BerandaFEATUREKomunitas St. Andreas di...

Komunitas St. Andreas di Manggarai Timur: Tempat Anak Hingga Remaja Belajar dan Kembangkan Minat

Berawal dari keperihatinan terhadap anak-anak yang kurang mendapat perhatian untuk bisa belajar dan mengembangkan kemampuan mereka, pasangan suami isteri di Manggarai Timur berinisiatif mendampingi mereka hingga membentuk sebuah komunitas belajar

Floresa.co – Nyaris setiap sore, 20-30 anak usia SD hingga SMA menyesaki ruang depan sebuah rumah di Golo Ntoung, Kelurahan Rana Loba, Kecamatan Borong, Kabupaten Manggarai Timur, NTT.

Di rumah pasangan Sandri Apul (40) dan Chrisnovita Sitanggang (36) itu, anak-anak belajar banyak hal. Mereka belajar membaca, membuat puisi, belajar Bahasa Inggris, Matematika dan lainnya.

Bapa dan Mama Deo, demikian pasutri ini biasa disapa, mulai membimbing anak-anak itu sejak akhir 2017.

Hal itu bermula ketika mereka sering bertemu dengan anak-anak usia SD yang hampir setiap sore berjualan sayur ke rumah mereka.

“Biasanya, selain kami beli sayur, Mama Deo juga beri permen saat mereka pulang. Kebetulan kami waktu itu memiliki kios,” cerita Bapa Deo kepada Floresa baru-baru ini.

“Saya masih ingat, satu kali ibu cek tas mereka. Kosong. Tidak ada apa-apa,” tambahnya.

Pengalaman itu membuat Mama Deo ingin kembali menjalankan aktivitasnya saat masih muda.

“Dulu saat saya SMA kan sering mengajar adik-adik di sekitar rumah,” kata Mama Deo, yang berasal dari Medan, Sumatera Utara itu. Ia pindah mengikutinya suaminya, orang Manggarai, yang kini menjabat sebagai kepala bidang di salah satu Organisasi Perangkat Daerah di Manggarai Timur.

Bapa dan Mama Deo mulai membimbing anak-anak tersebut saat mereka menempati rumah baru di Golo Ntoung pada Oktober 2017.

“Saat itu kami ikut Doa Rosario dan bertemu dengan anak-anak yang sebelumnya sering berjualan sayur ke rumah lama kami di Golo Karot,” tutur Bapa Deo.

“Akhirnya pada suatu kesempatan, saat Bapak Ketua RT datang nonton balap Moto GP di rumah, saya dan Mama Deo sampaikan, bagaimana kalau saat tahun baru kita bikin pementasan. Kami sampaikan bahwa kami siap membimbing anak-anak di RT Golo Ntoung. Mereka sepakat,” tambahnya.

Keesokannya, anak-anak di Golo Ntoung dikumpulkan dan mulai mendapat bimbingan dari Bapa dan Mama Deo untuk persiapan pementasan seni saat tahun baru 2018.

“Saat pementasan, orang tua dari anak-anak ini terharu karena anak-anak mereka bisa tampil dengan baik. Ada orang tua yang sampai menangis,” ujarnya.

“Ternyata, sebelumnya, anak-anak ini hampir tidak pernah mendapat kesempatan untuk tampil,” katanya.

Ia mengatakan, karena umumnya berasal dari keluarga sederhana, anak-anak ini kerap ‘tidak dianggap,’ termasuk di sekolah. Mereka dicap bandel, kemomos dan tidak cerdas.

Usai pementasan seni tersebut, pasutri yang memiliki dua orang anak itu, terus mendampingi mereka.

“Saya bimbing Bahasa Inggris. Bapa Deo untuk Matematika. Anak-anak setiap sore datang di rumah,” tutur Mama Deo.

Seiring waktu, jumlah anak-anak yang mengikuti bimbingan semakin bertambah. Anak-anak itu datang bukan hanya dari wilayah Golo Ntoung, tetapi juga dari Golo Kaca dan Cambir. Dua wilayah ini berdekatan dengan Golo Ntoung.

“Mereka bergabung atas ajakan teman-teman yang lebih dulu bergabung,” katanya.

Bentuk Komunitas

Setelah jumlah anak-anak terus bertambah, Bapa-Mama Deo sepakat untuk membentuk komunitas yang kemudian dinamai Komunitas Anak St. Andreas.

Rumah Bapa-Mama Deo tetap menjadi tempat bagi anak-anak komunitas tersebut belajar. Di komunitas ini, anak-anak diperlakukan sama. Tidak ada yang diistimewakan, meskipun punya kemampuan lebih. Mereka diajarkan untuk saling menolong, saling mengisi kekurangan.

Salah satu program, misalnya Bernama “Kakak Ajar Adik,” di mana remaja SMP dan SMA yang mengajar adik-adik mereka yang masih di jenjang SD.

“Di komunitas, kami hanya ingin menciptakan lingkungan yang membuat mereka lebih percaya diri,” kata Bapa Deo.

“Kami tidak pernah membatasi ide mereka. Kalau ada ide, buat dulu. Di mana mentoknya, kita setop dan cari solusi bersama.”

Selama menjalani kegiatan-kegiatan harian di komunitas, Bapa-Mama Deo merogoh kocek pribadi. Setiap hari, mereka mengeluarkan rata-rata 30 ribu rupiah untuk membeli makanan ringan bagi anak-anak.

“Kalau pengeluaran ini, saya dengan Mama Deo tidak pernah bahas. Ini adalah bentuk support kami untuk adik-adik ini. Kami coba memberikan apa yang kami punya,” katanya.

Ia menjelaskan, selain mengeluarkan uang pribadi, ada juga relasinya yang membantu jika ada anak-anak komunitas yang belum melunasi uang sekolah atau ketika ada kegiatan yang membutuhkan biaya yang lebih besar.

“Pernah kami lunasi uang sekolah untuk 33 anak. Ada orang baik yang bantu,” sebutnya.

Kini, Komunitas St. Andreas sudah melakukan banyak kegiatan, baik kegiatan-kegiatan ilmiah, kegiatan-kegiatan seni, maupun kegiatan-kegiatan sosial.

“Kami hanya ingin kegiatan-kegiatan komunitas tetap berjalan, biar adik-adik mereka ini bisa seperti mereka, bergabung dan belajar bersama di komunitas,” kata Mama Deo.

 

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di bawah ini.

Baca Juga