[Pada 13-15 Agustus mendatang, para pemuda dari Manggarai Raya (Manggarai Barat, Manggarai dan Manggarai Timur) akan menggelar sebuah kongres di Ruteng, ibukota Kabupaten Manggarai, yang mereka sebut Kongres Pemuda Manggarai Raya. Berikut merupakan latar belakang yang dirumuskan panitia terkait kongres tersebut]
Setiap generasi memiliki tantangan sendiri. Hanya kalau mereka berhasil merumuskan sendiri tantangan itu dan menjawabnya dalam gerakan nyata, mereka membuat sejarah, dan tidak berlalu begitu saja. Demikian halnya dengan generasi Manggarai Raya masa kini.
Tanggapan tertentu terhadap kondisi kehidupan masyarakatnya pada saat ini dibutuhkan untuk mengurai, mengomentari, menangani setiap masalah atau fenomena yang ada, kalau ada, atau berpotensi ada, saat ini maupun di masa depan.
Dalam hubungan dengan itu, proses-proses politik, ekonomi, dan social budaya yang sudah sedang terjadi pada masyarakat Manggarai Raya yang berjalin kelindan dengan dinamika nasional dan global yang jelas-jelas mempengaruhi pergumulan hidup mereka, juga menuntut tanggapan segera.
Layak diakui bahwa memang terdapat banyak pembangunan dan perkembangan berarti yang bersumber dari berbagai institusi-institusi governmental seperti Gereja, pemerintah, LSM dan dunia usaha yang bermanfaat bagi kehidupan masyarakat Manggarai Raya berdasawarsa.
Namun, tidak bisa dibantah juga bahwa kemajuan dan perkembangan tersebut turut serta membawa persoalan-persoalan yang mengancam “survival, wellbeing and dignity”orang-orang Manggarai Raya. Sebut saja kemiskinan kolektif, ketidakberdayaan ekonomi, krisis budaya, distorsi demokrasi, manipulasi kekuasaan yang masih menjadi ciri umum kehidupan mereka pada umumnya.
Maka, setiap upaya untuk berpaling pada budaya berikut solidaritas yang bersumber dari padanya pada dasarnya tidak banyak membantu di sini; malah bisa dibilang sebuah bentuk escapisme dari kondisi krisis yang mendera kehidupan mereka dari ujung ke ujung.
Tanda-tanda krisis pada solidaritas dan budaya yang diagung-agungkan sebagai ciri luhur-mulia orang-orang Manggarai Raya itu kini justru kian jelas terlihat di pelupuk mata.
Celakanya, gambaran semua soal di atas justru mengada berdampingan dalam keserempakan saat ini sehingga tidak ada lagi yang bisa dijadikan sandaran. Malah yang hanya tersisa untuk dikatakan adalah bahwa dalam waktu yang tidak lama lagi, semua persoalan yang sudah sedang mendera kehidupan manusia Manggarai Raya jelas-jelas berpotensi melapukkan peradaban Manggarai yang sudah dibangunnya dari generasi ke generasi.
Semua kondisi tersebut jelas menuntut tanggapan tersendiri dari semua elemen masyarakat Manggarai Raya termasuk kaum mudanya. Dan, di tengah pergumulan dengan semua itu, orang-orang Muda Manggarai Raya ternyata tidak diam sebagaimana yang dibayangkan atau sering dikritik selama ini menyangkut quitisme dan absensi mereka dalam sektor-sektor yang menggerakan dan mengendalikan kehidupan elemen masyarakat lainnya.
Baik di Manggarai Raya sendiri maupun yang berkiprah di berbagai tempat lain – di dalam dan luar negeri, mereka berupaya bangkit dengan berbagai cara konkret untuk keluar dari keterpurukan, sembari menegaskan sampai pada batas-batas tertentu masa depan Manggarai Raya yang diidam-idamkannya. Sayangnya, berbagai inisiatif itu dilakukan secara sporadik, dan belum terkonsolidasi menjadi gerakan kebangkitan bersama.
Namun, perjumpaan-perjumpaan berbagai kelompok orang muda, terutama di Labuan Bajo, Ruteng, Borong, Kupang, dan Jakarta; juga perjumpaan di berbagai forum, termasuk yang diperantarai media sosial belakangan ini telah mampu mengantar kepada kesepakatan minimal untuk menyelenggarakan sebuah Kongres Orang Muda Manggarai Raya dalam waktu dekat. Untuk pertama kalinya mereka sadar bahwa nasib masyarakatnya termasuk diri mereka sendiri berada dalam kemauan mereka untuk bersama-sama mengatakan suatu yang bernilai dan bisa dipegang bersama di masa datang; melalui sebuah kongres.
Kongres ini bisa menjadi jawaban kaum muda Manggarai Raya terhadap situasi yang melingkupinya, yang sudah sekian lama tidak memampukan mereka bahkan sekedar menganggap kongres sebagai suatu yang normal sehingga perlu terus-menerus diadakan untuk mengungkapkan ekspresi-ekspresi kritisnya terhadap pelbagai soal yang mendera kehidupan masyarakatnya termasuk kehidupannya sendiri.
Kongres ini juga menunjukkan bahwa secara kolektif-kolegial pemuda Manggarai Raya sudah siap menerima kembali takdir historiknya sejak lama sebagai agen perubahan.
Kongres ini hendak menyampaikan pesan kepada dunia bahwa pemuda Manggarai Raya bisa bersatu kata, satu bahasa, satu visi, tentang dunia yang menghidupi dan dihidupinya sekaligus dunia yang menolaknya atau hanya memberi tempat minimal bagi eksistensinya disegala lini, dengan cara-cara yang dewasa, bermartabat, dan beradab.
Kongres ini, minimal, dibayangkan bisa menjadi sebuah arena untuk untuk berjumpa, berbagi keprihatinan dan gagasan, bergumul bersama, untuk kemudian menegaskan cita-cita, visi, dan komitmen bersama menata Manggarai Raya sekarang dan di masa depan.