Floresa.co – Warga di Kabupaten Manggarai Timur menuntut kejelasan polisi dalam penanganan kasus dugaan korupsi dana desa yang dilaporkan beberapa tahun lalu.
Kasus ini menyeret Agustinus Tinda, mantan kepala Desa Gunung Baru, Kecamatan Kota Komba Utara.
Warga menilai penanganannya mengambang usai Agustinus meninggal pada tahun lalu.
Erasmus Eman, mantan Ketua Badan Permusyawaratan Desa [BPD] berkata kepada Floresa baru-baru ini, ada dugaan kuat penyelewengan dana ini dilakukan secara bersama-sama oleh Agustinus dan aparat desa.
Kasus ini terungkap setelah Erasmus melaporkan Agustinus dan beberapa perangkat desa ke Unit Tindak Pidana Korupsi [Tipikor] Polres Manggarai Timur pada 1 Maret 2021 terkait dugaan korupsi dana desa tahun anggaran 2017 sampai 2020 yang mengakibatkan pengerjaan beberapa proyek tidak tuntas.
Sebelumnya, ia melaporkan dugaan penyelewengan dana ini ke Polres Manggarai pada 26 Mei 2019, sebelum pembentukan Polres Manggarai Timur.
Erasmus menjelaskan informasi penggunaan keuangan desa tahun anggaran 2017-2020 yang dilaporkan melalui situs Kementerian Desa diduga tidak sesuai dengan realisasi dan fakta lapangan.
“Banyak proyek yang mangkrak. Banyak juga surat pertanggungjawaban keuangan fiktif,” ungkapnya.
Ia mengatakan ada 21 poin pengaduan yang dilayangkannya ke Polres Manggarai Timur, termasuk terkait proyek balai desa dan proyek air minum bersih.
“Kedua proyek tersebut dibangun pada tahun 2018 menggunakan dana desa yang dalam Laporan Pertanggungjawaban [LPJ] sudah 100%,” ungkapnya.
Padahal, kata dia, gedung balai desa yang dibangun dengan pagu dana Rp158.546.300 dari pos Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa [APBDes] itu sempat “nganggur dan tidak dimanfaatkan.”
Erasmus berkata selama dua kali berturut-turut, pemerintah desa menggelontorkan dana sebesar Rp30.415.601 untuk biaya perawatan gedung itu, dengan rincian Rp9.975.000 pada 2019 dan Rp20.440.601 pada 2020.
Namun, kata dia, peruntukan biaya tersebut “tidak jelas,” di mana alokasi dana perawatan diduga “mengalir ke kantong pejabat desa.”
“Alokasi dana tersebut tidak seimbang dengan yang diharapkan masyarakat,” katanya.
Ironisnya, kata dia, gedung yang jaraknya sekitar 1,5 kilometer dari kantor desa ini tidak dimanfaatkan oleh pemerintah desa dan masyarakat.
Ia menduga gedung tersebut hanya dimanfaatkan menjadi salah satu item untuk mengambil dana desa, melalui dana perawatan yang terus dialokasikan setiap tahun.
“Saya menduga dana perawatan ini menjadi ‘makanan empuk.’ Ada laporan yang fiktif,” katanya.
Sementara itu, kata dia, proyek air minum dibangun dengan pagu dana sebesar Rp376.701.658.
Proyek balai desa dan air minum, jelas Erasmus, pernah diaudit oleh Polres Manggarai pada 28 November 2019.
Pada 4 Maret 2021 penyidik Tipikor Manggarai Timur juga memeriksa Agustinus dan Bendahara Desa, Irenius Jerandu.
Penyidik juga mengunjungi desanya, yang kemudian “merekomendasikan ke Inspektorat untuk melakukan audit guna mengetahui besar kerugian uang negara.”
Erasmus mengatakan pada 4 Oktober 2021 ia mendapat surat panggilan dari Inspektorat, di mana ia memberikan keterangan terkait laporannya.
“Saya bawa serta semua dokumen pengaduan dan total kerugian dari setiap item,” ungkapnya.
Ia mengatakan dari 21 item kegiatan pembangunan desa yang yang dilaporkan, hanya 11 yang dibidik pihak penyidik, yaitu belanja habis pakai, sementara proyek fisik bernilai ratusan juta luput dari pemeriksaan.
“Padahal, item-item yang luput dari pemeriksaan itu menelan kerugian negara yang cukup besar,” ungkapnya
Ia menyebut beberapa item yang diabaikan penyidik seperti pengadaan prasarana energi alternatif desa berupa dua unit lampu jalan pada 2020 dengan pagu Rp70.749.354.
Item lain, kata dia, adalah pengerjaan perluasan jaringan air minum di Dusun Munda pada 2017 dengan anggaran Rp120.000.000, yang diduga “asal buat” karena tidak memiliki asas manfaat.
Erasmus mengatakan pada tahun yang sama, pembangunan jalan telford di Kampung Dalur, Dusun Lait sempat mangkrak. Pagu dana proyek itu Rp146.347.975.
IPDA Agustian Sura, Kasat Reskrim Polres Manggarai Timur dalam pernyataanya pada 8 Oktober 2021 mengatakan pihaknya tidak merekomendasikan beberapa poin ke Inspektorat karena “ada beberapa proyek fisik sudah dikerjakan dan ada laporan yang tidak dijelaskan secara gamblang.”
Poin pengaduan yang tidak dijelaskan secara spesifik, kata dia, berbunyi “Kepala Desa Gunung Baru dan aparatur tidak terbuka tentang informasi kegiatan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat tahun anggaran 2017-2020.”
Erasmus mengatakan pada Desember 2021, Inspektorat berkunjung ke desanya untuk melakukan investigasi terkait beberapa item yang ia adukan.
Dalam proses audit yang dilakukan selama satu bulan, jelasnya, Inspektorat menemukan total kerugian negara sebesar Rp483.132.660.02 yang diakumulasi dari tahun anggaran 2019 hingga 2020.
Ia mengatakan pada 30 Januari 2023, Tipikor Polres Manggarai Timur menetapkan Agustinus sebagai tersangka dalam kasus itu dengan status wajib lapor.
Pada 3 Februari 2023, Andreas Agas, mantan Bupati Manggarai Timur mengeluarkan surat nomor Pem.130/105/II/2023 tentang “pemberhentian sementara Agustinus.”
Jeffry D. N. Silaban, Kasat Reskrim Polres Manggarai Timur dalam pernyataannya pada 17 April 2023 mengatakan penetapan tersangka Agustinus dilakukan setelah penyidik mengantongi alat bukti yang cukup.
Agustinus meninggal pada 2 Juni 2023.
Usut Aparat Desa Lainnya
Erasmus mengatakan hingga kini penanganan kasus ini belum jelas.
Ia mengaku sempat menanyakannya ke Polres Manggarai Timur dan meminta agar mengungkap tersangka lain.
Merespons permintaan itu, kata dia, penyidik berjanji akan “berkoordinasi dengan Kejaksaan Negeri Ruteng.”
Erasmus mengatakan selain Agustinus, ia menduga ada beberapa aktor lain yang terlibat dalam kasus itu, termasuk bendahara desa, sekretaris, operator, Kepala Urusan Pembangunan dan Ketua Tim Pengelola Kegiatan desa.
Sebelum Agustinus meninggal, kata dia, mereka “diperiksa terus” oleh penyidik.
Hal itu ia ketahui dari Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan [SP2HP] yang dikirimkan oleh polisi.
“Setelah Agustinus meninggal, para aktor ini tidak dipanggil dan diperiksa lagi,” ungkapnya.
Kalau memang kasus itu telah final, kata Erasmus, “mengapa penyidik tidak mengeluarkan atau mengirimkan Surat Pemberitahuan Pemberhentian Penyidikan [SP3] ke pelapor?”
AKBP Suryanto, Kapolres Manggarai Timur yang berbicara kepada Floresa pada 8 Maret mengatakan pihaknya telah menyerahkan berkas tahap satu ke Kejaksaan dan pada saat yang sama Agustinus meninggal.
“Kami akan tetap meneruskan kasus tersebut karena kegiatan yang dilakukan tersangka pastinya diketahui sekretaris dan bendahara desa,” katanya.
Sementara Joko Sugiarto, Kepala Unit Tipikor Polres Manggarai Timur mengatakan “kami masih mendalami keterlibatan perangkat desa yang lain.”
Untuk berkas perkara, kata dia, “kami limpahkan tahap satu ke Kejaksaan.”
“Kami gelarkan terlebih dahulu terkait dengan perbuatan melawan hukumnya dan mens rea-nya,” ungkapnya.
Dalam pernyataan sebelumnya, Jeffry D. N. Silaban berkata “belum dapat memastikan adanya tersangka lain dalam kasus ini.”
Ia mengatakan pada 3 April 2023 “masih menunggu hasil yang dipelajari oleh pihak Kejaksaan atas berkas tahap satu yang telah dilimpahkan.”
Jika ada petunjuk dari Kejaksaan tersangka lain, kata dia, pihaknya akan menindaklanjutinya.
Editor: Ryan Dagur