Komisioner KPUD Manggarai Barat Hadapi Sidang Etik terkait Tuduhan Pelecehan Seksual terhadap Staf

Terlapor, Krispinus Bheda, merupakan satu-satunya anggota KPUD Manggarai Barat yang lolos seleksi komisioner baru periode 2024-2029

Floresa.co – Salah satu komisioner Komisi Pemilihan Umum [KPU] Kabupaten Manggarai Barat di Provinsi Nusa Tenggara Timur menghadapi tuduhan pelecehan seksual terhadap staf dan akan menjalani sidang etik.

Pelapor yang kini didampingi Lembaga Bantuan Hukum [LBH] Apik Kupang sudah mengadukan masalah ini ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu [DKPP].

Namun, LBH Apik, lembaga yang fokus pada upaya advokasi perempuan korban kekerasan, masih irit bicara untuk menjelaskan kasus ini.

Sidang Digelar 2 Februari

Sementara itu terlapor Krispianus Bheda, komisioner KPUD Manggarai Barat mengatakan ia sudah mendapat panggilan dari DKPP untuk mengklarifikasi tuduhan ini.

“Saya akan ikuti sidang DKPP pada 2 Februari di Kupang,” katanya kepada Floresa pada 31 Januari.

DKPP adalah lembaga yang bertugas menangani pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu.

Krispianus yang sudah menjadi komisioner sejak lima tahun lalu sudah dinyatakan lolos seleksi komisioner untuk periode 2024-2029.

Ia satu-satunya komisioner periode 2019-2024 yang kembali terpilih dari empat yang kembali ikut seleksi.

Ia mengakui bahwa pelapor sudah mengadukan masalah ini sejak proses seleksi dilakukan.

Pelapor, katanya, kini melaporkan lagi tuduhan yang sama ke DKPP.

Krispianus mengatakan siap menjalani sidang itu untuk “membuktikan bahwa saya tidak [melakukan pelecehan] sebagaimana dituduhkan.”

Sementara itu, Joan Patricia Walu Sudjiati Riwu Kaho dari LBH Apik tidak bersedia menjelaskan rinci kasus ini.

“Kami masih sementara berproses,” katanya kepada Floresa pada 31 Januari.

Jawaban serupa juga disampaikan Ansi Damanis Rihi, pengacara LBH Apik kepada Floresa.

Sumber Floresa yang mengetahui kasus ini dan meminta tidak menulis namanya menjelaskan, pelapor adalah seorang perempuan Aparatur Sipil Negara yang diperbantukan di KPUD Manggarai Barat.

Ia ditugaskan di Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih, Partisipasi Masyarakat dan Sumber Daya Manusia, yang dipimpin oleh Krispianus, kata sumber itu.

Hubungan dengan Krispianus, jelasnya, terjalin sejak 2019, bermula dari hubungan kerja di divisi itu.

Sumber itu mengatakan antara pelapor dan Krispianus kemudian sering terjadi keributan di kantor, hal yang kemudian diselesaikan oleh KPUD Manggarai Barat dengan mengirimkan pelapor untuk kuliah S2 di sebuah kampus di Jawa pada tahun 2020.

Namun, setelah menyelesaikan pendidikan pada tahun 2023, kata sumber itu, keributan keduanya masih terjadi.

Saat proses seleksi komisioner KPUD Manggarai Barat periode 2024-2029 dilakukan, pelapor mengadukan masalah ini kepada panitia seleksi dan kini ke DKPP.

Penjelasan Ketua KPUD Manggarai Barat

Ketua KPUD Manggarai Barat Robertus V. Din mengakui bahwa persoalan antara pelapor dan komisioner terlapor sudah berlangsung lama.

Antara tahun 2019 atau 2020, secara kelembagaan, katanya, ia pernah mempertemukan keduanya usai terjadi keributan di kantor.

Namun, katanya, yang dibahas waktu itu adalah “masalah pribadi.”

Kepada Floresa pada 1 Februari, Robertus berkata, untuk “masalah pribadi mereka itu, saya tidak bisa campur.”

Pertemuan itu, jelasnya, ditindaklanjuti dengan imbauan ke semua staf di KPUD agar membantu menyelesaikannya, “supaya kita bisa jadi nyaman.”

Robertus tidak menjelaskan rinci kepada Floresa bentuk masalahnya.

“Pesan kami waktu itu, tidak boleh buat keributan di sini, di kantor, karena akan mengganggu,” dan bila ada masalah pribadi diselesaikan melalui jalur yang benar. 

“Ketika menjurus ke hal-hal pidana silahkan ikut jalur yang ada. Sudah ada jalur kode etik juga buat kita sebagai penyelenggara, yaitu DKPP,” tambahnya.

Robertus juga mengklaim telah meminta Sekretaris KPUD Manggarai Barat memberikan surat peringatan, baik kepada pelapor maupun ke komisioner, bila masih terjadi keributan di kantor.

“Memang setelah itu mereka tidak ada ribut lagi, sampai dia [palapor] pergi kuliah,” katanya.

Ia menjelaskan, dua bulan lalu pelapor kembali ke kantornya setelah kuliahnya selesai.

Bersamaan dengan proses seleksi KPUD, tambah Robertus, ada laporan terkait kasus ini ke panitia seleksi dan ke DKPP.  Ia juga mengaku mengetahui rencana sidang di DKPP pada 2 Februari.

Sementara terkait kuliah yang dijalani pelapor, Robertus mengatakan, itu merupakan program dari KPU Pusat, bukan atas usulan KPUD Manggarai Barat.

“Rasanya [program kuliah] itu hak pribadi mereka, saya tidak paham hal begitu,” ujarnya.

Kuliah tersebut, klaim Robertus, juga bukan bagian dari penyelesaian masalah pelapor dengan terlapor.

Dalam penanganan kasus ini, DKPP akan merujuk pada Peraturan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilihan Umum.

Editor: Peter Dabu, Ryan Dagur

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini. Gabung juga di grup WhatsApp pembaca kami dengan klik di sini.

TERKINI

BANYAK DIBACA

BACA JUGA