Floresa.co – Polisi menyatakan jurnalis di Manggarai Timur yang telah ditahan sebagai tersangka kasus penganiayaan menghadapi ancaman hukum lima tahun enam bulan penjara.
Andre Kornasen, pimpinan media Floreseditorial.com dan adiknya Yohanes Jehaman Kornasen atau YJK, ditahan sejak 7 April terkait kasus penganiayaan terhadap Firman Jaya, jurnalis Detiknet.id.
Penahanan terjadi setelah penetapan tersangka pada 4 April.
Berbicara dalam konferensi pers pada 8 April, Kapolres Manggarai Timur, AKBP Suryanto berkata, keduanya dijerat dengan pasal 170 ayat 1 KUHP tentang kekerasan secara bersama-sama, pasal 351 ayat 1 KUHP tentang penganiayaan, serta pasal 55 ayat 1 KUHP tentang turut serta melakukan tindak pidana.
“Ancaman hukuman maksimal yang mereka hadapi adalah lima tahun enam bulan penjara,” katanya.
Suryanto memaparkan bahwa penganiayaan terjadi pada 31 Maret, sekitar pukul 22.30 Wita, di sebuah kamar kos Firman di Watu Ipu, Kelurahan Kota Ndora, Kecamatan Borong.
“Korban saat itu sedang bersama temannya, Viki. Mereka mendengar ketukan keras di pintu kos. Saat dicek dari jendela, Firman melihat Andre dan YJK berdiri di luar,” tuturnya.
Tak lama setelah itu, kata Suryanto, salah satu dari keduanya berhasil masuk ke dalam kos.
Firman yang merasa terancam mencoba melarikan diri lewat jendela.
“Begitu keluar, ia langsung dihadang oleh Andre yang memukul korban secara berulang kali ke bagian wajah dan dada dengan kedua tangannya,” katanya.
Dalam posisi berhadapan Andre memukul “sebanyak empat kali,” terangnya.
Suryanto menuturkan bahwa saat itu Firman berusaha kabur, namun bajunya ditarik oleh Andre.
“Di saat bersamaan, YJK ikut memukul korban. YJK memukul korban ke arah bibir satu kali dan ke mata kanan empat kali,” katanya.
Motif dan Barang Bukti
Dalam pemeriksaan, kata Suryanto, tersangka mengaku pemukulan dipicu dugaan penghinaan terhadap Andre di Facebook oleh akun anonim, Rugha Boto.
Rugha Boto merupakan kata dalam bahasa lokal di Manggarai Timur yang diasosiasikan dengan mandul.
“Mereka merasa sakit hati karena menganggap akun fake Rugha Boto yang menghina Andre itu adalah milik Firman,” katanya.
Andre dan adiknya, lanjut Suryanto, awalnya hanya berniat menanyakan siapa pemilik akun itu.
“Namun, situasi berubah saat Firman mencoba melarikan diri sehingga emosi Andre memuncak. Ia dan adiknya akhirnya melakukan penganiayaan,” jelasnya.
Suryanto berkata, penyidik mengamankan barang bukti dari korban, berupa satu lembar kaos hitam lengan pendek dan satu unit ponsel yang sudah pecah.
“Menurut hasil visum, korban mengalami luka di alis mata kanan sepanjang 3,5 cm, lebar 0,4 cm, serta bengkak di bawah mata kanan, pelipis kanan dan bibir atas,” ujarnya.
Laporan Balik
Suryanto menyebut, Andre juga membuat laporan balik terhadap Firman dan tiga orang lainnya terkait dugaan pencemaran nama baik melalui Facebook.
Ketiga lainnya itu NJ, HM dan Viki.
“Mereka diduga menyebarkan ujaran kebencian melalui Grup Facebook bernama ‘Matim Bebas Berpendapat,’” ujarnya.
Ia menambahkan, Andre melapor mereka pada 31 Maret pukul 11.00 Wita.
“Barang bukti yang kami amankan berupa enam screenshot postingan dari grup tersebut,” ungkapnya.
Saat ini proses penyelidikan terhadap laporan itu sedang berlangsung dan penyidik telah memeriksa pelapor dan beberapa saksi.
“Kami juga sudah berkoordinasi dengan ahli di bidang ITE, bahasa, dan pidana untuk membantu proses penyelidikan ini,” pungkasnya.
Dalam salah satu gambar tangkapan layar yang diperoleh Floresa, akun itu menulis di unggahan Andre untuk tidak percaya kepadanya, disertai makian dalam Bahasa Manggarai.
Akun itu juga mengklaim bahwa “kami di Manggarai Timur sudah tidak percaya lagi dengan Flores Editorial.”
Firman berkata kepada Floresa pada 2 April bahwa ia bukan pemilik akun itu.
“Saya sangat mendukung kalau Andre melaporkan akun palsu Rugha Boto,” katanya.
Ia pun menyebut pelaporan itu penting “biar nanti terungkap pemilik akun palsu itu.”
Saling Sindir di Facebook
Sebelum peristiwa pada 31 Maret, Andre dan Firman sempat mengunggah tulisan di Facebook, yang diduga jadi pemicu penyerangan.
Dalam tulisannya di Grup Facebook “Matim Bebas Berpendapat” pada 30 Maret, Andre mengkritik cara kerja jurnalis.
Ia menyebut ada jurnalis “yang kerjaannya cuma nulis berita setengah-setengah. Isinya panas di awal, bikin heboh, tapi ending-nya? Gak jelas! Begitu ada celah buat nego, tiba-tiba beritanya menguap entah ke mana.”
“Biasanya modusnya gini: nulis berita yang agak ‘menggigit’, nyinggung pihak tertentu, terus nunggu reaksi. Kalau yang diserang diem aja, lanjut cari korban lain. Tapi kalau ada yang gerah dan mau ‘bicara baik-baik’, ya tinggal rem tangan. Bisa jadi berita itu lenyap, atau malah berubah nada,” tulis Andre.
Beberapa jam setelahnya, via akun Facebook pribadinya, Firman Jaya mengunggah tulisan yang menyatakan, “hati-hati dengan trik Rugha Boto.” Ia tidak merinci kepada siapa julukan itu.
Dalam tulisannya, Firman mempersoalkan tindakan jurnalis itu yang ia sebut “sering menyerang wartawan di Matim?”
“Padahal, ia juga pernah bekerja sebagai wartawan. Alasannya sederhana: dia kemarin kan masuk dalam tim sukses Paket Akur,” tulisnya. Akur merujuk pada pasangan Andreas Agas-Tarsisius Syukur yang memenangi Pilkada Matim tahun lalu.
Firman mengklaim berdasarkan informasi yang dia peroleh, jurnalis itu tidak diperhitungkan di Tim Akur.
“Selain karena tidak memiliki basis massa, ia juga tidak memberikan kontribusi dengan Paket Akur. Dia tahu bahwa ia tidak mampu mendatangkan massa. Bahkan, anak saja tidak ada, apalagi mau datangkan masa. Oknum ini bisa dibilang mandul. Mandul dalam berpikir,” tulis Firman.
Ia menyatakan, serangan terhadap sesama jurnalis-kendati tidak dijelaskan secara rinci bentuknya-“adalah pola yang sengaja dibangunnya.”
“Tujuannya adalah agar dirinya terlihat bekerja dan dapat memanfaatkan medianya untuk menepis berita yang disebarkan oleh media lain.”
Ia mengakhiri tulisannya dengan pernyataan: “Begitulah cara kerjanya. Tahu to siapa dia? Di sini saya sebutkan julukannya sebagai Rugha Boto.”
Editor: Ryan Dagur