Rekam Jejak yang Abu-Abu
Sementara itu, bertolak dari dua tolak ukur di atas, kebijakan Deno-Madur sesungguhnya tak ada yang perlu dibangga-banggakan. Tidak ada gebrakan berarti. Soal berkantor di desa setiap akhir pekan, misalnya, hanya merupakan jebakan politik pencitraan daripada terobosan politik. Jadi, paling mungkin, keduanya hanya bertindak sebagai pemimpin administrasi. Itu pun jika sanggup mengatasi persoalan-persoalan di awal masa pemerintahan.
Selain itu, sebagai calon incumben, Deno-Madur mempunyai pekerjaan rumah dari periode sebelumnya. Tepatnya, ruang gelap yang menjadi pertanyaan besar. Kenyataan itu ditemukan dalam porsi PAD kabupaten Manggarai yang belum seberapa dalam postur APBD. Dengan kata lain, ketergantungan fiskal kabupaten Manggarai kepada pemerintah pusat sangat tinggi.
Dalam lima tahun terakhir (2011-2015), rata-rata PAD kabupaten Manggarai sebesar Rp 52 milliar per tahun atau sekitar 22,36% per tahun. Sementara, rata-rata APBD per tahun lebih dari Rp 600 milliar. Artinya, mayoritas pendapatan selalu berasal dari dana perimbangan. Dari segi anggaran, kita belum berdaulat.
Fakta mirisnya jika bertanya lebih lanjut soal PAD. Hampir separuhnya adalah pendapatan dari sektor kesehatan yakni pelayanan rumah sakit dan puskemas. Ambil contoh tahun 2012. PAD Manggarai berjumlah Rp 38. 247.543.544, hampir separuh dari PAD tersebut, sekitar Rp 17.337.917.000 (sekitar 45 persen) berasal dari sektor kesehatan dengan rincian Rp 3.587.917.000 dari retribusi pelayanan kesehatan Puskemas-Puskemas dan Rp 13.750.000.000 dari RSUD Ruteng. Namun soal pelayanan kesehatan itu, ditemukan berbagai keluhan sepanjang beberapa tahun terakhir.