Pimpin Misa Tahbisan Imam, Mgr Hubertus Leteng Singgung Soal Tantangan Menjadi Gembala

Mano, Floresa.coUskup Ruteng, Mgr Hubertus Leteng Pr memimpin Misa tahbisan dua imam baru dari Serikat Maria Monfortan (SMM) pada Kamis, 29 Juni 2017.

Saat Misa yang diadakan di Paroki Mano, Kecamatan Poco Ranaka itu ia menyinggung dalam khotbah perihal sulitnya menjadi seorang gembala.

Menjadi gembala, yang adalah pelayan, kata dia, tidaklah mudah.  “Menjadi pelayan sering kali dihina, ditolak dan disakiti,” kata Uskup Leteng.

Namun, ia menambahkan, hal-hal itu tidak boleh melunturkan semangat.

“Apapun situasi sulit yang kita alami, tetaplah melayani dan jangan berhenti berbuat baik,” katanya.

Dua imam baru yang ditahbiskan oleh Uskup Leteng adalah Pastor Wawan Kurniawan SMM yang berasal dari Paroki Mano dan Pastor Martinus Tamur SMM yang berasal dari Paroki Karot.

Sementara itu, Provinsial SMM, Pastor Kasimirus Jumat SMM dalam sambutannya menyampaikan otokritik terkait para gembala.

Ia menjelaskan, gembala mesti benar-benar memahami tugasnya.

“Jangan justru sebaliknya, domba-domba (yang) menggembalakan gembalanya,” katanya.

Misa tahbisan hari ini berlangsung beberapa pekan setelah meletupnya konflik antara puluhan imam dan Mgr Leteng.

BACA: Ada Apa di Balik Kemelut di Keuskupan Ruteng?

Lebih dari 60 imam di Keuskupan Ruteng pada pertengahan bulan ini menyatakan mengundurkan diri dari sejumlah jabatan, karena kecewa dengan kepemimpinan uskup.

Kasus ini pun sudah dilaporkan ke Duta Vatikan di Jakarta. Pada pekan lalu, media Vatican Radio ikut memberitakan masalah ini.

BACA: Media Vatikan Publikasi Berita Terkait Polemik di Keuskupan Ruteng

Seorang umat yang hadir dalam Misa tahbisan di Mano mengatakan kepada Floresa.co, suasana Misa tidak seperti biasanya.

“Saya sering ikut Misa tahbisan. Saya merasa Misa hari ini sepi, mungkin karena sejak awal saya terus membayangkan polemik yang terjadi baru-baru ini,” jelasnya.

Sementara itu, pejabat resmi dari Paroki Mano mengkritisi klaim bahwa suasana Misa tahbisan itu sepi.

“Kami sudah berupaya semaksimal mungkin menghadirkan umat dalam Misa ini,” katanya. “Semua pihak sudah bekerja keras,” lanjutnya.

Ia menjelaskan, penggunaan kata sepi itu problematis. “Maknanya luas sekali dan karena itu, kami keberatan dengan istilah itu. Kami sendiri justeru merasa bahwa suasana saat Misa tidak sepi,” katanya. (ARL/MRS/Floresa)

Catatan: Berita ini diperbarui pada Jumat, 30 Juni 2017, dengan menambahkan 3 paragraf terakhir, setelah ada protes dari pihak Paroki St Paulus Mano. Meski pihak paroki merasa tidak perlu memuat klarifikasi mereka, namun Floresa.co merasa bertanggung jawab untuk memuat klarifikasi tersebut. Terima kasih

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini. Gabung juga di grup WhatsApp pembaca kami dengan klik di sini.

BACA JUGA

BANYAK DIBACA