai Raya untuk bergabung di dalam asosiasi.

“Kalau kantor pusatnya di luar wilayah Mabar, kita mendorong sebaiknya buka cabang di sini. Cabang itu yang menjadi anggota Asita, supaya mudah koordinasi. Jangan sampai ada dusta di antara kita,” kata dia.

Syarat untuk menjadi anggota, kata dia, relatif mudah, karena mereka hanya perlu memenuhi beberapa ketentuan, yaitu memiliki akta, kantor, 60 persen stafnya berada di Mabar, dan setelahnya Asita memberi rekomendasi untuk proses izin selanjutnya. 

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini. Gabung juga di grup WhatsApp pembaca kami dengan klik di sini.

TERKINI

BANYAK DIBACA

BACA JUGA