Floresa.co – SS, Kepala SDN Wae Mamba di Kecamatan Elar, Kabupaten Manggarai Timur dilaporkan ke polisi oleh orangtua murid.
Ia dipolisikan karena memukul muridnya dengan menggunakan kayu jambu seukuran jempol tangan orang dewasa.
Akibat pemukulan itu, sang murid berinisial SE mengalami luka lebam pada kedua betisnya. Murid kelas III SD yang baru berusia delapan tahun itu harus berjalan dalam kondisi pincang menahan rasa sakit selama dua hari.
Ditemui di kantor Polres Manggarai, Rabu, 15 Mei 2019 siang, SE yang didampingi ayahnya menuturkan bahwa peristiwa itu terjadi pada Senin, 13 Mei 2019 siang.
Saat itu sang kepala sekolah memeriksa semua murid yang tidak ikut ibadat pada hari Minggu. Hanya enam orang murid yang ikut ibadat dan mereka luput dari hukuman.
Sedangkan puluhan murid lainnya yang tidak mengikuti ibadat, dipukul menggunakan kayu jambu sebanyak satu sampai dua kali.
“Banyak orang yang dipukul. Saya dipukul dua kali, kena di betis. Sakit sekali. Saya hampir jatuh,” tutur SE.
Peristiwa itu rupanya bukan pertama kali dialami SE dan murid-murid lainnya di sekolah itu. SS dikenal sebagai kepala sekolah merangkap guru yang suka main tangan. Ia sangat ditakuti murid di sekolah itu.
“Kami sering dipukul oleh pak kepala sekolah. Kami takut sekali dengan pak kepala sekolah,” tuturnya.
Setiba di rumah, SE tidak langsung melaporkan peristiwa itu kepada orangtuanya.
Oswaldus Mardin, ayahnya, mencurigai ada sesuatu yang kurang beres.
SE terlihat berjalan pincang. Ia tidak bersemangat seperti biasanya. Oswaldus pun kaget ketika memperhatikan betis puterinya memerah dan bengkak. Saat ditanya, barulah SE menceritakan peristiwa yang dialaminya.
Oswaldus juga mencaritahu kondisi anak-anak lainnya. Ternyata kondisi mereka juga sama. Mereka kesakitan dengan luka lebam pada betis hingga paha bagian belakang.
Oswaldus sempat berpikir untuk mendiamkan persoalan tersebut. Apalagi untuk melaporkan kasus tersebut, ia harus menempuh perjalanan Elar – Ruteng dengan kondisi jalan yang sangat buruk. Ia juga harus membuang waktu dan biaya perjalanan serta resiko keselamatan.
Namun ia tak tahan lagi karena peristiwa ini sudah berkali-kali dialami puterinya. Ia tak ingin peristiwa serupa akan dialami oleh anaknya atau oleh murid-murid lainnya di sekolah itu.
“Ini tidak baik untuk perkembangan anak-anak. Sudah seringkali guru itu pukul anak saya. Dan sudah sering juga diingatkan agar jangan pakai kekerasan. Ini sudah tidak wajar lagi,” tuturnya.
Oswaldus tidak ingin membiarkan persoalan itu seperti orangtua murid lainnya. Tindakan kekerasan itu, katanya, harus dihentikan.
“Silahkan orangtua lainnya membiarkan anaknya dipukul karena mereka tidak mau sibuk atau karena takut. Tapi tidak untuk anak saya. Saya tidak ingin cara-cara seperti ini terulang lagi,” ujarnya.
Ia berharap, pihak kepolisian bisa memproses sang kepala sekolah secara hukum. Penegakan hukum diperlukan agar menimbulkan efek jera bagi sang kepala sekolah.
“Mungkin setelah proses hukum baru pak kepala sekolah sadar bahwa ada yang salah dengan cara yang digunakan selama ini,” ujarnya.
Polres Manggarai melalui unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) sedang menangani kasus ini. Korban yang didampingi ayahnya sudah dimintai keterangan, sedangkan pemanggilan pelaku belum diketahui.
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Manggarai Timur Basilius Teto mengatakan pihaknya telah menugaskan staf untuk menginvestigasi kasus tersebut.
“Sudah tugaskan staf untuk cek di lapangan. Kalau memang terjadi seperti itu, guru yang bersangkutan perlu diberikan semacam sanksi,” ujar Basilius.
Lebih lanjut, Basilius mengatakan, mendidik murid dengan cara-cara kekerasan tidak diperbolehkan. Tindakan kekerasan hanya akan menimbulkan trauma bagi peserta didik.
Ia mengatakan, cara kekerasan yang dilakukan Kepala SDN Wae Mamba telah merusak citra pendidikan di Manggarai Timur yang sedang mengampanyekan program sekolah bahagia.
NAN/Floresa