Kupang, Floresa.co – Sekitar pukul 11.00 Wita, Senin, 13 Juni 2016, Floresa.co tiba di Kantor Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan perwakilan Provinsi Nusa Tenggara Timur (BPKP NTT).
Setelah mengisi buku tamu, Floresa.co pun menyampaikan maksud kedatangan kepada seorang petugas, yakni mewawancarai pihak BPKP terkait nasib hasil perhitungan kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi jalan di Lando Noa, Kecamatan Macang Pacar, Kabupaten Manggarai Barat.
Petugas itu segera merespon, “Oh, kebetulan di dalam ada Kadis PU. Tadi dia mengaku datang dari Mangarai Barat,” ujarnya menunjuk ruangan Kordinator Pengawasan Bidang Investigasi (Korwas Investigasi) BPKP.
Menurutnya, awalnya kadis itu (Agus Tama-red) ingin bertemu langsung dengan Kepala BPKP, Kisyadi.
Namun, demikian menurut petugas itu, Kisyadi merekomendasikan agar langsung menemui Korwas Investigasi.
Kata sumber itu lagi, sebelum masuk ke kantor BPKP, Agus sempat bolak-balik menggunakan motor ojek.
Dan, sampai di kantor itu, ia tidak sempat mengisi buku tamu. Setiap tamu, kata dia, wajib mengisi buku itu, seperti yang juga dialami Floresa.co.
Saat datang sekitar pukul 10.00 Wita, katanya, Agus langsung menyelonong.
Gemetar
Setelah Floresa.co menunggu beberapa menit, Agus pun keluar dari ruangan Korwas Investigasi.
Dengan mengenakan baju kemeja putih, ia menenteng sebuah map berwarna merah.
Ia sontak kaget melihat Floresa.co.
Seorang satpam kemudian mendekatinya untuk meminta mengisi buku tamu. Agus pun dituntun satpam untuk segera ke lantai satu.
Floresa.co pun segera mendekatinya dan menanyakan tujuan kedatangannya ke kantor itu.
Dengan suara yang gemetar, ia menjawab singkat dalam dialeg Kempo, “Ae toe ra (Tidak ada apa-apa).”
Floresa.co pun menemui Korwas Investigasi, Setiawan Wahyudiyono, menanyakan maksud kedatangan Agus yang adalah salah satu saksi dalam kasus dugaan korupsi Lando Noa.
Namun, Setiawan malah menjawab, tidak tahu. “Oh nggak tahu, apa tujuannya. Semua orang yang bermasalah kan pasti berhubungan dengan BPKP,” katanya.
Ia pun mengaku, sebenarnya tidak ingin menemui Agus. Namun, lanjutnya, tidak mungkin melarang orang bertamu di kantornya.
“Kita kan tidak mungkin menolak tamu yang datang. Saya minta dia langsung ke Polda saja tadi,” katanya.
Usai menemui Setiawan, Floresa.co sudah tidak melihat lagi Agus.
Salah seorang staf di kantor itu mengatakan, Agus pulang dengan gemetar dan muka merah.
“Aduh, itu bapa tua gemetar. Badan gemetar semua, telinganya merah saat turun tadi dari lantai dua,” katanya.
Saling Lempar
Kasus dugaan korupsi Lando Noa sudah bergulir sejak lama. Proyek jalan yang dikerjakan dengan menggunakan anggaran APBD Induk Kabupaten Manggarai Barat tahun 2014 itu dikerjakan oleh CV Sinar Lembor Indah.
Menurut keterangan pemilik CV tersebut, pihaknya ditunjuk langsung bupati Manggarai Barat, Agustinus Ch Dula untuk mengerjakan proyek senilai sekitar Rp 4 miliar itu.
Kepolisian mengendus adanya praktik dugaan korupsi dalam proyek ini. Karena itu, sejak 11 September 2015, penyidik Tipikor Polres Manggarai Barat mulai menyidik kasus ini.
Puluhan saksi telah diperiksa, termasuk Agus Tama. Namun belum ada penetapan tersangka. Penyidik beralasan masih menunggu perhitungan kerugian negara dari BPKP NTT.
Polisi juga belum sekali pun memeriksa Bupati Agustinus Ch Dula. Padahal, Dula memiliki peran dalam proyek ini, yakni menerbitkan surat pernyataan bencana alam untuk ruas Kondo-Noa dan Noa-Golo Welu.
Ditanya terkait alasan belum diperiksanya Dula, Kapolda NTT, Brigjen Pol E Widyo Sumaryo mengatakan, menunggu adanya hasil perhitungan kerugian negara dari BPKP.
Widyo menjelaskan, proses penyidikan sebenarnya sudah hampir selesai. Namun, masih terganjal audit dari BPKP itu.
“Sudah ada puluhan orang wartawan menanyakan kasus ini. Prosesnya hampir selesai, hanya tinggal hitungan BPKP. Setelah hitungan BPKP, lalu, kita akan lanjutkan ke tahapan berikutnya,” ujarnya di Kupang Senin, 13 Juni 2016.
Widyo menegaskan Kepolisian tak main-main mengusut kasus ini. Ia pun tak mau ada opini miring dari masyarakat atas kinerja kepolisian dalam pengusutan kasus ini.
“Polisi serius. Kami minta BPKP segera keluarkan hasil perhitungan kerugian negara agar kami tidak dicemohi masyarakat, seolah-olah polisi tidak serius,” tandasnya.
Widyo menjelaskan, penyidik sudah berkali-kali melakukan kordinasi langsung dengan BPKP agar segera mengeluarkan perhitungan kerugian negara. Bahkan, jelasnya, kepolisian sudah pernah menyurati BPKP.
“Saya sudah berkomunikasi langsung, bahkan Kapolres dan Kasatreskrim Polres Mabar juga sudah berkali-kali kordinasi dengan BPKP,”ujar Widyo.
Setiawan Wahyudiyono memang mengaku sudah menerima surat dari Kapolda NTT terkait perhitungan kerugian negara itu.
“Betul kita sudah terima surat dari Kapolda NTT. BPKP NTT pun sudah meneruskan ke BPKP Pusat,” tandasnya.
Namun, menurutnya, perhitungan kerugian negara belum dilakukan karena dokumen yang diminta BPKP belum dikirim penyidik Polres Mabar.
“Kita sudah mengirim surat ke Polres Mabar, agar melengkapi dokumen yang dibutuhkan,” ujarnya.
Sebelumnya, pernyataan pihak BPKP dibantah oleh Kepala Bagian Humas Polda NTT, Jules Abraham Abast.
Menurut Jules, BPKP hanya meminta perlunya dilakukan pemeriksaan tambahan untuk mencari mens rea atau niat jahat para pelaku.
Namun, Setiawan mengatakan, bukan hanya mens rea yang diminta BPKP NTT, tetapi ada dokumen lain.
“Ada dokumen lain yang kita minta dalam surat yang dikirim ke Polres Mabar itu,” ujarnya.
“Saya tidak mau mendahului, pokoknya kita akan mengaudit setelah dokumen tersebut,” tambahnya. (Ferdinand Ambo/ARL/Floresa)