Aktivitas Vulkanis Lewotobi Laki-laki Menurun, Warga Tinggalkan Pos Pengungsian untuk Urus Ternak dan Kebun

Mereka merasa tak bisa terus bergantung pada pemerintah, harus cari jalan supaya tetap punya pendapatan

Floresa.co – Jumat sore, 26 Januari, Benediktus Koda Soge baru saja memberi makan dua ternak babinya. 

Ia telah lebih dari sepekan pulang ke kampung dan tidak pernah lagi kembali ke pos pengungsian.

Semasa tinggal sementara di pengungsian, “saya hanya bisa sekali dalam 2-3 kasih pakan mereka,” katanya. 

Selain cemas babinya mati, ia juga takut jika dicuri.

Kalau memaksa bolak-balik pengungsian dan rumah, “ongkos ojek mahal.”

Rumah Benediktus berada di Dusun Tuakewiti, Desa Dulipali, Kecamatan Ile Bura, Flores Timur. 

Ia mengungsi ke pos pengungsian di Desa Ile Gerong, Kecamatan Titehena pada 1 Januari, bertahan di sana hingga sekitar 20 hari, sebelum memutuskan pulang ke Tuakewiti.

Rumah Benediktus berjarak sekitar 16 kilometer dari pusat Kecamatan Titehena.

Ia mengerti Gunung Lewotobi Laki-laki masih berstatus “Awas”–level tertinggi dari empat status peringatan terhadap aktivitas vulkanis suatu gunung berapi. 

Meski begitu, ia berkeyakinan untuk pulang lantaran “harus mengurus ternak dan kebun,” kata lelaki 58 tahun itu kala ditemui Floresa.

Karena ingin mengurus ternak dan kebun, Benediktus Koda Soge (58) memutuskan pulang ke rumahnya di Dusun Tuakewiti, Desa Dulipali, Kecamatan Ile Bura, Flores Timur. (Maria Margaretha Holo/Floresa.co)

Keteguhannya kian pasti karena “sepekan terakhir tak terdengar gemuruh dari arah gunung.”

Sementara ia pulang, istri dan anaknya tetap berada di pos pengungsian Ile Gerong.

Lebih dari dua pekan berada di pengungsian, ia merasa “tak bisa lama-lama bergantung pada pemerintah.” 

Tak satupun pekerjaan dapat ia lakukan, sehingga ia tidak bisa mendapat penghasilan.

Sebagian besar waktunya di pengungsian dihabiskan hanya dengan duduk atau mengobrol dengan sesama pengungsi. 

“Kami harus cari jalan sendiri supaya kembali ada pendapatan,” katanya.

Ia mengolah beberapa kebun, yang salah satunya berada di kaki Lewotobi Laki-laki. Kebun di kaki gunung itu turut terimbas aliran lahar dingin pada 15 Januari. 

Padi dan jagung yang ditanamnya sudah “habis tertimbun lumpur.” Kebunnya gagal panen. 

Kebunnya yang lain berjarak sekitar empat kilometer dari kampung. Ia sempat tiga kali menengok kebun itu semasa tinggal di pengungsian, tetapi “belum sepenuhnya dibersihkan.”

Sebelum erupsi yang memaksanya mengungsi, Benediktus masih mampu mengupah tetangga atau kerabat, membantunya membersihkan kebun. 

Kini urusan membersihkan kebun harus ia lakukan sendiri. 

Selain karena belum memiliki pendapatan lagi, para tetangga dan kerabat pun terpencar di pelbagai pos pengungsian. 

Sakit-sakitan di Pengungsian

Pengungsi lain juga memutuskan pulang, tetapi dengan alasan yang berbeda.

Dina Dika mengajak putranya yang berusia 14 tahun kembali ke kampung, sesudah lebih dari dua pekan tinggal di pos pengungsian Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Wulanggitang.

Perempuan 45 tahun asal Dusun Podor, Desa Boru, Kecamatan Wulanggitang itu mengaku sakit-sakitan selama tinggal di pengungsian.

Hingga dua pekan lamanya ia terserang batuk dan pilek, sementara putranya berkali-kali demam.

Mereka sudah memeriksakan diri ke pos kesehatan dalam area pengungsian, telah diberi obat, tetapi tak sembuh juga.

“Pemerintah masih melarang kami pulang,” katanya kepada Floresa pada 26 Januari, “tapi kalau bertahan di pengungsian, kami malah gampang sakit.”

Apalagi “sarat orang dalam satu tenda,” kondisi yang menurutnya membuat pengungsi, terutama anak-anak, jadi mudah tertular penyakit.

Kegelisahannya bertambah dalam beberapa hari terakhir, bersamaan hujan yang turun nyaris tiap hari di Wulanggitang.

“Musim hujan begini, anak-anak rentan terserang penyakit demam berdarah,” katanya, “jadi saya bawa pulang anak dulu.”

Dina Dika (45) seorang pengungsi asal Dusun Podor, Desa Boru, Kecamatan Wulanggitang, Flores Timur memilih kembali ke rumahnya untuk sementara waktu lantaran anaknya sedang sakit. (Maria Margaretha Holo/Floresa.co)

Jumlah Pengungsi Naik-turun

Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi [PVMBG] mencatat aktivitas vulkanis Lewotobi Laki-laki menurun pada 16-22 Januari 2024. 

Meski aktivitas berkurang, Lewotobi Laki-laki “masih berpotensi menyemburkan awan panas,” kata Kepala PVMBG, Hendra Gunawan pada 25 Januari.

Mengacu prakiraan itu, PVMBG mempertahankan status peringatan Lewotobi Laki-laki pada level “Awas”. Masyarakat diimbau tak beraktivitas dalam radius lima kilometer dari rekahan kawah.

Sementara itu, Pos Data dan Informasi Erupsi Lewotobi Laki-laki, Badan Penanggulangan Bencana Daerah Flores Timur mendata sebanyak 6.275 warga masih mengungsi hingga 28 Januari. 

Seorang petugasnya, Eduard Antonio Diaz menyatakan jumlah pengungsi “naik-turun” setiap hari karena “ada yang kembali ke rumah.”

“Yang masuk dalam daftar pengungsi adalah mereka yang berada di pos pengungsian setiap kali kami melakukan pendataan,” katanya kepada Floresa.

Untuk warga yang pulang berhari-hari tanpa pemberitahuan, kata dia, “dianggap tidak mengungsi.”

Editor: Anastasia Ika

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini. Gabung juga di grup WhatsApp pembaca kami dengan klik di sini.

BACA JUGA

BANYAK DIBACA