Floresa.co – Bupati Manggarai, Heybertus G.L Nabit membuka peluang merevisi keputusannya terkait pemberhentian Tenaga Kesehatan non Aparatur Sipil Negara [Nakes non-ASN] usai mereka meminta maaf secara langsung dengan tata cara adat.
Pernyataannya muncul di tengah kritikan yang meluas terhadap kebijakan bupati yang mengklaim diri sebagai pengusung perubahan itu.
Dalam pertemuan bersama ratusan Nakes pada 19 April itu, salah satu perwakilan menyampaikan permintaan maaf kepada Nabit secara adat Manggarai atau kepok, berharap agar dipekerjakan kembali di Puskesmas tempat mereka bekerja sebelumnya.
“Kalau ada satu-dua hal yang membuat bapak sakit hati, kami meminta maaf yang sedalam-dalamnya,” kata perwakilan Nakes itu.
“Segala kata-kata yang tidak berkenan, salah langkah dalam menyikapi segala hal, bapak bupati kami sangat meminta maaf,” tambahnya.
Merespons hal itu, Nabit, yang didampingi Sekretaris Daerah, Fansialdus Jahang berkata, “permintaan maaf diterima, tetapi terkait nasib teman-teman ke depan, saya tidak bisa jawab sekarang.”
Kepastian nasib para Nakes, kata dia, akan diberikan setelah “berkomunikasi dulu dengan semua jajaran.”
“Kasih kita kesempatan untuk mengambil keputusan. Nanti kita atur yang terbaik untuk semua,” katanya.
Ia berkata segala persoalan mestinya diselesaikan secara internal, alih-alih melakukan audiensi dengan DPRD, merujuk pada aksi Nakes pada 6 Maret yang menemui anggota dewan.
Ungkapan kekesalan, kata dia, “boleh-boleh saja, tetapi jangan berlebihan.”
“Kita kan sudah bicarakan baik-baik di sini,” katanya merujuk pada pertemuan Nakes dengan Pemkab Manggarai pada 12 Februari.
“Untuk apa lagi dibicarakan di sana [kantor DPRD]. Yang kalian lakukan memang benar, hanya tanggapan orang luar yang jadi soal,” katanya.
Ia berkata, “seandainya ke depan [kita] bisa bekerja sama lagi, jangan membakar rumah sendiri.”
Nabit juga mengingatkan Nakes supaya “tidak terprovokasi dengan segala hal dan hati-hati memberikan pernyataan.”
Ia mengklaim ada orang-orang tertentu yang menghasut Nakes supaya melakukan audiensi dengan DPRD, meski tidak menjelaskan rinci orang yang dia maksud.
“Ada orang yang buat kita jatuh. Mereka menghasut kita. Tetapi di saat kita demonstrasi, mereka tidak datang. Akhirnya kita sendiri yang dapat akibatnya. Saya tahu semua itu,” katanya.
Pernyataan Nabit membuat Elias Ndala, koordinator para Nakes mengingatkan teman-temannya yang hadir dalam pertemuan itu agar berhati-hati membicarakan masalah ini.
“Teman-teman sudah mendengar apa yang disampaikan bapak bupati, sehingga kalau ada teman-teman wartawan yang bertanya, jangan dulu menanggapinya, supaya orang-orang di luar sana tidak salah menanggapinya,” katanya.
“Jangan dulu memberikan keterangan kepada media,” tambahnya.
Nabit menjadi sorotan dalam beberapa pekan terakhir, usai kebijakan kontroversial memecat 249 Nakes non-ASN usai mereka mereka mengajukan sejumlah permintaan, termasuk perpanjangan Surat Perjanjian Kerja [SPK] dan kenaikan gaji.
Mereka juga meminta tambahan penghasilan, hal yang sebelumnya pernah dijanjikan Nabit.
Namun, aspirasi mereka kemudian dijawab Nabit dengan tidak memperpanjang SPK Nakes yang terlibat dalam aksi menuntut kehidupan layak tersebut.
Langkah Nabit ini memicu kecaman luas dari berbagai elemen, termasuk di level nasional.
Para Nakes di Manggarai mendapat honor bervariasi, di mana ada yang diberi Rp300 ribu per bulan, jauh dari Upah Minimum Regional Kabupaten Manggarai tahun 2024 dan 2023 yang masing-masing Rp 2.186.826 dan Rp 2.123.994 per bulan.
Editor: Herry Kabut