Data Tak Sinkron, Minim Pelibatan Warga: Proyek ‘Telford’ Sarat Kejanggalan di Desa Gurung Liwut, Manggarai Timur

Warga menilai ketertutupan informasi hanya memperdalam dugaan ketidakberesan dalam pengerjaan proyek itu.

Floresa.co – Suatu pagi pada April 2023 Robianus Kadim tengah bersantai ketika ponselnya tiba-tiba berdering. Suara di seberang memintanya segera menemui Nikodemus Matu, Kepala Desa Gurung Liwut, Kecamatan Borong, Kabupaten Manggarai Timur. 

Tak lama usai menerima telepon pada Kamis, 13 April itu, ia bergegas ke kantor desa yang berlokasi di Rembong Nio, Dusun Mbeling. Jaraknya sekitar tiga kilometer ke arah selatan dari Kampung Ratung, tempat ia tinggal.

Setibanya di kantor desa, “saya diberi sebuah meteran dan diperintahkan kepala desa mengukur ruas jalan Mbeling-Tobang sepanjang 680 meter,” kata Robianus.

Ia diberi tahu tentang rencana peningkatan pengerasan [telford] pada ruas jalan itu, yang adalah jalur penghubung antardesa di dua kecamatan. Masing-masing Desa Gurung Liwut dengan Desa Golo Meleng di Kecamatan Rana Mese. Desa Golo Meleng berjarak sekitar enam kilometer arah barat Desa Gurung Liwut.

Jalan itu juga merupakan satu-satunya akses menuju sekitar 31,5 hektare persawahan dan sekitar 75 hektare perkebunan warga Dusun Mbeling. 

Mendengar instruksi Nikodemus, Robianus mengaku sempat bingung, lalu bertanya, “memangnya di desa ini saya sebagai apa?”

“Anda adalah salah satu anggota TPK,” kata Nikodemus, seperti diceritakan kembali oleh Robianus. 

TPK, singkatan dari Tim Pelaksana Kegiatan, membantu Kepala Urusan atau Kaur dalam kegiatan pengadaan barang/jasa di desa. Anggotanya terdiri dari unsur perangkat desa; lembaga kemasyarakatan desa; dan/atau masyarakat.

Robianus kemudian diinformasikan telah ditetapkan sebagai anggota TPK pada 2020 bersama dua orang lainnya – Ferdi Harum dan Klementinus Jehaman.

Mendapat penjelasan itu, ia sempat mempertanyakan honornya selama ini yang belum pernah diterima.

“Bagaimana dengan honor saya sebelumnya?,” kata Robianus kepada Nikodemus.

Nikodemus memberitahu bahwa dia memang mendapat jatah honor, tetapi  sudah dipakai untuk bayar pajak.”

Pembicaraan itu, kata dia, disaksikan oleh beberapa aparatur, yakni Bendahara Desa, Florianus Siong; Sekretaris Desa, Heribertus Adiman dan Kaur Pembangunan, Meltiana Anu. 

Merujuk pada Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 Tentang Pedoman Penyusunan Tata Cara Pengadaan Barang/Jasa di Desa, memang tidak ada ketentuan pasti terkait jumlah honor TPK. Pasal 11 ayat 7 menyatakan jumlahnya “memperhatikan kemampuan keuangan desa.”

Dihubungi Krebadia – penulis laporan ini dalam kolaborasi dengan Floresa – Minggu, 31 Desember, Nikodemus menyatakan ketentuan “honor TPK di Gurung Liwut sebesar dua persen dari pagu dana setiap proyek.” 

Kepala Desa Gurung Liwut, Nikodemus Matu. (Andre Babur/Krebadia)

Namun, ia tidak merinci jumlah honor yang seharusnya sudah diterima oleh setiap anggota TPK, termasuk Robianus.

Meski kecewa karena belum pernah mendapat honor tersebut, Robianus memutuskan tetap menjalankan instruksi Nikodemus setelah dijanjikan mendapat honor setelah pengerjaan telford.

Itulah mengapa tak lama usai pembicaraan di kantor desa, ia bersama Meltiana Anu dan Klementinus Jehaman bergegas melakukan pengukuran jalan Mbeling-Tobang. 

Anggaran yang Tidak Sinkron

Pengerjaan telford jalan itu dimulai pada 18 Agustus 2023 atau empat bulan usai pertemuan di kantor desa.

Pengerjaannya menandai satu-satunya program pembangunan desa pada sub-bidang pengerjaan umum dan penataan ruang yang terealisasi pada 2023 dari tiga item yang tercantum dalam dokumen Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa [APBDes].

Tiga item itu masing-masing pemeliharaan jalan usaha tani dengan pagu dana sebesar Rp204.000.000, pembangunan/peningkatan/pengerasan jalan usaha tani Rp370.000.000 dan pembangunan jembatan milik desa Rp75.000.000. 

Di lokasi proyek jalan itu, Krebadia mendapati sebuah papan bertuliskan pagu dana dan sistem pelaksanaan “secara swakelola,” minus informasi mengenai volume pekerjaan, seperti yang lumrah tertera pada papan proyek pemerintah.

Merujuk pada informasi di papan itu, dana pengerjaan telford tercatat Rp194.000.000, yang berarti tidak sesuai dengan pagu dalam APBDes.

Terkait perbedaan pagu ini, Nikodemus mengklaim nominal yang tertulis bukan pagu yang sebenarnya, melainkan “dana material.”

Sementara dana Harian Orang Kerja [HOK], perencana dan honor TPK tak tercakup dalam pagu pada papan proyek, katanya.

Ia beralasan “ada regulasi yang mengatur pagu tidak semuanya harus tertulis pada papan proyek,” meski tidak merinci regulasi yang dimaksud.

“Dana riil proyek tersebut,” kata Nikodemus, “sebesar Rp204.000.000,” sebagaimana yang termuat dalam dokumen APBDes untuk item pemeliharaan jalan usaha tani.

Klaim Nikodemus bahwa proyek telford tercakup dalam “pemeliharaan jalan usaha tani,” berbeda dengan pernyataan Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa [DPMD] Manggarai Timur, Gaspar Nanggar.

Saat diwawancara Krebadia pada 11 Desember, ia menyebut proyek tersebut “tercakup dalam item pembangunan atau peningkatan atau pengerasan jalan usaha tani.” Jika merujuk pada klaim Gaspar anggarannya sebesar Rp370.000.000.

Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa [DPMD] Kabupaten Manggarai Timur, Gaspar Nanggar. (Andre Babur/Krebadia)
Isidorus Debrito, warga Gurung Liwut yang juga lulusan jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Universitas Nusa Cendana Kupang memberi catatan bahwa “proyek telford seharusnya masuk kategori peningkatan ruas jalan,” bukan pemeliharaan, seperti klaim Nikodemus.

Mantan pendamping desa di Kecamatan Elar Selatan ini memberi contoh suatu jalan tani yang sudah diperkuat dengan lapisan penetrasi [lapen] berangsur-angsur rusak, sebelum kemudian diperbaiki.  “Jika kasusnya begitu,” katanya, “dikatakan pemeliharaan.”

Sebaliknya, “ketika suatu jalan tanah diperkuat lewat telford, maka tercakup dalam proyek peningkatan jalan.”

Untuk peningkatan jalan, anggaran sebesar Rp370 juta, sebagaimana tercatat dalam APBDes, ia sebut “masuk akal.”

Di sisi lain, Gaspar Nanggar memberi catatan bahwa papan proyek “tak sekadar dipajang.”

“Itu nanti dilaporkan [ke DPMD], lalu kami teruskan ke Inspektorat pada tingkat daerah untuk kemudian dilaporkan ke pusat,” katanya.

Ia menjelaskan, “harus ada kesesuaian data dana antara APBDes dan papan proyek dalam pelaporan.”

Ketidaksesuaian dana yang diinformasikan ke publik dengan yang riil, “menunjukkan pelanggaran,” katanya.

Krebadia berusaha menemui Kepala Inspektorat Daerah Kabupaten Manggarai Timur, Tadeus Enggur di kantornya pada 11 Desember. Namun, seorang pegawainya menyatakan ia tengah berada di Jakarta.

Krebadia juga berkali-kali menghubungi Tadeus melalui pesan WhatsApp. Tetapi pesan tidak direspons meski sudah bercentang dua.

Mengacu pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 35 Tahun 2018, Inspektorat, termasuk di tingkat kabupaten/kota masuk dalam kategori Aparat Pengawas Internal Pemerintah, yang juga menangani urusan di tingkat pemerintah desa.

Isidorus Debrito menyoroti ketidaksesuaian informasi pagu itu, menyebut  “keseluruhan pagu dana pada suatu proyek mesti tercantum pada papan proyek.”

Alokasi dari keseluruhan pagu dana tersebut “barulah nanti dijabarkan dalam RAB” atau Rancangan Anggaran Biaya.

TPK Tidak Tahu RAB

Sejak dimandatkan mengerjakan proyek telford, Robianus mengaku tak diserahi RAB oleh pemerintah desa.

“Berulang kali saya minta RAB, tapi tidak diberikan,” katanya.

Sebaliknya, ia malah “dilempar” ke sana kemari.

Ia mengaku pernah meminta RAB ke Florianus Siong, Bendahara Desa. Namun, Florianus justru menyuruhnya meminta ke Santos, penyedia material proyek itu.

“Saya tidak tahu spesifikasi pengerjaan karena tidak memegang RAB,” kata Robianus.

Dihubungi Krebadia pada 17 November, Ketua TPK, Meltiana Anu membenarkan pengakuan Robianus.

“Tidak ada di saya. RAB itu masih di bendahara desa,’’ katanya.

Meltiana merupakan ketua TPK yang ditetapkan pada 2022, menggantikan Klementinus Jehaman yang saat ini menjabat sebagai Kepala Urusan Pemerintahan, sekaligus pengelola administrasi kependudukan dan pertanahan pada tingkat desa.

Krebadia menemui Florianus di kediamannya di Dusun Paka, Desa Gurung Liwut pada Oktober 2023, mengonfirmasi RAB yang tak kunjung diserahkan ke TPK.

Ia meminta agar “ke kantor desa saja, bertemu kepala desa selaku pimpinan.”

Sebelumnya, Krebadia telah kali-kali menghubungi Florianus melalui WhatsApp. Namun, ia tidak merespons, meskipun pesan yang dikirim sudah bercentang biru, tanda telah dibaca.

Kondisi jalan proyek ‘telford’ di Desa Gurung Liwut. (Andre Babur/Krebadia)

Saat ditemui di kantor Desa Gurung Liwut pada 4 Desember, Nikodemus tidak menampik pernyataan Robianus.  

Kendati begitu, ia membantah pengakuan Meltiana soal Ketua TPK yang tidak memegang RAB.

“Ada di [ketua] TPK. Karena Anda minta, makanya mereka mengaku tidak pegang RAB,” kata Nikodemus.

Ia berdalih TPK “tak akan mengaku turut memegang RAB lantaran sering diminta oleh media.”

Krebadia menghubungi Meltiana melalui pesan WhatsApp pada 6 Desember, mengonfirmasi pernyataan Nikodemus.

Namun, ia tidak merespons meskipun pesan yang dikirim sudah bercentang dua.

Dalam pernyataan sebelumnya pada 14 November, Nikodemus sempat mengatakan kepada Krebadia bahwa “RAB itu tidak harus dipegang oleh TPK, tetapi cukup diperlihatkan saja.”

Ia juga mengaku keberatan jika dokumen perencanaan proyek telford itu diberikan kepada media, kecuali semua desa di Manggarai Timur juga diminta dokumen serupa.”

Kepala DPMD, Gaspar Nanggar yang ditemui pada 11 Desember menyatakan “RAB wajib dipegang oleh TPK.”

“Logika sederhananya,” katanya, “dari namanya saja tim pelaksana kegiatan.”

“Jadi, semua yang berkaitan dengan proyek itu sudah tertuang di dalam RAB yang dipegang oleh TPK,” kata Gaspar.

Sementara itu, pengamat yang pernah menjadi pengajar di Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa “APMD” di Yogyakarta, Syarief Aryfaid mengatakan APBDes adalah perencanaan yang “dikenal dengan rumusan N-1 direncanakan N existing untuk N+1.”

Artinya, kata dia, suatu proyek yang dijadwalkan pada tahun depan harus sudah terprogram pada setahun sebelumnya.

“Jika TPK tak tahu-menahu soal informasi program, saya anggap itu sebagai malpraktik perencanaan,” katanya kepada Krebadia melalui sambungan telepon pada 16 Desember.

Kepala desa selaku kuasa pengguna anggaran “harus membentuk tim TPK yang diketuai oleh kepala desa disertai dengan berita acara dan surat keputusan [SK].”

Syarief Aryfaid. (Dokumentasi pribadi)

“TPK yang namanya tercatut tetapi tidak terlibat [dalam perencanaan], maka ada dua alat bukti yang bisa ditelusuri, yakni berita acara dan SK,” kata Syarif, pria yang berasal Dampek, Lamba Leda Utara, Manggarai Timur itu.

Kepala Desa: “Bukan Swakelola Murni”

Proyek telford yang dikerjakan secara swakelola itu melibatkan Santos, seorang kontraktor.

Keterlibatan Santos, pihak ketiga dalam proyek itu dinyatakan dalam surat kesepakatan kerja sama dengan Nikodemus. 

Menentukan Santos sebagai pihak ketiga, kata Nikodemus, adalah “penunjukan langsung, mengingat dana proyek di bawah Rp200 juta.” Dana yang ia sebutkan mengacu pada nominal Rp194 juta yang tertera pada papan proyek.

Dengan pelibatan pihak ketiga, ia menyebut sistem pengerjaan proyek tersebut bukan swakelola murni.

“Kalau sebut swakelola agak rumit. Disebut pakai pihak ketiga juga rumit,” katanya.

Tumpukan batu terbengkalai di lokasi proyek pengerjaan ‘telford’ Desa Gurung Liwut. (Andre Babur/Krebadia)

Kendati demikian, ia mengklaim tahapan-tahapan yang ditempuh dalam perencanaan proyek sudah sesuai prosedur.

Penggunaan jasa pihak ketiga sebagai penyedia material, kata Nikodemus, untuk mempercepat proses pengerjaan.

Langkah Nikodemus sebetulnya tidak sejalan dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 205/PMK.07/2019, Bab VII Tentang Pedoman Penggunaan Dana Desa.

Pasal 33 ayat 2 peraturan itu menyatakan bahwa, “Pelaksanaan kegiatan yang dibiayai dari dana desa diutamakan dilakukan secara swakelola dengan menggunakan sumber daya atau bahan baku lokal dan diupayakan dengan lebih banyak menyerap tenaga kerja dari masyarakat desa setempat.”

Di sisi lain, penunjukkan pihak ketiga secara langsung, bukan hasil musyawarah desa, bertentangan dengan Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa.

Bab XI Tentang Kerja Sama Pihak Ketiga, khususnya pasal 93 ayat 2 UU itu menyatakan kerja sama dengan pihak ketiga “dimusyawarahkan dalam musyawarah desa.”

Dari penelusuran Krebadia, di Desa Gurung Liwut tercatat tiga unit armada pengangkut material milik warga. Di antaranya milik Yohanes Anis, warga Dusun Paka; Tarsisius Pan, warga Dusun Lidi dan Siprianus Palus, warga Dusun Rehes.

Alih-alih menggunakan jasa mereka, Nikodemus memilih Santos yang berasal dari wilayah luar desa.

Selain itu, material milik warga setempat hanya sebagian kecil yang digunakan oleh Santos, karena sebagian besar didatangkan dari luar wilayah desa.

Harga material yang diterima warga, menurut penelusuran Krebadia, juga bukan hasil musyawarah dengan warga, melainkan atas kesepakatan warga dengan Santos.

Kepala DPMD Gaspar Nanggar memberi catatan bahwa pelibatan pihak ketiga dalam proyek di desa seharusnya hanya untuk “item yang tidak bisa dikerjakan oleh tenaga manusia.”

Sedangkan harga material “seharusnya disepakati bersama warga melalui musyawarah desa.”

Ketidakjelasan proyek telford ini menjadi perhatian Badan Permusyawaratan Desa [BPD] Gurung Liwut.

Apalagi, proyek itu tiba-tiba berhenti sejak 18 September sebelum dilanjutkan pada akhir November 2023.

Ketua BPD, Narsisius Nan Barung mengaku beberapa kali menanyakan kelanjutan proyek tersebut ke Nikodemus.

“Kepala desa hanya bilang, nanti akan saya tanyakan ke bendahara dulu,” kata Narsisius pada 15 November.

Ia menyatakan “kepala desa mempunyai kewenangan mutlak guna mengambil keputusan apabila ditemukan persoalan dalam program pembangunan desa.”

“Saya bilang ke Pak Kades,” kata Narsisius, “Anda merupakan pengguna anggaran. Kami tidak tahu siapa itu bendahara. Yang kami tahu, kenapa proyek itu tidak dilanjutkan?”

Padahal, menurut dia, perencanaan awal proyek itu tak sekadar telford, melainkan juga deker.

Kepada Krebadia, Robianus mengaku pengerjaan proyek tersebut terhambat lantaran suplai material yang tidak lancar.

“Kadang saya harus hubungi kepala desa dulu, baru material datang,” katanya.

Selain itu, ia juga mempertanyakan tukang yang tak diberi peralatan kerja.

Karena tak dilibatkan sejak awal perencanaan, Robianus “merasa bingung lantaran proyek yang semestinya swakelola, malah memakai pihak ketiga sebagai penyedia material.”

Krebadia berupaya meminta konfirmasi dari Nikodemus terkait pernyataan Robianus, yang dijawab: “Urusan material bukan lagi tanggung jawab pemerintahan desa Gurung Liwut, melainkan Santos.” 

Krebadia sempat mendatangi Santos di kediamannya di Borong, ibu kota Manggarai Timur. Seorang karyawannya menyatakan Santos sedang sakit. 

“Dia di lantai dua, lagi sakit mata,” katanya.

Minim Pelibatan Warga

Sejumlah warga Dusun Mbeling yang ditemui Krebadia secara terpisah mengungkapkan ketiadaan pelibatan warga sejak perencanaan proyek itu. 

“Sebagai penerima manfaat proyek, warga semestinya dilibatkan,” kata Nikolaus Baru, salah satu tokoh masyarakat setempat.

Nikolaus Baru, tokoh masyarakat Gurung Liwut, Borong, Manggarai Timur. (Andre Babur/Krebadia)

Hal serupa diungkapkan Robi Arman, warga kampung Mbeling.

“Proyek yang dilaksanakan tertutup memperkuat dugaan masyarakat bahwa ada yang tidak beres,” katanya kepada Krebadia pada 14 November.

Krebadia sempat memantau pelaksanaan musyawarah desa di Desa Gurung Liwut pada 4 Desember.

Tak seorang pun tetua adat dan tokoh masyarakat yang hadir dalam musyawarah tentang program strategis pembangunan tahun 2024 itu. Ketua dan beberapa anggota BPD lainnya juga tidak hadir.

Terkait musyawarah desa, Syarif Aryfaid mengatakan “Undang-Undang Desa bahkan Permendesa telah mengatur musyawarah desa yang semestinya dilakukan secara inklusif atau terbuka.”

Dengan kata lain, musyawarah desa tak hanya berlaku untuk “segelintir orang penyelenggara pemerintahan desa.”

Jika itu terjadi, “warga dapat menggugat lewat BPD untuk menuntut penyelenggaraan musyawarah desa luar biasa.”

“[Gugatan] Itu boleh dilakukan karena sudah dipertegas dalam UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa,” katanya.

Di sisi lain, Nikodemus mengatakan kepada Krebadia bahwa selama ini “musyawarah desa selalu mengundang lima tokoh masyarakat dari setiap dusun.”

Namun, Wilibrodus Sebar, tetua adat setempat membantah pengakuan Nikodemus.

“Seingat saya [tokoh masyarakat] tidak pernah diundang, kecuali pada masa Yosep Sakung,” katanya. Yosep menjabat Kepala Desa Gurung Liwut pada 2014-2019.

Sementara itu, Kepala DPMD Gaspar Nanggar berjanji mengambil langkah untuk menelusuri dugaan ketidakberesan di Desa Gurung Liwut, termasuk dalam proyek telford.

“Saya segera memanggil kepala desa untuk dimintai klarifikasi terkait sejumlah kejanggalan itu,” katanya. 

Editor: Anastasia Ika

Liputan dikerjakan Andre Babur dari Krebadia dalam kolaborasi dengan Floresa, bagian dari program penguatan kapasitas jurnalis di Flores. Program ini didukung hibah dari Alumni Thematic International Exchange Seminar [TIES] Departemen Luar Negeri Amerika Serikat.

spot_imgspot_img

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini.

Baca Juga Artikel Lainnya

Menteri Sandiaga Uno Tanam 1.000 Pohon di Golo Mori, Labuan Bajo, Tapi Dukung Pembabatan ‘Jutaan Pohon’ untuk Proyek Parapuar di Kawasan Hutan Bowosie

Penanaman pohon, kata Sandiaga, bagian dari upaya mendukung ‘green tourism’ di Labuan Bajo, namun dianggap sebagai aksi ‘tipu-tapu’

Maria Suryanti Jun: Menentang Geotermal karena Poco Leok Tanah Adat dan Warisan Leluhur Kami

Kelompok perempuan di Poco Leok terlibat aktif dalam gerakan perlawanan menolak proyek geotermal yang diyakini mengancam masa depan hidup dan lingkungan mereka

Abrasi Kian Parah, Pesisir Sikka Kian Terancam

Warga berjibaku mencari solusi di tengah abainya pemerintah

BRI Cabang Ruteng Beri Penjelasan terkait Kasus Nasabah yang Protes Soal Tunggakan Pinjaman

Nasabah tersebut mempersoalkan tunggakan lebih dari Rp29 juta 

Perkuat Sisi Bisnis dan Teknologi, Floresa Ikut Program Pendampingan ‘Advance’ AMSI

Pelatihan intensif tatap muka di Jakarta selama tiga hari dilanjutkan dengan pendampingan lanjutan selama tiga bulan ke depan