Walhi NTT Minta Pemerintah Kota Kupang Stop Sistem Pengelolaan Terbuka TPA Alak

Walhi NTT mengunjungi TPA itu pada 6 September, bagian dari upaya memperingati Hari Udara Bersih Sedunia oleh Perserikatan Bangsa-bangsa.

Baca Juga

Floresa.co – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia cabang Nusa Tenggara Timur [Walhi NTT] meminta Pemerintah Kota Kupang mengubah sistem pengelolaan tempat sampah di Kelurahan Alak agar meminimalisasi polusi udara yang mengganggu daerah sekitar.

Dalam pernyataan yang diterima Floresa, Sabtu, 9 September, Walhi NTT menilai metode pengelolaan terbuka (open dumping) di Tempat Pemrosesan Akhir [TPA] Alak saat ini “sangat mengganggu kesehatan dan kelestarian lingkungan, termasuk menyebabkan polusi udara yang berpotensi menyebabkan berbagai penyakit bagi warga sekitar.”

“Karena itu, Walhi NTT mengingatkan Pemerintah Kota Kupang agar segera mengubah metode pengelolaan sampah di TPA Alak,” kata Horiana Yolanda Haki, staf Advokasi Kampanye dan Pengorganisasin Rakyat Walhi NTT.

Desakan tersebut muncul setelah aktivis Walhi mengunjungi TPA itu pada 6 September, bagian dari upaya memperingati Hari Udara Bersih Sedunia oleh Perserikatan Bangsa-bangsa.

Peringatan itu diadakan pada 7 September setiap tahun dalam rangka kampanye mengatasi permasalahan udara bersih di dunia. Hal ini juga bertujuan untuk mendorong minat masyarakat dunia dalam meningkatkan kualitas udara.

Horiana mengatakan, metode terbuka “tidak layak diterapkan di TPA Alak karena sangat mengganggu kenyamanan warga sekitar, juga berpotensi mencemarkan lingkungan.”

“Dampak langsung dari metode ini pun telah terlihat dan dirasakan secara langsung oleh warga sekitar. Misalnya, polusi udara, bau busuk dan gas yang dihasilkan dari TPA tersebut,” katanya.

Selain itu, kata dia, di lokas tersebut terjadi perkembangan binatang perantara penyakit, seperti lalat dan tikus serta polusi air akibat banyaknya cairan sampah.

“Saat kita memasuki kawasan TPA, selain bau anyir yang bersumber dari air limbah sampah yang tercium dengan jelas, estetika lingkungan yang buruk karena pemandangan yang kotor akibat sampah juga terpampang dengan jelas di depan mata,” kata Horiana.

Dalam kunjungan itu, aktivis Walhi NTT juga menyaksikan secara langsung sejumlah perempuan dan anak yang bertahan hidup dengan menjadi pemulung. Mereka mengorek sampah untuk mencari bahan-bahan yang bisa dijual kembali ke para pengepul bahan daur ulang.

Walhi NTT mengingatkan bahwa perempuan dan anak-anak pemulung tersebut “rentan mengalami gangguan kesehatan” karena “pencemaran air serta udara dari sampah yang menumpuk di TPA Alak.”

Akivisi Walhi NTT saat meninjau TPA Alak pada Rabu, 6 September 2023. (Dokumentasi Walhi NTT)

Selain itu, kondisi di TPA Alak yang sangat terbuka, menurut WALHI NTT, rentan terjadi ancaman kebakaran seperti yang pernah terjadi pada 2022. Peristiwa kebakaran pada tahun lalu itu “sangat mengganggu kehidupan dan mobilisasi masyarakat di Kelurahan Alak karena lingkungan sekitar yang tertutup kabut asap.”

“Kepulan asap yang bersumber dari TPA juga memepengaruhi jarak pandang para nelayan yang berada di wilayah laut sekitar,” kata Horiana.

Menurut Walhi NTT, peristiwa itu mesti menjadi pembelajaran sekaligus peringatan kepada Pemerintah Kota Kupang.

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kawan-kawan bisa berdonasi dengan cara klik di sini.

Terkini