Ruteng, Floresa.co – Klaim Pemerintah Kabupaten Manggarai yang menyebut Ruteng sebagai Kota Molas atau kota yang cantik mendapat tamparan keras setelah kota yang terkenal dingin itu masuk dalam daftar kota terkotor di seluruh Indonesia.
Dalam klasifikasi yang dibuat oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Ruteng, yang masuk kategori kota kecil ditempatkan sejajar dengan Waikabubak di Sumba Barat, Waisai di Raja Ampat, Buol di Sulawesi Tengah dan Bajawa di Kabupaten Ngada.
Penilaian oleh KLHK ini dilakukan dalam rangka pemberian penghargaan Adipura periode 2017-2018.
Seperti dilansir Antara, Senin 14 Januari 2019, Rosa Vivien Ratnawati, Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Beracun Berbahaya KLHK mengatakan ada 367 kabupaten/kota yang dinilai, dengan dua variabel, yakni fisik kota dan tempat pemrosesan akhir (TPA).
Kota-kota yang disebut terkotor, kata dia, mendapat nilai jelek karena melakukan pembuangan terbuka (open dumping) serta ada yang belum membuat kebijakan dan strategi daerah (Jakstrada) tentang pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga.
Kemudian, faktor nilai buruk lain adalah komitmen, anggaran dan partisipasi publik yang kurang.
“Untuk penilaian tahun ini, kita ketatkan betul bahwa yang pertama tentu fisik. Kemudian TPA kita tidak berikan Adipura kalau operasionalnya ‘open dumping’,” ujarnya.
Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah mengamanatkan bahwa TPA menggunakan sistem lahan urug saniter (sanitary landfill) atau sekurang-kurangnya sistem lahan urug terkendali (controlled landfill).
Dalam daftar kota terkotor itu, selain kategori kota kecil, ada juga kategori kota sedang, di mana yang masuk daftar adalah Sorong, Kupang dan Palu. Untuk kategori kota besar adalah Kota Bandar Lampung dan Kota Manado serta kategori kota metropolitan adalah Kota Medan.
Selain mengumumkan kota terkotor, KLHK memberikan penghargaan Adipura kepada pemerintah yang kotanya tidak melakukan sistem pembuangan terbuka pada TPA, memiliki Jakstrada dan nilai fisiknya di atas 75 poin.
Ada 146 penerima penghargaan yang terdiri dari satu Adipura Kencana, 119 Adipura, 10 Sertifikat Adipura, lima Plakat Adipura serta penghargaan Kinerja Pengurangan Sampah kepada 11 kabupaten/kota.
“Hal yang menjadi tujuan utama itu bukan mendapatkan Adipura, tapi target yang ada di Jakstrada dan Jaktranas (kebijakan dan strategi nasional),” ujarnya.
Rosa berharap kota-kota yang masih kurang dalam penilaian Adipura itu dapat memperbaiki diri untuk menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat serta pengelolaan sampah yang lebih baik.
Dia mengatakan pihaknya akan bersedia memberikan pendampingan.
Kota Molas
Komitmen Pemkab Manggarai untuk menjadikan Ruteng sebagai Kota Molas sebelumnya disampaikan dalam sejumlah kesempatan.
Salah satunya adalah pada 18 Januari 2017 saat Pemkab Manggarai menggelar rapat koordinasi membahas berbagai upaya mewujudkan Ruteng sebagai Kota Molas, di mana hadir Wakil Bupati, Victor Madur dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Daerah (DLHD), Marsel Gambang.
Saat itu, Marsel membeberkan gebrakannya dalam 100 hari kerja pasca dilantik sebulan sebelumnya.
Beberapa di antara targetnya adalah melakukan pembersihan kota Ruteng untuk area permukaan, drainase, pasar, dan tempat-tempat umum lainnya.
BACA: Sampah di Ruteng Tak Terurus
Pihaknya, kata dia, juga berkonsentrasi membangun ruang terbuka hijau di sejumlah titik di kota Ruteng, yang didesain sebagai tempat diskusi-diskusi penting.
“Karena ini sudah ada anggarannya,” kata Gambang, seperti dilaporkan Voxntt.com.
Kepala dinas yang pernah diciduk polisi pada September tahun lalu karena judi kartu remi ini menambahkan, setiap kantor dinas wajib memiliki wadah sampah dan kantor yang berhalaman wajib memiliki rumput dengan tinggi dua cm.
“Nanti diberi sanksi kalau melanggar, karena sudah ada Perdanya,” katanya.
“Kita tidak hanya sekedar teori, tapi mempraktikkannya. Saya mengajak semua, mari bersama-sama mewujudkan Ruteng sebagi Kota Molas,” tambah Gambang.
Komitmen Gambang itu memang sempat diragukan oleh Victor Madur saat ia mendatangi Pasar Inpres Ruteng pada Januari 2018, di mana ada tumpukan sampah di beberapa titik di pasar.
“Saya ragu janji 100 hari Marsel Gambang mengatasi sampah,” ujar Madur sambil berjalan.
ARL/Floresa