Laju Penurunan Prevalensi Stunting Lamban, Penggunaan Anggaran Dinilai Tidak Tepat Sasaran

Anggaran tinggi, namun tidak sejalan dengan penurunan prevalensi stunting di Indonesia

Floresa.co – Pemerintah menyadari anggaran untuk pencegahan dan penurunan stunting ada yang tidak tepat sasaran, sehingga prevalensi stunting masih tetap tinggi. 

Karena itu, Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/BKKBN yang merupakan Pelaksana Program Percepatan Penurunan Stunting Nasional mendorong adanya evaluasi terhadap anggaran mengatasi tangkes atau stunting yang tersebar di berbagai kementerian/lembaga, serta pemerintah daerah dan pemerintah desa. 

“Anggaran untuk penanganan pencegahan stunting ini cukup besar sebetulnya, baik yang tersebar di 17 kementerian dan lembaga, maupun di pemerintah daerah. Tetapi pertanyaannya, kenapa stunting turunnya sedikit sekali? Atau bahkan ada [daerah] yang naik? Inilah yang harus kita evaluasi. Ada apa? Apa yang keliru di dalam penggunaan anggaran ini?,” kata Deputi Bidang Keluarga Sejahtera & Pemberdayaan Keluarga (KSPK), Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/BKKBN, Nopian Andusti.

Karena itu, katanya, dalam Dialog Forum Merdeka Barat 9 [FMB9] yang mengangkat tema “Makan Bergizi Gratis Solusi Atasi Stunting” pada 18 November, anggaran pencegahan dan penurunan stunting di berbagai kementerian/lembaga serta pemerintah daerah dan pemerintah desa, perlu dibedah lebih jauh.

Ia menjelaskan, anggaran yang dialokasikan memang besar, tetapi hanya “kulitnya” untuk stunting. 

Di dalamnya, “banyak digunakan untuk perjalanan dinas, banyak digunakan untuk rapat-rapat,” katanya.

 “Judul besarnya, program percepatan penurunan stunting, tetapi kegiatannya, misalnya rapat, perjalanan dinas. Apakah ini mengungkit percepatan penurunan stunting? Ini yang perlu kita pertanyakan,” katanya.

“Sama halnya di anggaran pendapatan dan belanja desa, juga kewajiban desa untuk mengalokasikan anggaran dari dana desa untuk percepatan penurunan stunting. Nah, ini sebetulnya perlu kita evaluasi juga,” ujar Nopian.

Tahun 2023, prevalensi stunting di Indonesia sebesar 21,5%. Artinya, dari 100 anak di Indonesia, sebanyak 22 di antaranya menderita stunting. 

Penurunan tingkat prevalensi stunting tahun 2023 relatif kecil, hanya 0,1% dari 21,6% pada 2022. 

Padahal pada tahun 2022, pemerintah mengalokasikan dana Rp44,8 triliun untuk mendukung program percepatan pencegahan stunting. 

Anggaran tersebut terdiri dari belanja yang tersebar di 17 kementerian dan lembaga sebesar Rp34,1 triliun dan Pemerintah Daerah melalui Dana Alokasi Khusus [DAK] Fisik sebesar Rp8,9 triliun serta DAK Nonfisik sebesar Rp1,8 triliun. 

Intervensi Dini

Selain evaluasi anggaran, Nopian Andusti menilai salah satu langkah utama yang ditekankan untuk bisa menurunkan, bahkan mencegah munculnya kasus baru stunting, adalah intervensi dini. 

Menurutnya, pendekatan ini mencakup seluruh siklus kehidupan, dimulai bahkan sebelum seseorang menjadi orang tua.

“Kami memastikan calon pengantin melakukan pemeriksaan kesehatan tiga bulan sebelum menikah untuk mendeteksi anemia atau kekurangan energi kronis,” katanya.

Deteksi dini ini memungkinkan pemerintah memberikan intervensi berupa suplemen penambah darah atau nutrisi tambahan, sehingga calon ibu berada dalam kondisi optimal saat memasuki masa kehamilan. 

Untuk mendukung program ini, BKKBN mengembangkan aplikasi Siap Nikah dan Siap Hamil, yang mempermudah pasangan muda memantau kesiapan fisik dan kesehatannya. 

“Dengan pendekatan teknologi, masyarakat dapat lebih mudah memahami risiko yang ada dan menjalani langkah preventif sebelum membangun keluarga,” tambah Nopian.

Sementara itu, Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Pembangunan Manusia dan Pemerataan, Sekretariat Wakil Presiden RI, Suprayoga Hadi, menyebutkan pemerintah tengah menyusun Strategi Nasional baru yang menekankan pencegahan stunting. 

Dalam aturan baru, fokusnya pada lima kelompok sasaran, yakni calon pengantin, remaja putri, ibu hamil, ibu menyusui dan balita.

“Perpres baru akan menjadi landasan untuk periode 2025–2029. Selain menekankan pencegahan, kami juga memastikan anggaran benar-benar tersalurkan secara efektif,” katanya. 

Ia juga menggarisbawahi peran teknologi sebagai alat inovatif dalam menekan angka stunting.

Salah satu contoh adalah aplikasi Digital e-Assistance for Stunting Information yang menyediakan informasi lengkap mengenai pencegahan dan penanganan stunting. 

“Aplikasi ini dapat diakses oleh bidan dan kader keluarga di lapangan untuk membantu mereka memberikan edukasi yang efektif,” katanya.

Sinergi dengan Program Makan Bergizi Gratis

Pada kesempatan yang sama, Pelaksana Tugas Deputi III Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan [Kemenko PMK], Nunung Nuryartono, mengatakan pemerintah akan mengintegrasikan program penurunan stunting ini dengan program Makan Bergizi Gratis [MBG] yang mulai dilakukan pada Januari 2025.

Ia berkata, pemerintah melalui program MBG berkomitmen menyediakan asupan nutrisi yang memadai untuk menurunkan angka stunting di Indonesia. terutama di kalangan rentan seperti ibu hamil dan anak-anak balita. 

Program MBG, jelasnya, tidak hanya menyasar peserta didik, tetapi juga untuk ibu hamil, ibu menyusui, dan anak-anak berusia di bawah lima tahun, kelompok yang juga menjadi sasaran intervensi stunting. Hal ini sejalan dengan Perpres No. 72 Tahun 2021 tentang percepatan penurunan stunting, yang juga sedang direvisi untuk menyesuaikan dengan kebutuhan terbaru.

“Dengan adanya program makan bergizi gratis ini, tidak hanya bisa mendorong penurunan stunting di Indonesia, namun lebih dari itu, yang kita upayakan adalah mencegah terjadinya stunting,” ujar Nunung.

Editor: Petrus Dabu

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini. Gabung juga di grup WhatsApp pembaca kami dengan klik di sini.

BACA JUGA

BANYAK DIBACA