Floresa.co – Seorang mantan guru Mata Pelajaran Agama Katolik di Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur dinyatakan bersalah terkait kasus pelecehan seksual terhadap para siswi di tempatnya pernah mengajar.
Juru bicara Pengadilan Negeri Ruteng, Gagah, berkata kepada Floresa, Melkior Sobe, mantan guru di salah satu Sekolah Menengah Kejuruan [SMK] Negeri itu “secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindakan pidana kekerasan seksual” dan karena itu memvonisnya lima bulan penjara.
Persidang kasus ini dilakukan secara tertutup sehingga vonis yang dibacakan pada 29 Februari baru diketahui Floresa pada 4 Maret.
Gagah berkata, Melky – sapaan guru itu – dinyatakan melanggar Pasal 5 jo Pasal 15 huruf b, e dan g Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
Pasal 5 terkait dengan “perbuatan seksual secara nonfisik yang ditujukan terhadap tubuh, keinginan seksual, dan/atau organ reproduksi dengan maksud merendahkan harkat dan martabat seseorang berdasarkan seksualitas dan/atau kesusilaannya.”
Sementara pasal 15 mengatur tentang tindak pidana oleh orang dekat korban, termasuk pendidik [huruf b], dilakukan lebih dari satu kali dan terhadap lebih dari satu orang [huruf e] dan dilakukan terhadap anak [huruf g].
Gagah yang ditemui di kantornya berkata terdakwa dan penasehat hukumnya, juga Jaksa Penuntut Umum, menyatakan masih pikir-pikir merespons vonis ini.
Vonis tersebut juga dikonfirmasi Zaenal Abidin, Kepala Seksi Bagian Intel Kejaksaan Negeri Manggarai.
Ia menyatakan “terdakwa diberikan waktu tujuh hari untuk menentukan sikap, apakah menerima putusan atau banding.”
Sementara itu, Melky menolak berkomentar terhadap vonis ini.
“Saya no comment, masih sibuk untuk tanggapan atas putusan,” katanya kepada Floresa pada 4 Maret.
Kasus ini terungkap pada Desember 2022 setelah munculnya pengaduan dari lima orang siswi yang mengaku menjadi korban pelecehan seksual oleh Melky.
Melky sempat berkata kepada Floresa pada Oktober 2023 bahwa “semua ini hanya tuduhan belaka,” bahkan menyebutnya sebagai “hoaks.”
Ia mengklaim mantan anak didiknya itu tidak merasa menjadi korban pelecehan seksual.
Namun, para siswi itu yang melapor Melky ke Polres Manggarai menyatakan dalam kesaksiannya mereka dilecehkan di sejumlah tempat, termasuk di dalam kelas saat pelajaran sedang berlangsung.
Dalam sebuah dokumen yang diakses Floresa, terdapat setidaknya 17 siswa yang mengaku sebagai korban, meski kemudian hanya lima yang mengadu ke polisi dan satu yang kemudian mengajukan laporan resmi ke polisi, didampingi orang tuanya.
Salah satunya bersaksi bahwa setiap kali masuk kelas Melky selalu mencubit pipinya dan pernah memeluknya saat sedang sendirian di kelas, sambil mengelus pundak, tengkuk hingga lehernya.
Saat sedang mengajar, kata dia, Melky juga sering menjelaskan hal-hal bernuansa pornografi yang jauh dari tema pembelajaran.
Bahkan dalam suatu kesempatan, kata dia, Melky menjelaskan hubungan seks suami istri dengan mencontohkan siswi itu sebagai istrinya.
Sementara korban lainnya mengaku bajunya pernah ditarik, lalu dipeluk dari belakang oleh Melky.
Sementara seorang korban lagi mengatakan ia dan teman-temannya sempat diancam oleh Melky usai mereka melaporkan kasus ini ke Guru Bimbingan Konseling hingga kepala sekolah.
Sejak kasus itu terungkap, Melky diberhentikan dari sekolah. Ia ditetapkan sebagai tersangka pada Maret 2023.
Berkas kasus itu sempat dikembalikan beberapa kali oleh kejaksaan ke Polres Manggarai untuk dilengkapi.
Berkas baru dinyatakan lengkap pada Oktober 2023, lalu disidangkan setelahnya secara tertutup.
Menurut data Floresa, ini merupakan kasus pertama pelecehan seksual di lembaga pendidikan di wilayah Manggarai yang dilaporkan ke polisi oleh peserta didik sendiri.
Data Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak menunjukkan sejak 2021 hingga Juni 2022, terdapat 19 kasus kekerasan seksual terhadap anak di Kabupaten Manggarai.
Editor: Ryan Dagur