Floresa.co – Adven yang duduk di kursi di belakang meja pajangan produk tenun sedang memperhatikan telepon selulernya.
Pria 30 tahun asal Maumere, Kabupaten Sikka ini sesekali menawarkan dagangannya pada satu dua pengunjung obyek wisata Batu Cermin pada Jumat siang, 12 Mei.
“Sepi. Hari ini baru dua topi yang laku,” katanya.
Adven bersama sejumlah pelaku UMKM memajangkan berbagai produk lokal, seperti selendang, topi, aneka busana, hingga kain sarung yang terbuat dari tenun ikat dari berbagai daerah di Flores.
Sejak 5 sampai 13 Mei mereka mengisi plataran Batu Cermin untuk menyemarakkan pelaksanaan ASEAN Summit di Labuan Bajo.
Ia mengatakan, saat datang ke lokasi itu dari Maumere, ia sempat membayangkan bakal meraup keuntungan. Namun, itu ternyata tidak terwujud.
“Hari pertama dan kedua itu, saya tidak dapat apa-apa. Nol rupiah. Sampai saat ini, penjualan saya belum sampai empat juta,” katanya.
Ia terpaksa menjual beberapa produknya dengan potongan harga.
“Meski hanya kembali moda daripada pulang Maumere dengan tangan kosong,” katanya.
Sama seperti Adven, Suranti (42) juga datang dari Maumere untuk mengais rezeki di balik ASEAN Summit.
Ia menjajakan aneka produk dari tenun ikat Flores. Namun jauh dari yang dibayangkan, ia tak kecipratan untung dari konferensi para pemimpin negara di Asia Tenggara ini.
“Kami dari tanggal 6 Mei sudah ada di sini. Penjualan hari pertama hanya satu selendang seharga Rp50.000. Hari kedua hanya laku dua lembar kain. Total penjualan sampai hari ini baru Rp3.650.000. Itu pun karena Rp1.300.000 saya peroleh dari produk yang titip jual di teman di Waterfront,” tuturnya.
Tak hanya di Batu Cermin, lokasi pameran UMKM lainnya di Waterfront juga sepi pembeli. Indri, salah seorang pegiat UMKM binaan BRI Cabang Labuan Bajo mengaku jualannya sepi pembeli.
“Tidak banyak yang datang beli. Bahkan hari pertama itu kosong sama sekali,” katanya.
Ia mengaku baru sedikit ramai dikunjungi pembeli pada Kamis malam, 11 Mei, saat Menteri Badan Usaha Milik Negara, Erick Thohir datang ke sana.
“Pak Erick [datang ke sini], tapi cuma beli satu bungkus snack Jagung Marning seharga Rp30 ribu,” katanya.
Selain Erick, ada beberapa pembeli juga yang ikut belanja di situ.
Sementara itu, nasib beruntung dialami Mario. Ia menjajakan snack dan kopi instant persis di sisi kanan pintu masuk plataran Waterfront. Meski tidak setiap hari diserbu pembeli, kopi seduh dengan merk Kopi Wamor miliknya laris manis pada Kamis malam.
“Dari sore sampai jam 11 malam, untuk kopi saja, seduh, sampai Rp3,7 juta,” katanya.
Ia mengatakan, banyak pengunjung yang suka minum kopi sambil nongkrong di samping stand miliknya.
Para pelaku UMKM di Batu Cermin dan Waterfront itu bukan pedagang permanen di sana, tetapi diundang datang dan difasilitasi hanya untuk memeriahkan atau tampil di ASEAN Summit.
Saat Floresa meninjau lagi situasi di kedua lokasi itu usai ASEAN Summit, tampak sepi kembali.
Sementara pelaku UMKM seperti Aven dan Suranti mengeluh, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Salahuddin ini mengklaim bahwa belanja delegasi KTT ASEAN Labuan Bajo pada produk-produk UMKM mencapai Rp 15 miliar.
“Banyak sekali UMKM yang terlibat, sehingga hampir Rp 15 miliar belanja dari peserta dan delegasi ASEAN Summit ke-42 ini bisa dirasakan oleh masyarakat,” katanya kepada para wartawan di hadapan pelaku UMKM di Batu Cermin, Kamis siang.
Pernyataan Sandi yang didengar langsung para pegiat UMKM sempat membuat mereka meradang.
“Mana Sandiaga Uno bilang 15 M sampai ke tangan UMKM. Itu zonk! Dia cuma datang foto-foto di sini” kata Rosy, warga Labuan Bajo yang menjajakan produk berbahan tenun ikat di Batu Cermin.
Monik, pelaku UMKM lainnya, menyebut pernyataan Sandi tidak patut di sampaikan di hadapan mereka.
Apalagi, kata dia, Sandi tidak sempat menyapa para pelaku UMKM, apalagi berbelanja.
“Dia tidak belanja apa-apa. Cuma datang foto di satu dua stand, lalu klaim Rp 15 M belanja delegasi ke UMKM. Itu keterlaluan,” katanya.
Beberapa pedagang mengaku pameran UMKM jadi sepi pembeli lantaran ketatnya pengamanan dan adanya pembatasan pengunjung.
“Kami sempat komplain ke EO supaya pengunjung tidak dibatasi,” ujar Sebastian Nggagur, Rabu, 10 Mei.
Penjagaan super ketat hanya membuat lapak-lapak UMKM sepi pembeli.
“Sementara delegasi negara-negara ASEAN tidak datang belanja di sini,” imbuh Indri, pegiat UMKM asal Labuan Bajo.