Terpidana Kasus Korupsi SLBN Borong, Menolak Dieksekusi Kejari Ruteng

Ruteng, Floresa.co – Kasus korupsi pembangunan Sekolah Luar Biasa Negeri (SLBN) Borong, Manggarai Timur, Flores, kembali menggelinding. Salah satu dari empat terpidana kasus itu menolak perintah penahannya dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Ruteng.

Pasalnya, kasasi ke Mahkamah Agung (MA) yang diajukan Kejari Ruteng sudah ditolak.

Pembangunan SLBN Borong menggunakan dana Block Grand tahun anggaran 2010 dengan total Rp 1,2 miliar. Dalam proses pembangunnnya, terjadi praktik pidana korupsi.

Empat orang dinyatakan terbukti bersalah dalam kasus ini yaitu Jerau Fernandus, Ketua Komite Sekolah; Damasus Damai, Bendahara Komite; Vitus Akong, Ketua Pelaksana proyek; dan Petrus Paulus Syukur, Konsultan Pengawas.

Damasus Damai, salah seorang terpidana menuturkan, atas kasus korupsi tersebut dirinya diputuskan 2 tahun penjara di Pengadilan Tipikor Kupang.

Atas putusan tersebut, Kejaksaan Negeri Ruteng mengajuakn banding ke Pengadilan Tinggi.

Dengan berbagai pertimbangan hukum dan keadilan saat itu, hasil banding di Pengadilan Tinggi memutuskan Damas dipenjara 4 tahun.

Tak puas dengan putusan banding ini, Kejari Ruteng mengajuakan kasasi ke Mahkamah Agung. Sementara, Damas dan kawan-kawan saat itu masih dipenjara di rumah tahanan di Kupang.

Damas mengatakan, selama 8 bulan ia dan ketiga rekannya berada dalam tahanan sembari menunggu hasil kasasi.

Mereka kemudian dikeluarkan dari penjara. “Karena mereka (otoritas rumah tahanan) tidak mau menahan orang tanpa surat perintah penahanan,” kata Damas kepada Floresa.co di Ruteng, Jumat (23/10/2015).

Setelah beberapa tahun pasca kurungan 8 bulan boleh menghirup udara segar, Damas dikagetkan dengan diterimanya surat perintah ekseskusi penahanan yang dikirim oleh Kejaksaan Negeri Ruteng.

Dalam surat perintah eksekusi penahanan untuk Damas, Kejaksaan Negeri Ruteng merujuk hasil kasasi di Makamah Agung.

“Panggilan pertama 24 April 2015. Panggilan ke dua tanggal 7 September, panggilan ke tiga tanggal 19 Oktober. Surat panggilan ditanda tangan oleh Yopi (Yopi Nolvelis Kasi Intel Kejaksaan Ruteng) dan Kasi Pidsus,” aku Damas.

Namun ia mengaku menolak surat perintah eksekusi atas dirinya tersebut. Sebab,putusan MA bernomor 964K/Pid.Sus/2014, justru menolak gugatan kasasi Kejaksaan Negeri Ruteng.

Kepada Floresa.co, ia menunjukan salinan keputusan Makamah Agung tersebut.

“Mengadili: menolak permohonan kasasi dari para pemohon kasasi: Jaksa penuntut umum pada Kejaksaan Negeri Ruteng dan terdakwa: Damasus Damai. Membembani terdakwa untuk membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi ini ditetapkan sebesar Rp 2.500,” demikian cuplikan keputusan Makamah Agung yang dibuat 22 Juli 2014 lalu tersebut.

Damas menegaskan, dalam keputusan tersebut tidak ada perintah penahanan atas dirinya. Dan, tidak ada pula keputusan yang menyatakan dirinya ditahan sesuai hasil banding Pengadilan Tinggi.

“Waktu itu saya pernah bawa ke Kejaksaan Negeri Ruteng denda 2.500 rupiah sesuai keputusan kasasi,” kata Staf di dinas PPO Manggarai Timur itu.

Dalam salinan keputusan Makamah Agung tersebut dijelaskan bahwa alasan kasasi yang diajukan Kejaksaan Negeri Ruteng tidak dapat dibenarkan, karena judex facti (pengadilan negeri dan pengadilan tinggi) tidak salah menerapkan hukum kepada terdakwa. (Ardy Abba/PTD/Floresa).

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini. Gabung juga di grup WhatsApp pembaca kami dengan klik di sini.

BACA JUGA

BANYAK DIBACA