Floresa. co – Matilda Gonsila berkali-kali meminta maaf saat tengah melayani pesanan dua gelas kopi dan seporsi nasi ikan.
“Minta maaf, ini aroma sampah dari rumah sakit, bukan dari dalam sini,” kata perempuan 52 tahun itu di hadapan pengunjung kedainya.
Warung ‘Gloria Alfred’ milik Matilda berjarak sekitar 30 meter dari tembok sebelah timur Rumah Sakit Umum Daerah TC. Hillers Maumere, Kabupaten Sikka di Nusa Tenggara Timur.
Kejadian pagi itu bukan pertama kalinya.
Matilda mengaku sering kesal dan merasa tidak enak hati lantaran pelanggan yang datang ke warungnya harus mencium aroma tak sedap dari tumpukan sampah, baik yang bersumber dari lingkungan rumah sakit maupun yang tercecer di sisi jalan sekitarnya.
Padahal, mendirikan warung di dekat fasilitas kesehatan itu, kata dia, “disengaja supaya pengunjung rumah sakit mudah mendapat makanan.”
Matilda bahkan melayani pengunjung hingga tengah malam “ketika mereka baru tiba dari tempat jauh seperti Larantuka [Kabupaten Flores Timur].”
“Ada yang datang kemari dan katanya lapar sekali. Tetapi baru makan satu, dua sendok, mereka bilang sudah kenyang,” kata Matilda menduga “karena pengunjung tak tahan mencium aroma sampah yang ‘tajam.’”
Setiap hari, kata warga Kelurahan Kota Uneng, Kecamatan Alok itu, “saya minta maaf kepada setiap orang yang masuk ke warung ini, meskipun bukan saya yang membuang sampah dan bikin bau tidak sedap.”
Matilda mulai membuka warung pada 2015. Sejak saat itu pula ia menghirup aroma sampah yang “semakin kemari kian parah.”
Selain tumpukan limbah medis, “gundukan sampah non-medis yang terlambat diangkut mobil sampah membuat pemulung lebih dulu mengaisnya,” kondisi yang menurut Matilda “memperparah ceceran limbah.”
Ia mengatakan sebagian pemulung yang sering datang ke tempat itu adalah anak-anak “yang tidak tahu bahwa ada banyak penyakit dari tumpukan sampah medis.”
“Mereka tidak pakai alas kaki, tidak pakai masker dan ambil sampah dengan tangan kosong,” katanya.
Insinerator “Menambah Derita”
Floresa berupaya menelusuri tempat pembuangan sampah dalam lingkungan rumah sakit tersebut pada 1 November.
Tepat di samping dapur gizi, sampah-sampah medis terbungkus plastik kuning yang menumpuk di area mesin insinerator – alat pembakar limbah padat dan organik yang digadang-gadang menghasilkan residu ramah lingkungan.
Isi sejumlah bungkusan kuning itu mulai tercecer, memperkuat aroma tak sedap seiring hujan mengguyur Maumere.
Direktur RSUD TC. Hillers Maumere Clara Francis menyatakan “sampah menumpuk lantaran mesin insinerator rusak.”
Sementara “suku cadangnya masih dalam proses pemesanan di Jakarta.”
“Insinerator itu baru sekali rusak,” katanya pada 1 November soal mesin yang beroperasi sejak 2020.
Guna mengantisipasi limbah medis tak mencemari lingkungan sekitar, “tumpukan sampah ditutup terpal menjelang musim hujan.”
Gabriel Rudi Lameng, warga yang tinggal tak jauh dari rumah sakit tersebut berkata, kehadiran mesin insinerator untuk membakar sampah medis “menambah derita kami.”
Setiap pukul 18.00 atau 19.00 Wita, kata Rudi, asap hitam membubung di udara, “kami memilih masuk rumah dan mengenakan masker atau kain penutup hidung.”
Meski mengaku “semakin terbiasa” menghirup aroma dari asap pembakaran sampah medis sejak empat tahun silam, Rudi menyadari warga sekitar, termasuk dirinya “hidup dalam lingkungan yang tidak sehat.”
Selain gundukan sampah yang menimbulkan aroma tak sedap, “bekas peti mati dibuang begitu saja.”
Peti-peti itu sebelumnya membawa jenazah perantau yang dipulangkan ke Maumere.
Sesampainya di rumah sakit itu, “petinya diganti dengan yang baru.”
Rudi juga mempertanyakan pengelolaan sampah rumah tangga, termasuk dari kios-kios di kawasan sekitar rumah sakit tersebut.
“Popok dan segala sampah rumah tangga dibuang sembarangan. Apakah setiap hari kami harus pungut satu per satu?,” katanya mengeluh.
Beri Perhatian Lebih pada Musim Penghujan
Dalam Rapat Dengar Pendapat yang digelar DPRD Kabupaten Sikka pada 4 November, Clara Francis mengatakan limbah media dan non-medis “dipisahkan dalam ruangan khusus menurut jenisnya.”
Rudi mengatakan rapat tersebut merupakan “tindak lanjut atas surat keluhan warga yang dikirim ke DPRD setempat.
Dalam rapat yang juga dihadiri Pelaksana Tugas [Plt] Kepala Dinas Lingkungan Hidup Sikka, Aqulinus dan Plt Kepala Dinas Kesehatan Sikka, Petrus Herlemus itu Clara mengaku rumah sakit tersebut menghasilkan 106,6 kilogram sampah medis dan 609 kilogram sampah non-medis setiap hari.
Guna menangani gundukan sampah medis, “kami telah berkoordinasi dengan penyedia pengangkut limbah berbasis Labuan Bajo, ibu kota Manggarai Barat.
Ia juga mengklaim “selalu berkoordinasi dengan Dinas Lingkungan Hidup dalam penanganan sampah.”
Sementara Akuilinus mengakui “minimnya mobil pengangkut sampah di dinas kami membuat pelayanan tidak maksimal.”
Ia mengatakan kantornya memiliki 36 kontainer sampah di Maumere, tetapi “hanya dua mobil yang beroperasi.”
Rapat tersebut menghasilkan enam rekomendasi, di antaranya penyediaan alat angkut limbah medis, perbaikan drainase dan pentingnya memperhatikan keamanan serta kenyamanan warga dalam proses pembakaran sampah.
Nyaris 10 tahun berjualan di dekat rumah sakit, Matilda Gonsila mendesak pengelola rumah sakit itu “memberi perhatian lebih pada persoalan sampah pada bulan-bulan ini.”
Seiring musim penghujan di Maumere, “baunya ke mana-mana dan mengundang lebih banyak penyakit.”
Editor: Anno Susabun