Floresa.co – Warga Desa Wae Sano di Kabupaten Manggarai Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) kembali menyatakan penolakan terhadap proyek geothermal di kampung mereka lewat aksi protes dengan membawa hasil-hasil bumi.
Dalam aksi pada Jumat, 4 Maret 2022, puluhan warga, termasuk ibu-ibu, dari desa di Kecamatan Sano Nggoang itu mendatangi sejumlah instansi di Labuan Bajo, ibukota Kabupaten Manggarai Barat, dengan membawa berbagai jenis hasil bumi seperti padi, jagung, ubi-ubian, kacang-kacangan, dan berbagai jenis sayuran.
Warga mengawali aksi dari Gereja Katolik Roh Kudus Labuan Bajo, lalu berjalan kaki sambil menenteng hasil bumi menuju kantor bupati.
“Hari ini festival hasil bumi warga Wae Sano,” ujar Frans Napang, koordinator warga saat ditemui di kantor bupati.
Ia mengatakan, mereka membawa hasil bumi untuk menunjukkan alasan yang mendasari penolakan geothermal, yaitu demi mempertahankan ruang hidup mereka.
Frans pun mengingatkan pemerintah agar memahami apa sesungguhnya ruang hidup yang sedang dijaga oleh warga.
“Mungkin bapak-bapak dan ibu-ibu punya pandangan yang kabur tentang ruang hidup. Ruang hidup tidak di atas kertas, tidak dari amplop,” ujarnya.
Selain membawa hasil bumi, warga juga membawa berbagai poster berisi sejumlah pernyataan sikap dan desakan, seperti “Kami Butuh Pariwisata Alam, bukan Perusak Alam,” dan “Bank Dunia, Hentikan Pendanaan Proyek Geotermal Wae Sano”.
Di tengah pengabaian terhadap penolakan yang terus mereka suarakan, warga menyatakan mereka tidak akan pernah berhenti berjuang.
“Ini titik tiba, bukan titik terakhir. Jangan pernah menyerah. Jangan pernah berhenti berjuang,” tegasnya.
Warga menuntut pemerintah agar tidak tega mempertaruhkan kelangsungan hidup warga dan kelestarian lingkungan hidup demi keuntungan pribadi.
“Jangan biarkan mata Anda mau ditutup dengan dolar dan amplop,” tegas Frans.
Proyek geothermal di Desa Wae Sano, 40 km dari kota Labuan Bajo ini adalah bagian dari program pemerintah untuk memenuhi energi listrik dari industri pariwisata super-premium di Flores Barat.
Proyek yang didanai Bank Dunia dan dikerjakan oleh BUMN PT SMI dan PT Geodipa terus diprotes karena titik-titik pengeboran proyek itu terdapat di sejumlah pemukiman adat dan kebun warga sehingga warga setempat menolak menyerahkan tanah.
Selain itu mereka juga mengkhawatirkan dampak lingkungan bagi hutan dan bagi Danau Sano Nggoang, dana vulkanik terbesar di NTT yang berada di wilayah mereka.
Tim Floresa