Kasus Penganiayaan Warga Sipil oleh Empat Anggota TNI di Flores Timur Berujung Damai, Dandim Janji Tidak Toleransi Pelanggaran

Korban mengaku dipukul dengan kabel, diinjak dan direndam di dalam bak air selama 30 menit

Floresa.co – Komandan Distrik Militer (Dandim) di Flores Timur berjanji tidak menoleransi pelanggaran yang dilakukan anak buahnya, kendati kasus penganiayaan terhadap warga sipil yang melibatkan anggotanya telah berujung damai.

Pernyataan itu disampaikan Dandim 1624 Flores Timur, M. Nasir Simanjuntak merespons kasus penganiayaan yang dilakukan oleh empat anggotanya terhadap Damianus G. Werang, warga Kampung Sukutukang, Desa Purulela, Kecamatan Wulanggitang.

Keempat anggota itu adalah Maklon Baunu, I Komang Sudian, Jefrianus dan Marceos Ola Mado.

Kasus itu berujung damai setelah Simanjuntak yang didampingi Komandan Rayon Militer (Danramil) 1624-06/Boru, Paulus Kedang bersama keempat pelaku dan beberapa anggota TNI lainnya meminta maaf secara adat kepada Damianus dan keluarganya pada 2 Mei malam. 

Dalam mediasi yang digelar di Aula Koramil 1624-06/Boru, Simanjuntak berkata “TNI berkomitmen menegakkan disiplin dan tidak menoleransi pelanggaran oleh anggotanya.”

Ia juga mengklaim “TNI tidak menutup mata terhadap kesalahan anggotanya.” 

“Kalau ada yang salah, segera laporkan. Jangan dibiarkan atau ditutupi,” katanya seperti dikutip dari Floresterkini.pikiran-rakyat.com.

Simanjuntak juga menekankan pentingnya sinergi antara TNI dan masyarakat dalam menjaga keamanan dan keharmonisan bersama. 

“TNI kuat jika bersama rakyat dan rakyat pun kuat jika bersama TNI. Jadi TNI dan rakyat itu tidak bisa dipisahkan,” katanya. 

“Pada intinya, kejadian-kejadian semacam ini diharapkan agar tidak terulang lagi ke depannya,” tambahnya.

Floresa meminta tanggapan Simanjuntak terkait “sanksi yang diberikan kepada keempat anggotanya” melalui WhatsApp pada 3 Mei.

Ia hanya berkata “nanti internal kami akan menyesuaikan tindakan empat anggota.”

Kronologi Kejadian

Informasi yang diterima Floresa, kasus itu bermula ketika Damianus G. Werang dan Elisabeth Bernadina Realina, istrinya yang sedang mengandung, hendak ke Puskesmas Boru pada 30 April.

Keduanya yang mengendarai motor melintasi jalan Trans Flores, yang saat itu berdebu, hasil tumpahan abu vulkanik Gunung Lewotobi.

Di tengah perjalanan, mereka berpapasan dengan seorang anggota TNI yang berseragam lengkap yang sedang mengangkut pakan sapi menggunakan motor matic.

Jaluran pakan yang turut menyapu badan jalan itu menyebabkan Damianus kesulitan mengendarai sepeda motornya.

Karena itu ia menegur dan meminta anggota TNI itu agar memperlambat laju kendaraannya. 

Namun, anggota TNI tersebut menyelanya dengan berkata “kalau tegur, ya tegur pakan sapi.”

Tanggapan itu memicu perdebatan di antara keduanya.

Damianus sempat memvideokan perdebatan itu, namun kemudian dihapus setelah pelintas lainnya meredakan suasana. 

Dengan dalih mediasi, sehari kemudian dua anggota Koramil 1624/Boru menjemput Damianus di rumahnya. Salah satu anggota TNI tersebut bernama Komang.

Damianus berangkat bersama Elisabet. Namun, setibanya di kantor Koramil 1624/Boru, Elisabet tidak diizinkan masuk.

Damianus mengaku selama satu jam berada di kantor itu, ia mengalami kekerasan fisik dan verbal.

“Saya dipukul dengan kabel, diinjak-injak, dan direndam di dalam bak air lebih dari 30 menit,” katanya seperti dikutip dari Floresterkini.pikiran-rakyat.com.

“Saya merasa seperti mati. Mereka maki saya dengan kata-kata kasar. Saya diperlakukan seperti binatang,” tambahnya.

Dalam sebuah foto yang diperoleh Floresa, seluruh punggung Damianus terluka dan bengkak.

Setelah kejadian itu, ia dibawa ayahnya, Yakobus M. Ardi Tukan, berobat ke Puskesmas Boru.

Yakobus sempat mengecam tindakan tersebut dan meminta agar kasus tersebut “tidak diselesaikan secara internal dan tertutup.”

“Jangan ada penyelesaian diam-diam. Ini penganiayaan berat yang tidak bisa ditoleransi,” katanya.

“Kami orang kecil yang hanya minta keadilan. Kalau rakyat saja disiksa seperti ini, apalagi yang bisa kami harapkan dari negara?”, tambahnya.

Pada 1 Mei malam, Danramil 1624/Boru, Paulus Kedang mengunjungi rumah Damianus yang mengeluh sesak napas, diduga akibat penganiayaan tersebut. 

Paulus kemudian mengantar Damianus ke Puskesmas Lewolaga di Kecamatan Titehena untuk mendapatkan penanganan medis. 

Keesokan harinya, Damianus dipulangkan ke rumahnya dan kedua belah pihak terus menjalin komunikasi intensif sebagai bentuk pendekatan kekeluargaan.

Keluarga Damianus pada akhirnya menerima ajakan mediasi setelah mempertimbangkan “kesungguhan dan ketulusan hati” Paulus.

Editor: Herry Kabut

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik mendukung kami, Anda bisa memberi kontribusi, dengan klik di sini. Gabung juga di Grup WhatsApp pembaca kami dengan klik di sini atau di Channel WhatsApp dengan klik di sini.

BACA JUGA

TERKINI

BANYAK DIBACA