Floresa.co – Kementerian Kelautan dan Perikanan menyatakan akan mengembangkan Warloka, kampung nelayan tradisional dekat Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, NTT sebagai salah satu dari Kampung Nelayan Merah Putih (KNMP).
Warga setempat dan organisasi nelayan berharap, program itu bisa berdampak bagi perbaikan kesejahteraan mereka, sekaligus memberi perhatian pada ekosistem kawasan pesisir.
Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono menyampaikan rencana itu saat mengunjungi Warloka di Kecamatan Komodo pada 3 Juni.
Dalam pernyataannya kepada wartawan, ia berkata, Warloka akan dikembangkan sebagai KNMP sebagaimana telah dilakukan pemerintah di Desa Samber dan Binyeri, Kabupaten Biak, Provinsi Papua.
“Ini salah satu kandidat kampung yang layak kita kembangkan,” kata Trenggono.
“Kita telah berkoordinasi dengan Pak Bupati (Manggarai Barat Edistasius Endi), terkait desainnya nanti bagaimana,” tambahnya.
Ia menjelaskan, ada sejumlah hal yang akan dikerjakan, termasuk kelengkapan sarana produksi para nelayan.
Selain itu, syarat lainnya adalah 80% masyarakat bekerja sebagai nelayan.
“Ketika syaratnya terpenuhi, maka sarana dan prasarananya kita dukung,” katanya.
Beberapa sarana itu antara lain dermaga permanen, kastorit atau ruangan untuk menyimpan hasil tangkapan nelayan, pabrik es batu, stasiun pengisian bahan bakar umum nelayan (SPBUN), bengkel kapal dan sentra kuliner yang terintegrasi.
Dengan tersedianya sejumlah fasilitas itu, kata Trenggono, Kampung Warloka “bayangannya (akan menjadi) seperti di luar negeri.”
“Itu yang nanti kira-kira akan kita bangun. Kita punya model seperti di Biak. Di sana itu, dari kondisi yang jelek sekarang sudah bagus,” katanya.
Sementara itu, menurut Trian Yunanda, Staf Ahli Menteri Kelautan dan Perikanan Bidang Ekonomi, Sosial dan Budaya, ada beberapa fasilitas penunjang lain yang akan dibangun di Warloka, selain yang disebut Trenggono.
Fasilitas itu mencakup tambatan perahu, trekking mangrove, landscaping, shelter pendaratan ikan, kios perbekalan nelayan, kantor pengelola, pasar ikan, toilet umum, tempat pembuangan sampah dan gapura.
Apa itu KNMP?
KNMP merupakan program khusus KKP, dengan target 100 lokasi yang dibangun tahun ini, sementara yang lainnya pada tahun depan dan 2027.
“Program KNMP mendapat dukungan penuh dari Presiden Prabowo, di mana Pak Presiden meminta dibangun 1.100 kampung sampai tahun 2027,” kata Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan, Doni Ismanto Darwin, seperti dilansir Tempo.co.
Kementerian itu memperkirakan kebutuhan anggaran Rp22 miliar untuk membangun satu KNMP. Estimasi anggaran bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) itu merujuk pada biaya pembangunan KNMP di Biak.
Doni menuturkan, pembentukan KNMP untuk mendongkrak produktivitas nelayan “yang tadinya mengedepankan metode penangkapan, penyimpanan, sampai pemasaran hasil tangkapan (secara) tradisional, menjadi lebih modern dan berdaya saing.”
Pelaksanaan program ini, jelasnya, akan diselaraskan dengan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih yang menjadi program pemerintah Presiden Prabowo Subianto.
Koperasi Desa Merah Putih, kata dia, akan menjadi penguat produktivitas, termasuk mendatangkan kapal-kapal perikanan dengan tonase yang lebih besar, hingga akses pasar yang lebih luas.
Respons Warga
Warloka, yang berada di sebelah selatan Labuan Bajo, memiliki luas wilayah 3.829 kilometer persegi, dengan jumlah penduduk 1.804 jiwa pada 2019.
Suniadi, pedagang di Pasar Tradisional Warloka berkata, ia berharap program KNMP akan berdampak bagi mereka sebagai warga lokal.
Ia menyinggung soal program pemerintah sebelumnya, seperti pembangunan jalan aspal ke Warloka pada tahun lalu yang tidak ditindaklanjuti dengan perubahan tata kelola kampung nelayan itu.
Ia merujuk pada kondisi pasar saat ini yang semrawut, membuat mereka berjualan di pinggir jalan dan tidak ada pemisahan yang tegas antara pedagang sayur dan ikan.
“Tidak ada yang berubah soal tata letak pasar. Yang kita harapkan, pasar itu harus ditata dengan baik,” katanya.
Menjual di jalan, katanya, berbahaya, karena “tempat orang lalu lalang dan anak-anak lari kiri kanan.”
Sementara Sulaiman Said, seorang nelayan berkata, ia mendukung pembuatan SPBUN di Warloka yang menjadi salah satu fokus penyediaan sarana KNMP.
SPBUN, katanya, akan “sangat membantu para nelayan.”
Namun, ia mengingatkan agar pembangunannya dikaji dengan baik mengingat lokasinya dekat kampung.
Sementara Fikram, warga yang bergerak di bidang jasa pariwisata berharap dengan dibangunnya dermaga baru, akan mempermudah akses mereka.
Ia berkata, di Warloka pernah ada dermaga kayu, namun rusak sehingga saat ini nelayan mesti menggunakan ketinting untuk bisa naik ke perahu mereka.
Fikram juga berharap rencana pembangunan tempat penampungan ikan dibahas secara matang, mengingat Warloka sudah padat penduduk.
“Kita lihat saja nanti konsep pembangunannya,” katanya.

Tak Hanya Infrastruktur, Perhatikan Juga Ekosistem Pesisir
Kendati mendukung program ini, organisasi Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) memberi catatan bahwa pemerintah tidak cukup menyediakan anggaran dan sarana semata, tetapi juga memberi perlindungan ekologi pesisir pantai yang berkelanjutan.
“Kita tidak bisa menukar pembangunan jangka pendek dengan krisis ekologis jangka panjang. Pembangunan infrastruktur harus didahului dengan kajian dampak lingkungan partisipatif. Kawasan harus terintegrasi dengan upaya restorasi mangrove, pengurangan emisi, dan perlindungan zona tangkap tradisional,” kata Ketua Umum KNTI Dani Setiawan dalam siaran pers pada 3 Juni.
Ekonomi pesisir, kata dia, hanya akan berkembang kalau lingkungan pulih dan terjaga.
Karena itu, Dani menyebut program itu harus memperhatikan tiga elemen utama, yakni kemandirian ekonomi komunitas, kedaulatan politik nelayan, dan keberlanjutan lingkungan pesisir.
“Tanpa ini, kita berisiko mengulang kesalahan masa lalu, yakni membangun wilayah tanpa membangun manusianya,” katanya,
Dani menyebut pertumbuhan ekonomi nelayan akan terbentuk dengan munculnya kontrol komunitas terhadap produksi dan distribusi ekonomi di kawasan pesisir.
“Aset produksi tidak boleh jatuh ke dalam model ekonomi ekstraktif yang hanya mengalirkan sumber daya ekonomi keluar wilayah pesisir,” katanya.
Dani juga menyinggung soal kedaulatan politik nelayan, sehingga perlu keterlibatan komunitas nelayan secara sistematis di KNMP.
“Pembangunan pesisir tanpa kedaulatan komunitas hanya akan memperluas ketimpangan dan delegitimasi sosial terhadap negara.”
Editor: Ryan Dagur