Dugaan Masalah Tanah di Balik Polemik ‘Asap Pembakaran Daging Babi’ Restoran di Labuan Bajo

Pemilik restoran itu melaporkan salah satu warga sekitar restoran pada 6 Oktober 2023 atas dugaan penipuan penjualan tanah.

Baca Juga

Floresa.co – Kamis malam 19 Oktober, sekitar pukul 22.00 Wita,  saat sedang menyantap makan malam di sebuah tempat di Bali, Matheus Siagian mendapat telepon dari karyawannya di Labuan Bajo.

“Saya dalam keadaan terdesak Pak. Tolong saya. Saya dipukul,” ujar karyawannya yang bernama Yohanes Nanggut itu, seperti dituturkan kembali oleh Matheus kepada Floresa.

Matheus – pemilik Restoran Bajo Booze – mengaku kaget menerima kabar itu.

Ia pun langsung menelepon polisi meminta pengamanan di lokasi.

“Polisi juga reaksinya cepat. Datang ke lokasi angkut pelaku. Angkut juga korban. Semua dibawa ke Polres,” ujar Matheus.

Matheus menceritakan ke Floresa melalui sambungan telepon pada Jumat 27 Oktober mengenai insiden keributan di restoran itu.

Ia mengklaim, tiga karyawannya dipukul sejumlah orang pada malam itu.

“Staf saya yang terkapar di jalan itu dua orang,” katanya.

“Yohanes yang dibuka bajunya,” tambahnya, merujuk pada Yohanes Nanggut, manajer restoran.

Mateus menduga jumlah pelaku yang mengeroyok karyawannya sekitar 10 orang. 

“Saya tidak tahu kenapa hanya dua orang yang diproses [polisi],” ujarnya.

Sebagaimana ditulis Floresa sebelumnya, insiden itu terjadi antara karyawan restoran dengan pemilik rumah di dekat restoran.

Kasus ini ramai diberitakan sejumlah media, mengaitkannya dengan isu kerukunan umat beragama di Labuan Bajo, sesuatu yang jauh dari masalah sesungguhnya.

Restoran yang terletak di Jalan Alo Tanis ini berada di antara beberapa rumah warga di RT 20, Kelurahan Labuan Bajo.

Salah satunya rumah milik Kuri Umar, berjarak sekitar delapan meter dari restoran.

Floresa menemui Kuri dan istrinya, Nurdia pada Senin, 23 Oktober.

Menurut mereka, keributan pada malam itu dipicu oleh masalah asap pembakaran daging babi dari Restoran Bajo Booze.

Asap tersebut, menurut mereka, mengganggu kenyamanan, apalagi lokasi pemanggang daging babi memang berada di bagian depan di tempat terbuka.

Menurut Kuri, sebenarnya sudah ada kesepakatan antara pihak restoran dan tetangga terkait penanganan masalah asap ini.

“Kami sudah sepakat bahwa nanti akan dibuat pipa ke atap rumah agar asap [hasil pembakaran daging babi] dibuang ke udara saja,” ujar Kuri saat diwawancara Senin, 23 Oktober.

Kuri mengatakan, ia memang berteriak ke arah restoran malam itu, yang kemudian direspons oleh Yohanes dengan berkata; “Apa kau? Kau mau apa?”

Ia berkata, Yohanes juga sempat memegang kerah bajunya.

Saat kembali bertanya tentang kesepakatan terkait penanganan asap itu, kata dia, Yohanes menjawab; “Silahkan lapor saya di polisi atau di bupati, saya tidak takut.”

Ia menjelaskan, Yohanes juga mengambil parang di restoran dan menodongnya ke arah rumah Kuri, sambil berkata; “Supaya kau tahu, saya ini preman, saya akan gusur dan bakar kau punya rumah.”

Saat Yohanes marah-marah sambil mengacungkan parang itu, menurut Kuri, orang-orang yang melewati jalan sekitar lokasi berhenti dan menyaksikan situasi itu. 

Ketika melihat ada yang memvideokan kejadian itu, Yohanes, kata dia, melepaskan parang dari tangannya.

Ramiati, 23 tahun, putri Kuri pun diam-diam menyembunyikan parang itu.

Dalam wawancara dengan Floresa pada 24 Oktober, Yohanes mengakui mengambil parang karena “memang pada saat itu saya emosi.”

“Dengan refleks saya mengambil parang [di restoran] untuk membela diri, karena saat itu masa melempar batu ke arah restoran,” katanya.

“Saya tidak bermaksud lain,” katanya, terkait upaya mengambil parang itu.

Ketika anak perempuan Kuri “mengambil parang dari tangan saya, untuk menghargai perempuan, saya berikan saja,” katanya.

Ia mengatakan, Kuri sudah beberapa kali mendatangi Restoran Bajo Booze.

“Kalau saya hitung, sudah lima kali dia datang komplain soal asap ini”, katanya. 

“Saya sudah sampaikan apa yang menjadi keluhan mereka ke bos saya, tapi karena usaha kami baru berjalan dua bulan, kecil kemungkinan untuk kami penuhi permintaan mereka, sementara modal usaha ini belum kembali ke kami,” tambahnya.

Kepada Floresa pada 28 Oktober, Matheus mengatakan “tidak pernah ada kesepakatan” soal penanganan asap itu.

“Mereka bilang, kalau bisa ada kipas angin. Kami sudah pasang kipas angin di situ,” ujarnya.

Matheus mengaku sejak membuka restorannya empat bulan lalu memang ada tetangganya yang melarang menjual daging babi.

“Mereka datang [bilang] begini. ‘Kamu jangan jual makanan babi di sini’. Saya bilang ‘memang tempat saya saja yang jual? Di Labuan Bajo ini banyak sekali yang jual kok. Bukan hal yang baru. Kenapa kamu hanya [melarang] ke tempat saya?’” ujar Matheus.

Akhirnya, menurut dia, tetangganya tidak melarang dengan syarat “yang penting pasang kipas angin”.

“Ya, sudah saya pasang kipas angin di situ,” ujarnya.

Soal pipa atau cerobong untuk membuang asap ke atas, menurut Matheus, justru bila dibuat, asapnya akan langsung masuk ke rumah Kuri Umar.

“Karena rumah dia posisinya lebih tinggi dari tempat saya. Jadi, kalau saya dorong asapnya ke atas, itu akan masuk ke rumah dia langsung. Lebih baik tidak pakai cerobong,” ujarnya.

Karena itulah, menurut Matheus, ia sebenarnya sedang mengupayakan membuat tembok pembatas.

“Dari tembok itu saya pasang kipas ke depan. Saya tidak pernah mau cari ribut sama tetangga,” ujarnya.

Sementara itu, Kuri Umar yang kembali dihubungi Floresa pada Sabtu, 28 Oktober mengaku tidak pernah bertemu langsung dengan Matheus.

Kuri mengatakan, ia juga tidak pernah mengusulkan kipas dan pipa sebagai solusi untuk mengatasi asap dari pembakaran itu.

Menurut Kuri, ia dan dua tetangga lainnya yaitu Ardy dan Lane Ibrahim dalam pertemuan dengan Yohanes Nanggut, Manajer Restoran Bajo Booze, mengusulkan agar pembakaran daging itu dilakukan di dapur.

Karena itulah, menurut dia, Ardy, tetangga yang berprofesi sebagai polisi mengusulkan dari dapur itu itu kemudian asap dibuang melalui pipa ke udara.

“Kami tidak pernah melarang mereka untuk bakar apa pun di situ. Kami hanya mempermasalahkan soal asap,” ujar Kuri.

Dugaan Efek Masalah Tanah

Kepada Floresa, Matheus menduga masalah utama yang memicu keributan pada 19 Oktober itu bukanlah karena asap.

Karena menurut dia, soal asap ini, tetangganya pun sudah mengetahui rencananya membangun tembok.

“Jadi, saya bingung, kenapa mereka tiba-tiba seperti itu,” ujarnya.

Matheus menduga pemicu keributan ini terjadi karena ia melaporkan Lane Ibrahim ke Polres Manggarai Barat pada 6 Oktober 2023.

Laporan itu, katanya, terkait dengan transaksi pembelian tanah yang dilakukan Mathues dengan Lane sebelumnya.

Menurut Matheus, saat mengajukan pembuatan sertifikat ke Badan Pertanahan Nasional [BPN], berkasnya ditolak karena ternyata tanah tersebut sudah bersertifikat atas nama orang lain.

“Jadi, saya curiga sekali, ya saya duga, saya tidak berani bilang 100%, pemicu nomor satunya karena mereka tidak senang saya lapor. Kalau yang lain-lain, sebenarnya tidak perlu agresif begitu,” ujar Matheus.

Dugaan ini, menurutnya, diperkuat oleh keterlibatan salah satu anak Lane Ibrahim berinisial B dalam peristiwa pada Kamis malam itu.

B, katanya, “salah satu yang ikut pukul staf saya.”

Terkait masalah tanah ini, Kuri yang ditanya Floresa pada 28 Oktober mengatakan, ia memang mengetahui adanya transaksi jual beli tanah itu, karena ia juga turut menjadi saksi.

Namun, Kuri mengatakan tidak mengetahui kalau kemudian transaksi tersebut bermasalah.

“Saya tidak tahu terkait permasalahan antara Matheus dan Lane. Yang saya tahu Matheus membeli tanah Lane dan saya ikut menandatangani surat saksi dalam pembelian itu karena lahan Lane yang dibeli oleh Matheus dekat dengan lahan saya,” ungkap Kuri.

Pada hari yang sama, Sabtu 28 Oktober, Floresa mendatangi rumah Lane, mengkonfirmasi pengakuan Matheus mengenai tanah yang dijualnya ke Matheus.

Lane mengakui adanya transaksi penjualan tanah itu yang kini menjadi masalah.

Ia juga mengaku sudah diperiksa oleh Polres Manggarai Barat pada 11 Oktober.

Namun, Lane membantah kasus jual beli tanahnya dengan Matheus ini dikaitkan dengan insiden keributan pada 19 Oktober.

“Tidak ada hubungannya masalah asap dengan tanah yang saya jual,” katanya.

“Waktu kejadian malam itu, kami kaget ada ramai di depan rumah dan kejadiannya tidak seperti yang diberitakan oleh media-media yang berlebihan bahwa itu soal daging babi. Salah itu,” katanya.

Lane mengaku asap pembakaran daging itu tidak sampai ke rumahnya.

“Namun kami perlu duduk bersama karena ada Kuri yang jadi korban [asap],”ujarnya. 

Lane juga  membantah dugaan Mateus bahwa ia mempengaruhi tetangga lainnya untuk berkonflik.

“Saya orang miskin. Setiap hari saya kerja. Tidak ada waktu untuk melakukan hal yang tidak berguna,” ujarnya. 

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kawan-kawan bisa berdonasi dengan cara klik di sini.

Terkini