Curhat di Media Sosial, Cara Warga Manggarai Timur Minta Perhatian Pemerintah Bangun Jalan ke Kampung yang Masih Terisolasi

Kampung Mengge berada di dalam wilayah hutan, yang hanya bisa ditempuh dengan jalan kaki.

Baca Juga

Floresa.co – Warga Kabupaten Manggarai Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur menggunakan media sosial untuk meminta perhatian pemerintah agar membangun jalan ke sebuah kampung di pedalaman yang masih terisolasi dan masuk kawasan hutan lindung.

Langkah itu ditempuh setelah warga di Kampung Mengge, Desa Golo Munga Utara, Kecamatan Lamba Leda Utara berkali-kali memperjuangkannya, termasuk dengan meminta izin ke pemerintah provinsi untuk pembebasan kawasan hutan agar bisa membangun jalan.

Lewat unggahan di sebuah grup Facebook, Oswald Rino, seorang warga menulis: “Tompal koes momang, bincar koes di’a.”

Ungkapan dalam Bahasa Manggarai yang dibagikan di grup Facebook “Kabupaten Manggarai Timur” itu berarti memohon dengan sangat agar mendapat perhatian.

“Kepada siapakah mereka memohon? Dengan cara apakah mereka menyampaikannya?” tambah Oswald dalam unggahan itu yang telah direspons lebih dari 84 komentar.

Unggahannya disertai lampiran dua foto tangkapan layar sebuah video yang menampilkan beberapa warga Kampung Mengge berjalan kaki menyusuri hutan sambil memikul barang.

Oswald, 34 tahun, mengatakan kepada Floresa, ia mengunggah hal itu di media sosial karena telah berkali-kali menyampaikan aspirasi kepada pemerintah, namun tidak direspons.

“Masyarakat adat sudah beberapa kali bertemu dan sudah sampaikan pula kepada Bupati Manggarai Timur saat ia melakukan kunjungan kerja ke Desa Golo Munga dua tahun yang lalu. Namun, sampai saat ini belum ada jawaban,” katanya, Rabu, 18 April.

Oswald berasal dari Kampung Golo Pau, tetangga Kampung Mengge. Sebelumnya kedua kampung ini menjadi bagian dari Desa Golo Munga. Pada tahun 2019, terjadi pemekaran dan Kampung Mengge menjadi bagian dari Desa Golo Munga Barat.

Oswald mengatakan, Kampung Mengge berada di dalam hutan lindung Golo Munga, tepatnya di bagian utara. Selama ini kampung ini hanya bisa diakses dari Kampung Laci, Desa Nampar Tabang. Jaraknya dengan Kampung Mengge adalah lima kilometer. Waktu tempu dengan berjalan kaki adalah dua sampai tiga jam.

Kampung Mengge dihuni sekitar 70 keluarga, yang mayoritas berprofesi sebagai petani, dengan komoditas utama adalah kemiri, mete dan kakao, kata Oswald.

“Apabila hendak menjual hasil pertanian, warga akan membayar jasa orang lain untuk mengantarnya sampai ke Kampung Laci,” katanya.

Menurut sebuah laporan di Beritaflores.com, pada 2017 Pemerintah Desa Golo Munga pernah berencana mengalokasikan dana desa untuk membuka akses jalan raya ke Kampung Mengge.

Namun, karena jalan yang akan dibangun itu melintasi kawasan hutan lindung, warga desa diarahkan untuk mengurus izin pinjam pakai kawasan hutan ke Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Warga Kampung Mengge sedang memikul barang menyusuri jalan di tengah hutan. (Foto: Beritaflores.com)

Menindaklanjuti hal itu, pada 2019, Laurensius Rato, Kepala Desa Golo Munga saat itu menyurati Dinas Kehutanan provinsi.

Oswald mengatakan, permohonan kepada pemerintah provinsi itu sia-sia, karena “sampai saat ini belum ada jawaban dari dinas.”

Keresahan terhadap pemerintah terkait akses ke Kampung Mengge sebelumnya disampaikan juga oleh warga lainnya lewat sebuah video di YouTube.

Warga berjalan kaki melintasi tanjakan di jalan ke Kampung Mengge. (Foto: Oswald Rino)

Dalam kanal milik Fransiskus Luda yang diakses Floresa pada Kamis, 19 Oktober, ia mengunggah video berdurasi satu menit delapan detik, yang menampilkan beberapa warga, termasuk anak-anak dan lansia, berjalan kaki menyusuri hutan.

Dalam kolom deskripsi itu, ia menulis kalimat satir; “Jalan kaki adalah jalan sehat bagi kami masyarakat Mengge.”

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kawan-kawan bisa berdonasi dengan cara klik di sini.

Terkini