Floresa.co – Rumah sakit milik Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur menggunakan cairan infus yang kedaluwarsa saat merawat seorang bayi berusia dua bulan, mengklaim cairan itu masih efektif.
Orangtua pasien mempertanyakan klaim tersebut karena faktanya petugas di Rumah Sakit Umum Daerah [RSUD] Komodo di kota pariwisata Labuan Bajo itu mencabut cairan infus setelah diketahui kedaluwarsa.
Martha Sani Sanggu, ibu bayi perempuan berusia dua bulan yang dirawat karena sesak nafas tersedak ASI pada Rabu malam, 22 November, mengatakan, ia baru mengetahui cairan infus itu kedaluwarsa setelah dua hari dipasang pada bayinya.
Sani mengatakan, ia curiga dan memeriksa masa berlakunya karena anaknya tidak bisa tidur sejak pemasangan cairan infus.
Ternyata, kata dia, cairan infus berukuran 500 mililiter dengan resep dokter nomor 879703822040 itu telah kedaluwarsa sejak 5 November 2023.
Sani kemudian memberitahukan hal tersebut kepada salah satu perawat.
Perawat itu, katanya, sempat bertanya balik soal alasan keluhannya. Ia ditanya menjelaskan ‘cairan apa’ yang ia sebut kedaluwarsa.
Ia menjawab, “saya tidak tahu itu cairan apa. Yang saya tahu, itu infus.”
Sani mengatakan perawat itu lalu sempat memotret cairan infus tersebut, “tanpa omong apa-apa.”
Melihat kejadian itu, Sani menelpon suaminya yang sedang pulang ke rumah agar meminta perawat yang bertugas pada malam itu segera mencabut infus tersebut.
Sekitar 30 menit setelah itu, kata Sani, perawat yang sama datang membawa cairan infus baru, menggantikan cairan yang sedang terpasang.
Sani mengatakan, setelah mengeceknya, cairan infus pengganti itu akan kedaluwarsa pada Maret 2024. Namun, katanya, setelah satu jam dipasang pada bayinya, cairan infus itu kemudian dicabut dan diganti dengan cairan infus baru yang akan kedaluwarsa pada Januari 2024.
Hermanus Jehabun, ayah pasien, mengatakan, selain memberikan cairan infus kedaluwarsa, RSUD Komodo juga menempatkan anaknya pada ruangan yang “bukan khusus untuk anak.”
“Di depan pintu masuk ditulis Ruang Anak ll, namun ternyata di ruangan itu diisi oleh pasien dewasa, bahkan ada lansia,” katanya saat ditemui Floresa di ruang rawat, Jumat, 24 November.
“Saya takut ada penyakit menular yang diderita oleh mereka itu, apalagi anak saya ini masih kecil,” tambahnya.
Floresa menyaksikan Ruangan Anak ll itu memang ditempati oleh pasien semua umur, termasuk dewasa dan lansia.
Rumah Sakit Sempat Klaim Cairannya Efektif
Andre Sitepu, dokter sekaligus Kepala Bidang Pelayanan Medik RSUD Komodo mengatakan infus itu masih efektif untuk digunakan walaupun sudah kedaluwarsa.
“Sebelum dipakai oleh pasien, perubahan warna dan bentuk cairan yang ada dalam infus itu selalu diperhatikan,” katanya kepada Floresa.
Cairan infus, kata dia, “tidak lagi efektif untuk tubuh,” hanya jika warna dan bentuknya berubah.
“Jika cairan itu sudah rusak, maka ada pembentukan kristal dan endapan yang akan menghasilkan ampas dalam cairan itu,” katanya, sembari menambahkan bahwa cairan infus yang normal berwarna bening.
Sitepu juga mengatakan, jika disimpan pada tempat yang suhunya memungkinkan, maka cairan infus itu masih efektif untuk dipakai.
“Cairan infus itu bukan obat, tapi cairan normal saline atau dikenal dengan natrium klorida (NaCl) yang setara dengan cairan dalam tubuh dan mengandung cairan dekstrosa,” katanya.
Dekstrosa adalah cairan gula dengan konsentrasi 10% yang ada pada tubuh manusia.
Sitepu mengatakan pihaknya memang sengaja menempatkan pasien dewasa dan lansia di Ruangan Anak ll karena keterbatasan ruangan di rumah sakit itu.
“Yang kami tempatkan di ruangan itu bukan pasien yang memiliki penyakit menular,” katanya.
Hermanus mempertanyakan klaim Sitepu terkait penggunaan cairan infus yang kedaluwarsa tersebut yang disebut masih efektif.
“Kalau pemakaian infus yang sudah kedaluwarsa itu bukan masalah dan tidak berdampak apa-apa pada anak saya, kenapa dicabut?” katanya.
“Padahal, cairan yang ada dalam kontak infus masih berisi setengah.”
Pimpinan RSUD Komodo Minta Maaf
Benediktus Bani, 50 tahun, kakek pasien yang ditemui Floresa di rumahnya mengatakan pihak rumah sakit telah meminta maaf dan mengakui kekeliruan.
Permintaan maaf itu, kata dia, terjadi setelah jurnalis Floresa dan dari beberapa media lainnya mewawancarai orang tua pasien di RSUD Komodo.
Kendati demikian, kata Benediktus, ia sangat kesal kepada salah satu tenaga medis yang justru bertanya balik kepada ibu pasien ketika pertama kali mempersoalkan penggunaan cairan infus kedaluwarsa.
“Ketika tenaga kesehatan bertanya ke kami yang tidak tahu apa-apa, di situlah kami sangat kecewa dan bingung,” katanya.
Sementara itu, dalam sebuah rekaman pembicaraan antara Benediktus dan pihak RSUD Komodo yang diterima Floresa, Maria Gampar, direktur rumah sakit itu mengatakan cairan infus yang kadaluarsa itu sebenarnya dalam tanda “tidak aman.”
Tetapi, kata Gampar, “kalau dalam penyimpanannya tidak ada perubahan warna, maka cairan infus itu masih bisa dipakai sampai akhir bulan.”
“Tapi sebaiknya kami tidak melakukan itu, kami tidak memberikan itu,” katanya.
“Saya sebagai pimpinan meminta maaf atas kejadian itu.”
Ia mengatakan dokter di RSUD Komodo sudah memeriksa pasien dan “keadaannya sudah normal, tidak ada tanda apapun dalam tubuh bayi itu.”
“Walaupun kejadian ini tidak ada efek apa-apa pada bayi, tapi kami sadar bahwa kami melakukan kesalahan,” katanya.
Tawarkan Pembebasan Biaya
Sebagai permintaan maaf, kata Gampar, keluarga pasien tidak perlu membayar biaya pengobatan ke pihak rumah sakit.
Dalam rekaman itu, Benediktus terdengar sempat menolak tawaran pembebasan biaya itu karena tidak mau dianggap sengaja melayangkan protes untuk menghindari kewajiban membayar biaya pengobatan cucunya.
“Jangan sampai orang menganggap saya protes soal kelalaian ini agar saya nantinya bebas dari biaya apapun,” katanya.
“Saya tidak mau begitu Ibu. Saya sudah siap uang untuk biaya cucu saya,” tambahnya.
Ia menjelaskan, apabila terjadi sesuatu yang tidak diharapkan pada cucunya, ia akan kembali mendatangi RSUD Komodo untuk “meminta pertanggungjawaban.”
Mendengar jawaban Benediktus itu, Gampar terdengar sekali lagi memohon maaf, mengakui kesalahan, dan memberi tawaran pembebasan biaya pengobatan pasien.
“Bapa, kami tahu, itu kesalahan kami dan kami sudah akui itu,” katanya.
“Dan saya berterima kasih karena Bapa yang tahu [soal infus kedaluwarsa itu]. Kalau tidak, mungkin resiko yang kami terima lebih dari itu. Jadi, itu [pembebasan biaya] sebagai ucapan terima kasih kami pada Bapa,” katanya.
Gampar juga mengatakan persoalan tersebut menjadi pelajaran bagi mereka agar ke depan lebih teliti dalam memberikan pelayanan kepada pasien.
“Saya mengetahui kejadian ini setelah saya menelusuri laporan dari Kepala Ruangan Anak ll,” katanya.
Ia berharap agar keluarga pasien bayi itu tidak menjadikan persoalan ini sebagai alasan untuk tidak lagi berobat di RSUD Komodo.