Ini Alasan Kapolres Manggarai Tutup Penggalian Pasir

FLORESA.CO – Langkah Kepolisian Resort Manggarai menutup penggalian pasir Wae Reno di desa Ranaka Kecamatan Wae Ri’I meresahkan banyak pihak di Manggarai. Tidak saja masyarakat yang menggantungkan hidupnya dari aktivitas penambangan non mineral itu, tetapi kontraktor dan pemerintah daerah juga khawatir.

Sebab, selama ini pasir Wae Reno menjadi tumpuan berbagai proyek infrastruktur di Manggarai. Dikhawatirkan, penutupan akivitas penggalian pasir itu akan menghambat pengerjaan sejumlah proyek terutama proyek pemerintah. Dan pada gilirannya akan memperlambat penyerapan Dana Alokasi Khusus (DAK) dari pemerintah pusat yang ditransfer ke Kabupaten Manggarai.

Untuk mengetahui alasan pihak kepolisian menutup galian pasir Wae Reno dan juga beberapa lokasi penggalian pasir lainnya baik di Manggarai maupun di Manggarai Timur, berikut petikan wawancara Floresa.co dengan Kepala Kepolisian Resort Managgarai, AKBP Marselis Sarimin Karong pada Rabu 30 Agustus 2017. Wawancara dilakukan melalui telepon.

Apa alasan Pa Kapolres menutup galian pasir Wae Reno dan lokasi lainnya di Manggarai dan Manggarai Timur?

Mereka tidak punya izin kah. Begini, di balik ini, saya punya perhatian ke masyarakat kita, supaya masyarakat itu mengerti aturan. Mana yang boleh dan mana yang tidak boleh. Nah, sekarang hutan lindung kan kita tidak…, lihat di Wae Reno. Masa orang lewat, lihat barang itu. Kita ini serba salah. Kita mau proses salah. Tidak proses juga, polisi dianggap pembiaran. Nah, itu sudah merusak lingkungan.

Kalau sudah begini, seharusnya pemerintah daerah….,saya senang dengan pa Deno (Kamelus Deno, bupati Manggarai), dia selalu koordinasi dengan saya. Dia bilang,’pa Marsel, yang jelas saya tidak bisa intervensi proses penegakan hukum. Saya bilang, mari kita bicara. Ini kan tidak ada izin, sudah berlarut-larut, sudah lama sekali. Tetapi bagaimana kita memberi pembelajaran kepada masyarakat pemilik tanah itu untuk dia lewat aturan. Sehingga pemerintah daerah juga pungut pajak benar. Kalau tidak ada izin, terus pemerintah daerah pungut pajak, salah, saya bilang.’

Makanya kita mau luruskan ini. Yang pasti kan, lebih banyak orang yang berpikir negatif terhadap saya. Tetapi saya berpikir, bagaimana ketika nanti saya tidak jadi Kapolres lagi, orang Manggarai itu tau aturan. Dia mau bikin SIM (Surat Izin Mengemudi) itu bagaimana? Dia mau urus STNK (Surat Tanda Nomor Kendaraan) bagaimana? Dia mau urus izin itu bagaimana. Itu yang saya mau.

Ada komentar dari masyarakat, mengapa tidak melalui sosialisasi sebelumnya soal izin untuk galian C ini, tiba-tiba penindakan yang tegas secara hukum?

Ya, kalau kita harus pakai sosialisasi kapan selesainya. Izin kemarin ada di Pemda Kabupaten, sekarang sudah pindah ke provinsi. Waktu di Pemda Kabupaten kenapa tidak diurus izinnya? Kemarin ada yang ke rumah bilang, ‘bapa dulu kita pernah urus izin, tetapi tidak pernah dikeluarkan. Apalagi sekarang ini sudah di provinsi, lebih sulit lagi.’ Saya bilang,’tenang saja. Nanti kita atur. Sebenarnya ini kan salah satu cara saya untuk menekan mereka agar mereka (pemerintah) mengeluarkan izin.  Supaya masyarakat itu legal-lah. Jangan, illegal.

Kaya kemarin, ada kecelakaan, anak kecil meninggal. Siapa yang tanggung jawab coba? Siapa yang tanggung jawab kalau sudah seperti itu? [Pada Kamis 24 Agustus 2017, seorang bocah bernama Maria Adriana Maru, tewas tertimbun longsoran pasir di penggalian pasir Weol, Wae Mbeleng, Kecamatan Ruteng, Kabupaten Manggarai].

Generasi kita ke depan kira-kira bagaimana? Kalau kita terus membiarkan itu di Wae Reno? Terus naik ke atas,kira-kira bagaimana ke depannya? Tunggu jembatan itu (jembatan Wae Reno) itu putus baru kita bergerak?

Lalu, soal dampak penutupan galian pasir ini. Apindo Manggarai dan juga Bupati Manggarai Deno Kamelus mengatakan penutupan galian pasir Wae Reno ini akan menghambat pembangunan infrastruktur di Manggarai. Apa tanggapannya?

Saya sudah kasih jalan (keluar) ke Pa Bupati. Cari tempat yang layak, yang tidak bersinggungan dengan lingkungan hidup, hutan lindung. Saya kasih jalan supaya Dinas Koperasi mengelola. Kan boleh itu. Dinas Koperasi mengelola, membawahi pemilik tanah yang bisa dilakukan penggalian C itu. Makanya tadi saya suruh biarkan saja mereka datang demo. Tolong jelaskan ke mereka dari sisi aturannya, dari sisi hukumnya. [masyarakat Robo dan PMKRI Ruteng menggelar demo di depan Polres Manggarai pada Rabu 30 Agustus 2017].

Terkait enam warga dari Robo (desa Ranaka) yang ditahan itu, apakah akan dibebaskan sesuai tuntutan masyarakat hari ini?

Pastilah, kita nanti duduk untuk membicarakannya. Saya kan mau masyarakat mengerti aturan, begitu juga pemerintah daerah, ada kepedulian kepada masyarakat kita. Penangguan penahanan itu memang sudah menjadi hak dari tersangka dalam hukum acara. Tetapi bukan karena ada demo, bukan karena ada tekanan.

Tetapi memang namanya tersangka, dia kan punya hak untuk meminta penangguhan penahanan, minta pinjam pakai barang bukti. Itu di KUHAP kan jelas diatur. Ada ruang yang diberikan UU untuk tersangka ditangguhkan penahanannya, untuk barang bukti boleh dipinjam.

Kapan penangguhan penahannya? Apakah sudah diajukan oleh pengacara tersangka?

Tergantung, kalau mereka sudah ajukan boleh saja toh. Tetapi kan tergantung saya toh (sambil tertawa). Tetapi bagus pa Deno, banyak sekali koordinasi dengan saya, bicara, minta pendapat. Kita nanti akan cek sama-sama (dengan pemerintah daerah), mana (lokasi penggalian pasir) yang boleh. Tetapi kalau menyangkut lingkungan hidup dan kehutanan tidak bisa.

Berita-berita terkait:

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini. Gabung juga di grup WhatsApp pembaca kami dengan klik di sini.

BACA JUGA

BANYAK DIBACA