Fungsionaris Adat Nggorang Minta Pengelolaan Tanah Kerangan Tetap Perhatikan Kepentingan Publik

Floresa.co – Status tanah seluas 30 hektar milik Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat [Pemda Mabar] yang sempat diklaim oleh berbagai pihak akhirnya kembali kepada kabupaten tersebut. Pasca penyerahan tersebut, Ahli waris Fungsionaris Adat Nggorang, Haji Ramang meminta Pemda agar tetap memperhatikan kepentingan publik dalam strategi pengembangannya.

“Satu titipan pa bupati, kalau bisa nanti di dalam strategi pengembangan dari wilayah [Kerangan] ini, mohon tidak dilupakan lahan untuk publik,” kata Ramang saat menghadiri penyerahan lahan itu dari pihak Kejaksaan Negeri [Kejari] Mabar kepada Pemda di Kerangan pada Jumat, 8 April 2022.

Mewakili pihak kejaksaan ialah Kepala Kejari Mabar, Bambang Dwi Murcolono. Sementara dari Pemda Mabar ialah Bupati Edistasius Endi.

BACA: Ditandai dengan Pemasangan Papan Nama Baru, Kejaksaan Resmi Serahkan Lahan Kerangan Kepada Pemda Mabar

Penyerahan itu dilakukan setelah adanya putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Berbagai pihak terseret ke dalam kasus lahan ini. Ada politisi, aparatur sipil negara, pengusaha, advokat, notaris, warga negara asing bahkan beberapa nama beken di tingkat nasional.

Menurut Ramang, lahan untuk publik harus menjadi prioritas agar masyarakat bisa mendapat manfaat penyerahan dari Fungsionaris Adat Nggorang kepada Pemda Manggarai pada tahun 1989 lalu.

Dalam penyearahan tahun 1989 itu, mewakili Fungsionaris Adat Nggorang ialah Haji Ishaka, yang merupakan ayah dari Ramang, kepada Bupati Gaspar Parang Ehok yang mewakili Pemda Kabupaten Manggarai. Tujuan penyerahan ialah untuk pembangunan sekolah perikanan.

“Ini penting, agar publik bisa merasakan penyerahan oleh fungsionaris adat kepada pemerintah dan juga masyarakat bisa memanfaatkan lahan ini,” ungkapnya.

Dalam foto tahun 1997 ini tampak Haji Muhammad Adam Djudje (kiri) bersama rekannya, Kamis Kamnu, berdiri di bagian atas lahan 30 hektar yang diserahkan ke Pemda. Djudje dimandatkan oleh Haji Ishaka, Fungsionaris Adat Nggorang untuk mengukur lokasi tersebut. (Foto: dokumen Frans Paju Leok)

Dalam penyerahan itu, hadir juga pelaku sejarah, Frans Paju Leok, orang yang dimintai Bupati Manggarai, Gaspar Ehok pada tahun 1997 menemui Haji Ishaka, Fungsionaris Adat Nggorang di Labuan Bajo untuk memproses pengukuran lahan itu yang hendak diberikan kepada Kabupaten Manggarai, yang adalah induk dari Kabupaten Mabar – yang mekar pada tahun 2001.

BACA: Kasus Korupsi Tanah Bandara Komodo Akan Dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor Kupang

Saya sebagai pelaku hadir pada saat pengukuran untuk pertama kali,” tuturnya sembari menyatakan rasa syukur dan terima kasih atas proses yang telah berlansung hingga terjadinya penyerahan tersebut.

“Sekarang tahun 2022. Sekitar 25 tahun ngambang atau tidak jelas atas status lahan ini. Tetapi dengar proses hukum yang berjalan, bagi kami, terima kasih,” ujarnya.

Peristiwa penyerahan itu ditandai dengan pemasangan papan nama baru atas nama Pemda Mabar, menggantikan papan nama lama milik Alm. Haji Adam Djuje, salah satu pihak yang mengklaim lahan tersebut.

Pemasangan papan nama tersebut dilakukan sendiri oleh Bambang dan Bupati Edistasius di atas lahan yang dikenal Toro Lemma Batu Kalo tersebut.

Sebelumnya, pada Jumat 1 April lalu, Bupati Edi secara simbolis menerima kembali aset tersebut itu dari Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur [Kejati NTT] di Kupang, yang juga dihadiri oleh Gubernur NTT, Victor Bungtilu Laiskodat.

VIDEO

ARJ/Floresa

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini. Gabung juga di grup WhatsApp pembaca kami dengan klik di sini.

TERKINI

BANYAK DIBACA

BACA JUGA