Dari Jalan Sabang ke Medan Merdeka Barat, Mampir di Yogyakarta; Jejak Aliran Dana Dugaan Korupsi Proyek BTS ke Lembaga Gereja di NTT

Keterangan sejumlah saksi dalam sidang lanjutan dugaan korupsi proyek BTS di Kementerian Komunikasi dan Informatika mengakui adanya aliran dana ke sejumlah lembaga gereja di NTT

Baca Juga

Floresa.co – Aliran dana ke sejumlah lembaga gereja di Nusa Tenggara Timur [NTT] yang bersumber dari kontraktor proyek  BTS 4G di Kementerian Komunikasi dan Informatika [Kominfo] semakin terang benderang.

Sejumlah saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum [JPU] dalam sidang lanjutan dugaan korupsi proyek tersebut pada Selasa, 19 September di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memperkuat keterangan mereka di Berita Acara Pemeriksaan [BAP].

Dalam sidang dengan terdakwa Johnny Gerard Plate, eks Menteri Komunikasi dan Informatika; Anang Achmad Latif, Direktur Utama Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi [Bakti], dan Yohan Suryanto selaku Tenaga Ahli Human Development Universitas Indonesia, JPU menghadirkan 11 orang saksi.

Beberapa di antara saksi tersebut adalah Heppy Endah Palupi, 39 tahun, Kepala Bagian Tata Usaha dan Protokol Kementerian Kominfo sekaligus Sekretaris Johnny.

JPU juga menghadirkan Yunita, 34 tahun, Staf Tata Usaha Pimpinan Kementerian Kominfo dan Sekretaris Staf Ahli Menteri.

Selain itu juga dihadirkan tenaga ahli dan staf ahli Johnny Plate yaitu Walbertus Natalius Wisang dan Philip Gopang – keduanya berasal dari Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Dalam sidang tersebut Heppy mengungkap adanya sumbangan sebesar Rp1,5 miliar ke Keuskupan Agung Kupang dan Yayasan Pendidikan Katholik Arnoldus [Yapenkar] – yang menaungi Universitas Katolik Widya Mandira Kupang [Unwira].

Uang tersebut, ungkap Heppy, bersumber dari Anang yang menyerahkannya melalui orang kepercayaannya di Jalan Sabang, Jakarta Pusat kepada Yunita.

Baik Heppy maupun Yunita sama-sama tidak mengetahui identitas perantara pemberian uang itu yang mereka identifikasi hanya sebagai ‘orangnya Pak Anang’.

Yunita mengaku setelah menerima uang itu, ia meletakkannya di meja Heppy di kantor Kominfo yang terletak di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat.

Setelah menerima, Heppy mengaku tidak membuka kardusnya, tetapi hanya mengintipnya dengan menyobek sebagian kardus.

“Kalau diintip, dari mana ibu tahu [isinya uang] sebesar Rp1,5 miliar?” tanya hakim Fahzal Hendri yang memimpin sidang.

“Diinfo yang mulia,” jawabnya. 

Pada bagian lainnya, menjawab pertanyaan hakim Fahzal, Heppy mengatakan informasi mengenai jumlah uang Rp1,5 miliar itu ia peroleh dari Johnny.

“Rp1,5 miliar itu, itu perintah dari siapa?” tanya hakim Fahzal.

“Perintah dari Pak Johnny karena saya juga dikasih nomor rekening untuk transfer,” ujar Heppy.

Enggak dikasih ke Walbertus [Staf Ahli Johnny]” tanya hakim.

Enggak yang mulia. Diminta langsung transfer ke nomor rekening yang dikasih,” jawab Heppy.

Setelah sebelumnya menyebut rekening BNI, Hepi mengatakan rekening bank yang dituju adalah rekening Bank Mandiri milik Yapenkar dan Keuskupan Agung Kupang. 

Mampir di Yogyakarta

Heppy mengaku meminta bantuan temannya yaitu Muhammad Zainal Arifin, 44 tahun, untuk mengirimkan uang tersebut.

Muhammad yang merupakan seorang pengusaha batubara dan alat berat juga dihadirkan sebagai saksi dalam sidang tersebut.

“Kebetulan saya ada di kantin Kominfo yang mulia. Diinfokan Mbak Heppy untuk dimintain tolong,” ujar Muhammad saat ditanya hakim Fahzal.

Ia mengatakan, karena di kompleks Kominfo tidak ada Bank Mandiri ia membawa uang itu. 

“Saya bilang, saya enggak bisa langsung [transfer] karena saya harus ke Jawa Tengah dulu. Jadi, beberapa hari setelah itu, baru saya transfer di Yogyakarta,” terangnya.

Ia mengatakan ke Yogyakarta melalui jalur darat karena “beberapa alat berat saya ada di wilayah Batang sama Semarang.”

Muhammad kemudian memasukkan uang itu ke rekening BRI miliknya, untuk selanjutnya ditransfer ke Yapenkar dan Keuskupan Agung Kupang. 

Diperkuat Saksi Lain

Latifa Hanum, 44 tahun,  Kepala Divisi Layanan Telekomunikasi dan Informasi untuk Pemerintah Bakti, yang juga menjadi saksi dalam persidangan itu memperkuat kesaksian Heppy soal donasi ke lembaga gereja.

Hanum mengaku ikut mendampingi Johnny saat kunjungan ke Kupang pada 2022. 

Dalam kunjungan itu, kata dia, Johnny menyerahkan secara simbolis sumbangan ke  Gereja Masehi Injili di Timor [GMIT] sebesar Rp250 juta. 

Hanum mengatakan sumbangan ke GMIT ini diterima oleh dua pihak gereja itu, masing-masing Rp125 juta.

Selain ke GMIT, Hanum juga mengaku Johnny memberikan sumbangan secara simbolis ke sebuah gereja lainnya yang dia tidak ketahui namanya. Dilihat dari besarannya yaitu Rp1 miliar, sumbangan tersebut merujuk ke  Keuskupan Agung Kupang.

Selain ke gereja, pada saat itu, menurut Hanum, Johnny juga memberikan sumbangan secara simbolik ke sebuah perguruan tinggi yang juga dia lupa namanya. Dari jumlahnya yaitu Rp500 juta, sumbangan tersebut merujuk ke Yapenkar.

Johnny, tambah Hanum, juga memberikan donasi untuk korban bencana alam di Adonara, Flores Timur. Sumbangan tersebut diterima oleh Bupati Flores Timur. 

“Saya lupa besarannya yang mulia,” ujarnya ketika ditanya hakim jumlahnya.

Untuk sumber dana tersebut, Hanum mengaku hanya mengetahui sumber dana Rp250 juta untuk GMIT. 

Dana Rp250 juta ini, ungkapnya, berasal dari Irwan Hermawan. Irwan adalah Komisaris PT Solitech Media Sinergy dan kini menjadi salah satu terdakwa dalam kasus ini.

“Jadi, setelah kegiatan penyerahan donasi secara simbolis oleh Pak Menteri, kemudian panitia menanyakan realisasi donasi tersebut. Saya sampaikan kepada Pak Dirut [Anang Achmad Latif] terkait dengan realisasinya dan Pak Dirut mengarahkan saya untuk memintanya ke Pak Irwan,” ujar Hanum.

Sementara donasi sebesar Rp1,5 miliar untuk Yapenkar dan Keuskupan Agung Kupang – Hanum mengaku tidak tahu sumber dananya.

Saksi lainnya yaitu Philip Gobang yang merupakan staf khusus Johnny juga menyampaikan keterangan soal donasi ke lembaga gereja di NTT ini. 

Philip mengaku hanya mengetahui sumbangan ke Keuskupan Agung Kupang dan Yapenkar.

Sama seperti keterangan saksi lainnya, Philip mengaku saat kegiatan di Keuskupan Agung Kupang, Johnny memberikan sumbangan secara simbolis sebesar Rp1 miliar. 

Demikian juga di Unwira, Johnny memberikan sumbangan sebesar Rp500 juta.

“Saya yang diminta oleh Pak Menteri untuk menghubungi pihak [penerima] untuk menanyakan nomor rekening mereka,” ujar Philip.

Setelah mendapatkan nomor rekening dari pihak Keuskupan dan Yapenkar, Philip kemudian memberikannya ke Johnny.

Diakui Pihak Gereja

Lembaga-lembaga gereja di NTT, khususnya Yapenkar dan GMIT – sebelumnya telah mengakui menerima sumbangan itu.

Dalam sebuah pernyataan publik pada 28 Juni, Pastor Yulius Dasinto, SVD, Ketua Yapenkar mengatakan prihatin dengan kasus dugaan korupsi proyek BTS 4G dan siap mengambil langkah lebih lanjut yang diperlukan.

“Kami prihatin mengetahui informasi tentang kemungkinan dana tersebut bukan bersumber dari dana pribadi Bapak Johnny G. Plate,” tulisnya.

Senada dengan pernyataan sebelumnya dari Pastor Philipus Tule, Rektor Unwira, ia menyatakan bersedia mengembalikan dana tersebut jika memang merupakan hasil korupsi.

Saat dihubungi lagi oleh Floresa pada 20 September, Philipus mengatakan sikap Yapenkar dan Unwira “secara moral sudah kami sampaikan pada publik bahwa benar Yapenkar telah menerima dana sebesar Rp 500 juta.”

“Tetapi secara hukum, belum ada bukti yang telah diuji validitasnya di dalam persidangan bahwa uang tersebut merupakan bagian dari uang Rp 8,32 triliun yang merupakan kerugian negara dalam  proyek BTS Kominfo,” katanya.

“Maka, kami berpendapat bahwa Yapenkar sudah tepat  mengambil sikap untuk mengembalikan uang itu setelah ada putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht),” tambahnya.

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kawan-kawan bisa berdonasi dengan cara klik di sini.

Terkini