Kasus dugaan korupsi dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2012 di Manggarai Timur (Matim) sudah lama tak terdengar.
Kasus itu yang dilaporan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada tahun lalu, memang membuat heboh, karena nilai uang yang diduga dimakan pejabat publik sangat fantastis unutuk ukuran korupsi di kabupaten: 21 miliar.
Laporan itu oleh anggota DPRD periode 2009-2014, mengarahkan dugaan pada (pemerintahan) Bupati Yosep Tote.
Kabar terakhir yang kami peroleh, kasus ini masih ditangani oleh Polres Manggarai. Dan, mereka masih menjalani proses penyelidikan.
Di tengah sepinya pemberitaan terkait kasus ini, pada Jumat, 27 November lalu muncul kabar terkait pengadaan mobil elit untuk Kapolres Manggarai oleh Pemkab Matim. (Baca: Pemda Matim Beli Mobil Elit Untuk Kapolres Manggarai, Diduga Bentuk Gratifikasi)
Mobil jenis Mitsubishi New Pajero Sport V6 dengan kisaran harga 400 juta itu dibeli Pemda Matim dengan menggunakan dana APBD tahun 2014.
Kepala Bagian Umum Setda Manggarai Timur, Frans Teja sudah mengonfirmasi hal itu.
Pengadaan mobil itu di tengah upaya Polres menyelidiki kasus dugaan korupsi di Matim tentu sulit untuk tidak dicurigai. Dan, pertanyaan sederhana ini layak, bahkan harus diajukan: “Ada apa dengan mobil mahal itu?”
Apalagi, kita tahu, seharusnya sebagai institusi vertikal, kepolisian mendapat dana untuk membeli mobil, bukan dari APBD, tetapi dari institusinya sendiri, yaitu Polri.
Dan, ini yang membuat dahi kita berkerut heran, kok mobil dinas seorang Kapolres di NTT lebih wah dari mobil dinas Kapolri Jenderal Sutarman yang memakai mobil dengan harga lebih rendah, jenis Kijang Innova.
Kami sepenuhnya setuju pada pendapata Niko Martin, aktivis Anti Korupsi Matim yang menduga pemberian mobi itu merupakan bentuk gratifikasi.
Analisis sederhana akan menghasilkan kesimpulan ini: mobil itu bisa jadi imbalan agar kasus ini dipetieskan.
Jika itu benar, maka kita sangatlah kecewa. Bagaimana mungkin, negara yang sedang berjuang untuk bersih-bersih dari korupsi, kok diarahkan untuk mundur ke belakang.
Kita memang tidak memvonis Bupati Tote bahwa ia benar melakukan korupsi. Yang kita tuntut adalah putusan benar tidaknya pemerintahan Bupati petahana ini melakukan korupsi.
Dan putusan demikian hanya bisa kita dapat dari penegak hukum.
Kita mungkin butuh napas panjang menanti titik terang kasus ini. Yang jelas, berangkat dari sejumlah pengalaman selama ini, kasus korupsi biasanya membutuhkan jangka waktu lama, misalnya saja Bupati Sabu Raijua yang jadi tersangka pada awal November lalu, padahal kasusnya terjadi 6 tahun lalu.
Sekarang yang didorong adalah Polres Manggarai segera buka ke publik kemajuan penanganan kasus ini.
Bila Polres setengah hati menuntaskannya, maka tuduhan bahwa Pajero itu adalah gratifikasi akan mendapat pembenaran. (Tim Redaksi)