ReportasePeristiwaKecelakaan Berulang di Perairan Taman Nasional Komodo, Kapten Kapal Beri Usulan Upaya Pencegahan

Kecelakaan Berulang di Perairan Taman Nasional Komodo, Kapten Kapal Beri Usulan Upaya Pencegahan

Otoritas pelabuhan mengklaim ada masalah terkait anggaran yang tergantung pada pemerintah pusat

Floresa.co – Seorang kapten kapal wisata berharap pemerintah memaksimalkan upaya pencegahan menyikapi kecelakaan kapal yang terus berulang di kawasan perairan Taman Nasional Komodo, Kabupaten Manggarai Barat.

Menurut Nusrul Juje, mantan kapten Kapal KLM. Ayana Lako Di’a, milik Ayana Resort Labuan Bajo, arus di perairan itu dikenal sangat tinggi dan “jika salah perhitungan, maka akan menyebabkan kecelakaan.” 

Karena itu, ia mendesak Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas III Labuan Bajo dan Distrik Navigasi Kelas II Kupang memasang lampu suar dan mooring buoy di destinasi super premium itu. 

Lampu suar digunakan untuk memberikan tanda atau peringatan tentang daerah berbahaya, sementara mooring buoy merujuk pada pelampung terhubung ke dasar laut untuk memastikan kapal tidak bergerak secara tidak terkontrol akibat pengaruh arus air atau angin.

Kecelakaan terakhir di perairan itu menimpa Kapal Wafil Putra 01 yang tenggelam usai menabrak karang di perairan Tanjung Cina, Selat Padar pada 14 Mei malam.

Kapal yang membawa 14 wisatawan mancanegara dan seorang pemandu itu wisata tenggelam saat berlayar dari Labuan Bajo ke Lombok, Nusa Tenggara Barat. 

Nusrul yang sering mengantar wisatawan berkata, “kecelakaan selalu terjadi di area yang sama setiap tahun,” seperti yang pernah dialami kapal-kapal lain sebelumnya.

Pada 8 Agustus 2024, misalnya, Kapal Pinisi Monalisa I tenggelam usai diterjang gelombang tinggi di perairan antara Pink Beach dan Batu Tiga.

Ia menyebut “tempat tersebut sebagai area berbahaya” sehingga “otoritas pelabuhan dan kenavigasian — merujuk KSOP dan Distrik Kenavigasian — seharusnya sudah memasang lampu suar di lokasi itu.” 

Nusrul berkata, di setiap alur pelayaran yang rawan kecelakaan, seharusnya sudah terpasang rambu-rambu berbahaya, termasuk lampu suar agar “menjadi patokan para nahkoda untuk melintas di malam hari.” 

Apalagi, kata dia, tempat kejadian itu merupakan satu-satunya jalur kapal terdekat untuk menuju Pulau Padar. 

“Setiap malam ada puluhan kapal wisata yang melintas wilayah tersebut menuju pulau padar dan sekitarnya,” katanya kepada Floresa pada 16 Mei. 

Sementara itu Kepala Sie Keselamatan Berlayar, Penjagaan dan Patroli KSOP Kelas III Labuan Bajo, Maxianus Mooy mengklaim pihaknya sudah meminta Distrik Navigasi Kelas II Kupang untuk pemasangan lampu suar.  

Distrik Navigasi, kata dia, sudah menindaklanjuti usulan itu dengan “melakukan survei, tapi butuh waktu untuk itu (pemasangan)” karena “anggaran ada di tangan pemerintah pusat.” 

Ia juga mengklaim dua tahun lalu pihaknya sudah melakukan evaluasi bersama Distrik Navigasi terkait kecelakaan kapal di Labuan Bajo, namun tidak merinci hasil rekomendasinya.

Editor: Herry Kabut

DUKUNG KAMI

Terima kasih telah membaca artikel kami.

Floresa adalah media independen. Setiap laporan kami lahir dari kerja keras rekan-rekan reporter dan editor yang terus berupaya merawat komitmen agar jurnalisme melayani kepentingan publik.

Kami menggalang dukungan publik, bagian dari cara untuk terus bertahan dan menjaga independensi.

Cara salurkan bantuan bisa dicek pada tautan ini: https://floresa.co/dukung-kami

Terima kasih untuk kawan-kawan yang telah mendukung kami.

Gabung juga di Grup WhatsApp pembaca kami dengan klik di sini atau di Channel WhatsApp dengan klik di sini.

BACA JUGA

spot_img

TERKINI

BANYAK DIBACA