Usai Diputuskan Dewan Pers Langgar Kode Etik Jurnalistik, Pijar Flores Terbitkan Hak Jawab Floresa dan Minta Maaf ‘dari Hati yang Paling Dalam’

Dewan Pers juga menyatakan berita yang diterbitkan media itu pada 7 Oktober mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi

Floresa.co – Pijar Flores menerbitkan hak jawab yang diajukan Floresa terhadap salah satu beritanya dan meminta maaf “dari hati yang paling dalam” usai Dewan Pers menilai bahwa media siber tersebut melanggar kode etik jurnalistik, termasuk dengan mencampurkan fakta dan opini.

Hak jawab itu diterbitkan pada 7 Desember, sehari setelah Dewan Pers mempublikasi putusannya terkait pengaduan Floresa.

Berita yang diadukan itu dirilis Pijar Flores pada 7 Oktober, berjudul “Media Floresa Sering Sebarkan Berita Provokasi, Abaikan Suara Warga Poco Leok yang Pro Pengembangan Geotermal.” 

Dalam salah satu bagiannya, mengutip narasumber anonim, Pijar Flores menulis sejumlah tudingan, termasuk menyebut wartawan Floresa mengabaikan etika jurnalistik dan beritanya sensasional.

Berita itu tidak melalui konfirmasi, sehingga dipersoalkan Floresa, yang diwakili Ryan Dagur, pemimpin umum sekaligus editor.

Sebelum mengajukan pengaduan ke Dewan Pers, Ryan mengirim hak jawab atas berita itu kepada Pijar Flores pada 12 Oktober, dengan tembusan ke Dewan Pers. Namun, hak jawab itu tidak dimuat, yang berujung pada langkah membuat pengaduan.

Dalam putusan yang diterbitkan lewat surat Nomor 1507/DP/K/XII/2024 pada 6 Desember, Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu menyatakan berita Pijar Flores mengandung unsur mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi pihak tertentu.

Selain itu, Dewan Pers menilai tidak ada uji informasi, guna memenuhi asas faktual dan keberimbangan, termasuk konfirmasi/klarifikasi terhadap Floresa “yang disebut-sebut dalam berita dan berpotensi dirugikan.”

Karena itu, Dewan Pers menyimpulkan Pijar Flores melanggar “Kode Etik Jurnalistik pasal 3 karena tidak menguji informasi, tidak berimbang, serta mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi.”

Selain itu, Pijar Flores dinyatakan melanggar Peraturan Dewan Pers Nomor 1/Peraturan-DP/III/2012 tentang Pedoman Pemberitaan Media Siber, khusus butir 2 huruf a dan b.

Ketentuan itu mengatur mengenai verifikasi dan keberimbangan berita, yakni bahwa “setiap berita harus melalui verifikasi” serta “berita yang dapat merugikan pihak lain memerlukan verifikasi pada berita yang sama untuk memenuhi prinsip akurasi dan keberimbangan.”

Dewan Pers pun mewajibkan Pijar Flores “melayani hak jawab secara proporsional disertai permintaan maaf kepada Floresa.”

Dalam suratnya, Dewan Pers juga mengingatkan bahwa “tidak melayani hak jawab bisa dipidana denda sebanyak-banyaknya Rp500.000.000 sebagaimana disebutkan dalam Pasal 18 ayat [2] Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.”

Dewan Pers juga meminta agar Pijar Floresa “secara intensif menyelenggarakan pelatihan bagi segenap wartawannya untuk meningkatkan profesionalitas.”

Selain menerbitkan secara utuh hak jawab Floresa, Rikardus G. Huwa, pemimpin umum Pijar Flores, menyatakan “dari hati yang paling dalam memohon maaf.”

Permohonan maaf ia tujukan kepada “segenap insan pers di Indonesia, Dewan Pers” dan “terutama kepada Floresa dan segenap unsur di dalamnya.”

Ia mengakui bahwa Pijar Flores “telah dengan sadar mengabaikan Kode Etik Jurnalistik dan Pedoman Pemberitaan Media Siber.”

Apa Isi Tudingan dalam Berita Pijar Flores

Berita Pijar Flores pada 7 Oktober berkaitan dengan proyek geotermal di Poco Leok, Kabupaten Manggarai yang kini sedang menjadi polemik, di mana sebagian warga masih bertahan dengan sikap menolak, sementara pemerintah dan perusahaan plat merah – PT PLN – terus mendatangi lokasi.

Beberapa hari sebelum terbitnya berita Pijar Flores itu, terjadi kericuhan di Poco Leok, di mana beberapa warga, termasuk Pemred Floresa, Herry Kabut dianiaya aparat. Seorang oknum jurnalis, TJ juga ikut menganiaya Herry. Kasus ini kini sedang ditangani Polda NTT.

Dalam beritanya soal polemik proyek itu itu, Pijar Flores menulis: “wartawan di Floresa tidak menunjukkan etika jurnalistik yang seharusnya, mereka lebih memilih berita sensasional yang menguntungkan pihak tertentu daripada menyajikan informasi yang berimbang.”

Lewat hak jawabnya, Ryan menilai berita itu setidaknya memuat tiga tudingan terhadap Floresa, yakni “pemberitaan sepihak yang memperkeruh suasana, bekerja untuk kepentingan provokasi dan pemberitaan satu arah, dan memilih berita sensasional yang menguntungkan pihak tertentu daripada menyajikan informasi yang berimbang.”

Ia mempersoalkan tudingan-tudingan itu yang ia anggap tidak berdasar, apalagi merujuk pada pernyataan narasumber anonim yang hanya disebut sebagai “seorang jurnalis yang mengenal baik dinamika di lapangan.”

Ia juga berkata, dalam berita itu Pijar Flores menyebut secara eksplisit tentang Floresa, namun tanpa ada upaya konfirmasi.

Keputusan Pijar Flores memuat tudingan tanpa basis data dan konfirmasi itu, kata dia “membuat kami berkesimpulan bahwa media tersebut memang dengan sengaja dan beritikad buruk untuk memojokkan Floresa.” 

Itikad buruk itu juga diperkuat oleh fakta bahwa “kendati berita itu sebetulnya tidak secara spesifik mengulas tentang Floresa, Pijar Flores justru menyebut Floresa pada judul.”

Kritik Tanpa Melanggar Kode Etik

Ryan berterima kasih kepada Dewan Pers yang akhirnya mengambil keputusan untuk pengaduan ini. 

Sejak awal kasus ini, kata dia, Floresa berusaha menempuh mekanisme sesuai ketentuan Dewan Pers, yaitu menyampaikan hak jawab ke Pijar Flores, bagian dari upaya “mendorong cara kerja media yang profesional.”

Ia menjelaskan, sebagaimana disampaikan dalam hak jawab, Floresa terbuka terhadap kritikan dari siapapun terhadap pemberitaan.

“Namun, bukan asal kritik, apalagi bersifat fitnah, menyampaikan tudingan tanpa argumentasi yang jelas,” katanya pada 7 Desember.

Ia menambahkan, Floresa menghargai permintaan maaf Pijar Flores, namun yang lebih penting adalah tidak mengulangi lagi cara kerja semacam ini.

Ia berkata, sebetulnya selama ini beberapa media lain juga melakukan tudingan serupa kepada Floresa. Media-media itu, kata dia, memuat rilis pers yang patut diduga disiapkan oleh tim tertentu.

“Indikasinya, isi beritanya hampir sama dan dimuat hampir serentak di banyak media,” katanya.

Ia berkata, keputusan Dewan Pers terkait kasus Pijar Flores “diharapkan menjadi pelajaran penting untuk media tersebut dan media lainnya.”

“Kalau mau kritik, sekali lagi, lakukanlah dengan bertanggung jawab. Ada kode etik yang tetap perlu dijaga,” katanya.

Ia juga menyatakan pemberitaan Floresa terkait polemik Poco Leok memang berpihak pada kepentingan warga, “bagian dari komitmen kami untuk mendukung pembangunan berkeadilan dan demokratisasi.”

Floresa berprinsip “agar dalam realisasi proyek semacam ini, tidak ada suara yang diabaikan, apalagi dibungkam, mengingat warga setempat merupakan kelompok yang paling terdampak.”

“Ini adalah upaya kami menjalankan peran jurnalisme mengawasi kekuasaan, yang selalu punya potensi disalahgunakan, dan serentak mengabdi pada kepentingan publik, terutama kelompok yang paling rentan,” katanya.

Editor: Anastasia Ika

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini. Gabung juga di grup WhatsApp pembaca kami dengan klik di sini.

BACA JUGA

BANYAK DIBACA