Artinya, kalaupun bukan Rotok dan Deno sebagai kepala daerahnya, dengan besarnya anggaran alokasi infrastruktur, siapapun pemimpinnya pasti berpikir membuka jalur infrastukrtur sebanyak-banyaknya. Karena ia terdesak oleh kewajiban bagaimana menyerapkan anggaran infrastruktur.
Karena itu, jika hanya mengandalkan kemampuan managerial, seorang kepala birokrasi belumlah dapat dipandang sebagai pemimpin seperti yang dimaksud oleh Carl Schmitt. Sampai tahap itu, jika seorang pemimpin sanggup mengikuti garis-garis haluan tersebut, ia hanya mencerminkan pemimpin yang transparan dan akuntabel.
Padahal, menjunjung tinggi tranparansi dan akuntabilitas tidak serta merta membentuk pemerintahan yang demoraktis dan menunjang kemaslahatan bersama. Dengan kata lain, tidak cukup hanya soal transparan dan akuntabel untuk membawa berkeadilan dan pro-rakyat. Sama seperti tidak cukup tidak melakukan KKN, menjadikan negara menjadi maju dan sejahtera dalam sekejab.
Lebih penting dari itu adalah bagaimana pemerintah berperan aktif dan berinisiatif membentuk kebijakan yang pro-rakyat dan mampu berimprovisasi terhadap struktur APBD. Pemerintah mampu bertindak out of the box.
Persoalan
Bagaimanakah konkretnya tindakan out of the box itu? Apakah bisa kepala daerah keluar dari jeratan pimpinan managemen anggaran negara?