Ogah Jalankan Putusan Usai Kalah Beruntun dalam Sengketa dengan ASN, Bupati Manggarai Beri Contoh Perilaku ‘Tidak Patuh’ Hukum

Kalah hingga tingkat kasasi, Nabit abaikan putusan, diduga manfaatkan celah kelemahan eksekusi putusan PTUN

Floresa.co – Bupati Manggarai, Herybertus GL Nabit bersikukuh tidak menjalankan putusan pengadilan dalam sengketa dengan belasan Aparatur Sipil Negara [ASN], kendati ia menelan kekalahan beruntun hingga kasasi di Mahkamah Agung [MA].

Hal ini, menurut peneliti otonomi daerah, adalah contoh perilaku ‘tidak patuh hukum’ yang diduga memanfaatkan kelemahan eksekusi putusan Pengadilan Tata Usaha Negara [PTUN].

Langkah Nabit membuat Panitera PTUN Kupang, Jimmiy W. Molle mengirimkan surat pada 10 Juni, perihal pengawasan pelaksanaan putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Dalam surat itu, mengutip permohonan para ASN, Jimmiy meminta Nabit melaksanakan putusan PTUN Kupang yang telah dikuatkan oleh putusan Pengadilan Tinggi TUN Mataram dan putusan MA.

Nabit kalah dalam upaya hukum terakhir kasasi di MA lewat putusan nomor 334 K/TUN/2023 pada 4 Oktober 2023 yang menolak permohonannya.

Sebanyak 13 ASN menggugat Nabit di PTUN Kupang karena memberhentikan mereka pada 31 Januari 2022 lewat Surat Keputusan Bupati Nomor HK/67/2022. Mereka diberhentikan dari Jabatan Administrator dan Pengangkatan Jabatan Pelaksana Lingkup Pemerintah Kabupaten Manggarai.

Nabit kalah dalam putusan itu, lalu banding ke Pengadilan Tinggi TUN Mataram. Ia lagi-lagi kalah, lalu ajukan kasasi.

Ada 26 ASN yang diberhentikan dan 13 yang mengajukan gugatan. Mereka adalah Kristoforus Darmanto, Marius Mbaut, Agustinus Susanto, Petronela Lanut, Lorens Jelamat, Tiborteus Suhardi, Watu Hubertus, Geradus Tanggung, Aleksius Cagur, Belasius Barung, Gregorius Rachmat, Mikael Azedo Harwito dan Benyamin Harum. 

Keputusan Nabit tidak menjalankan putusan MA membuat nasib 13 ASN terus menggantung hingga ia akan mengakhiri jabatannya pada tahun ini.

Pada 8 Januari 2024, mereka mengajukan surat permohonan eksekusi putusan ke PTUN Kupang, yang kemudian dijawab lewat surat pada 10 Juni.

Menurut PTUN Kupang, pengajuan permohonan eksekusi yang diajukan para ASN “sudah tepat dan benar.”

Arman Suparman, Direktur Eksekutif Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah, lembaga yang salah satu fokusnya meneliti praktik penyelenggaraan pemerintah daerah berkata, sikap Nabit merepresentasikan perilaku yang “tidak patuh” hukum.

Ia menjelaskan, putusan PTUN memang memiliki kelemahan dasar, yaitu soal daya eksekusi. 

Putusan PTUN tidak punya daya eksekusi lagi setelah 60 hari pasca putusan, katanya, hal yang kerap dimanfaatkan tergugat untuk tidak melaksanakannya.

Dalam kasus ini, putusan kasasi MA telah lewat 60 hari, sejak diumumkan pada Oktober 2023. 

Menurut Arman, yang berbicara dengan Floresa pada 24 Juni, apabila Nabit tidak juga melaksanakan perintah PTUN Kupang dalam surat pada 10 Juni, penggugat bisa melapornya kepada gubernur sebagai perpanjangan tangan presiden. 

Namun, kata dia, dalam pengalamannya selama era otonomi daerah, bupati dan wali kota tidak merasa diri sebagai bawahan gubernur maupun presiden. 

“Meskipun ada teguran tertulis dari gubernur dan presiden, tetap tidak punya daya eksekusi juga,” katanya.

Ia pun merekomendasikan para ASN untuk menyurati Ombudsman agar kasus ini disampaikan ke presiden, kendati lagi-lagi tantangannya bupati dan presiden berasal dari partai politik yang sama, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.

Di sisi lain, Arman melihat persoalan ini semestinya juga menjadi perhatian DPRD Kabupaten Manggarai.

Ia juga tetap melihat hal ini “cukup susah” karena tergantung bagaimana keputusan DPRD. 

Arman menyarankan 13 ASN menyurati  Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi agar menjadikan putusan PTUN sebagai salah satu indikator penilaian kinerja pemerintah daerah. 

“Kalau itu bisa, maka dapat mempengaruhi kinerja pemerintah daerah,” katanya.

Sebelum kasus ini dibawa ke PTUN, Nabit sudah diingatkan oleh Komisi Aparatur Sipil Negara [KASN] soal pelanggaran yang ia lakukan.

Melalui surat rekomendasi bernomor B-1190/JP.02.01/03/2022 pada 28 Maret 2022, Wakil Ketua KASN Tasdik Kinanto merekomendasikan Nabit membatalkan keputusannya dan meminta agar ke-26 ASN yang diberhentikan dikembalikan ke jabatan semula atau setara.

KASN menjelaskan pemberhentian pejabat atau penurunan eselon hanya berlaku bagi pegawai yang mendapat hukuman disiplin berat, sementara berdasarkan analisis dan telaah data yang diperoleh dari Badan Kepegawaian Daerah dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kabupaten Manggarai, 26 ASN tersebut tidak pernah melakukan pelanggaran disiplin.

KASN ketika itu memberi Nabit waktu 14 hari untuk mengeksekusi rekomendasi mereka. Namun, ia mempertahankan keputusannya dan berdalih bahwa bongkar pasang jabatan dilakukan semata-mata untuk menata birokrasi.

Pemberhentian mereka, berdasarkan informasi yang diperoleh Floresa, dianggap terkait masalah dukungan politik saat Pilkada 2020. Meskipun ASN memang dilarang untuk memberikan dukungan politik terhadap kandidat tertentu, namun, umum terjadi para ASN dilibatkan dalam kontestasi perebutan kekuasaan.

Namun, salah satu dari 13 ASN yang berbicara kepada Floresa mengatakan: “saya ini tidak sibuk dengan urusan Pilkada.”

“Lalu tuduhan saya lawan politik itu, dasarnya apa? Apakah dia jadi bupati demi memenuhi nafsu kuasa dan balas dendam?” katanya.

Keputusan ini juga menuai kritikan dari DPRD Manggarai.

Floresa menghubungi Nabit pada 24 Juni menanyakan tanggapannya terhadap surat perintah pelaksanaan putusan PTUN, namun ia tidak merespons.

Konflik dengan ASN ini merupakan salah satu dari sejumlah masalah yang menyita perhatian publik semenjak Nabit – yang saat kampanye menggelorakan Salam Perubahan untuk Manggarai – mulai memimpin pada 2020.

Pada awal era kekuasaannya, Manggarai juga dihebohkan dengan kasus pengangkatan Tenaga Harian Lepas [THL] di sejumlah dinas meski sudah dilarang oleh pemerintah pusat. Para THL baru itu berasal dari tim sukses, juga orang dekat sejumlah pejabat, termasuk anak kandung Wakil Bupati Heribertus Ngabut.

Pada September 2022, Manggarai juga dihebohkan dengan pengakuan seorang kontraktor bahwa ia dimintai fee untuk bisa mendapatkan proyek dari dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

Permintaan fee, kata kontraktor itu, melibatkan Meldyanti Hagur, isteri Nabit dan perantara Rio Senta, seorang mantan tim sukses saat Pilkada. Kasus ini sempat diusut, termasuk dengan memeriksa Meldyanti, namun kemudian dihentikan karena polisi mengklaim tidak cukup bukti.

Pada Februari 2023, di kabupaten itu juga terungkap praktek pungutan liar dalam pengurusan dokumen kependudukan, seperti KTP elektronik, yang melibatkan salah satu mantan tim suksesnya saat Pilkada 2020.

Laporan Floresa baru-baru ini juga menyoroti Program Petani Milenial, salah satu program unggulan Nabit yang jadi magnet untuk meraih dukungan kaum muda.

Ambisi program itu bertolak belakang dengan realisasinya, karena tidak adanya dukungan yang jelas bagi para petani muda dan terjadinya penurunan produktivitas pertanian sehingga pasokan holtikultura masih terus bergantung ke daerah di luar Manggarai.

Nabit sudah menyatakan akan maju lagi dalam pilkada November mendatang.

Editor: Ryan Dagur

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini. Gabung juga di grup WhatsApp pembaca kami dengan klik di sini.

TERKINI

BANYAK DIBACA

BACA JUGA