Pemerintah Tak Kunjung Respons, Warga Lembor Gotong Royong Perbaiki Deker yang Rusak Dimakan Usia

Lurah merespons gotong royong warga dengan ucapan “terima kasih” dan “proficiat"

Floresa.co – Warga di Dusun Golo Karot, Tangge di Kecamatan Lembor, Manggarai Barat secara swadaya bergotong royong memperbaiki deker pada 2 Desember. Upaya dilakukan lantaran pemerintah tak kunjung memberi perhatian pada akses infrastruktur di kampung mereka. 

Sebuah deker yang mereka perbaiki itu nyaris jebol akibat luapan air hujan. Berada di tengah-tengah jalan tani, deker tersebut menghubungkan Golo Karot dan beberapa dusun tetangga.

Altris Gibun, seorang warga yang berbicara kepada Floresa pada Minggu, 3 Desember mengatakan petani selalu melintasi jalan itu setiap pergi-pulang area persawahan.

“Jika tak segera diperbaiki,” katanya, “roda perekonomian warga akan melambat.”

Rusaknya deker juga berisiko meluapkan air kali yang turut mengusik keseharian warga setempat.

Di dekat deker itu berdiri sebuah rumah. Maria Goreti Lisa, sang pemilik rumah mengatakan “rumah kami selalu kebanjiran akibat luapan air kali.”

“Tanah kami terbatas,” kata perempuan 44 tahun itu kepada Floresa pada 4 Desember, “oleh karenanya kami membuat kandang babi di bantaran kali.”

Ketika musim hujan tiba, kandang babi mereka selalu tergenang air luapan kali. Yang bisa mereka lakukan hanyalah terus-terusan membetulkan fondasi.

Ia mengaku “bersyukur warga memperhatikan kondisi ini dan bergotong royong yang, akhirnya, membantu keluarga kami juga.”

Warga membersihkan gorong-gorong yang tertumpuk tanah dan sampah. (Dokumentasi warga)

Merawat Gotong Royong

Usai perkerasan jalan atau telford pada beberapa tahun silam, kata Altris, “jalan tani itu tidak diperhatikan lagi oleh pemerintah.” 

Pembuatan telford, kata Altris kemudian, “tidak dibarengi dengan pembuatan got, sehingga ketika musim hujan tiba, jalan tani itu tergenang air.”

Perkerasan juga tak disusul peningkatan jalan [lapen] hingga strukturnya berangsur-angsur rusak.

Itulah mengapa warga bahu-membahu memperbaiki deker yang, menurut Altris, “diinisiasi oleh Timo Purnama.”

Berbicara kepada Floresa pada 3 Desember, Timo bercerita pembuatan deker itu diprakarsai Waser Ernst Anton, SVD, seorang pastor asal Swiss. Timo tak mengetahui tepatnya, tetapi “pembuatan deker itu kira-kira pada 1990-an.”

Mengingat usia deker, katanya melanjutkan, “lazim ketika kini strukturnya tak lagi mampu bertahan.”

Ketika musim hujan tiba, “air yang menggenangi jalan tani itu langsung mengalir ke deker.” Sementara sampah bertumpuk di bagian bawah deker.

Gorong-gorongnya pun sudah ambruk. “Ada satu gorong-gorong yang tertutup tumpukan tanah,” kata Timo. Akibatnya air tak bisa mengalir, “yang akhirnya memperburuk situasi.”

Beberapa tahun silam warga sempat memperbaiki deker itu. Namun, “keterbatasan material membuat perbaikannya tak maksimal.”

Berangkat dari kondisi itu, Timo lalu berinisiatif membuka diskusi dengan sejumlah warga kala mereka “mengopi sore” di pondoknya.

Hasil diskusi yang dihadiri 7-8 warga itu lalu menyebar hingga Ketua Kelompok Basis Gereja [KBG] Cinta Damai di Paroki St. Familia Wae Nakeng, Vinsensius B. Mensa.

Mereka lalu bersepakat mengumpulkan material pendukung perbaikan deker. Termasuk batu, pasir dan semen.

Sabtu pagi itu, tugas Vens, panggilannya, mengerahkan anggota KBG dan warga lain untuk bahu-membahu memperbaiki deker. 

“Semua serba swadaya. Warga terlibat dengan cara dan kemampuan masing-masing,”  kata Timo.

Selagi laki-laki memperbaiki deker, mama-mama berdatangan menenteng keranjang beragam rupa dan isi. Ada yang membawa beras, sayur dan lauk mentah. Semua bahan dimasak di bawah rindang pepohonan untuk makan siang bersama.

Timo berharap gotong royong perbaikan deker itu dapat memacu kesadaran warga agar “senantiasa peka dengan situasi di ruang terdekat kita.” Apalagi kini, katanya, “zaman kian maju. Budaya gotong royong mulai pudar.”

Ia merasa beruntung tinggal di tengah-tengah masyarakat yang tak tinggal diam melihat infrastruktur umum mulai rusak. “Kalau tak kita mulai, tahu-tahu nanti kita merasakan akibatnya. Kita tak ingin itu terjadi.”

“Terima Kasih” dan “Proficiat”

Altris tak terlibat dalam perbaikan deker di Golo Karot. Sebaliknya, ia membantu menyebarluaskan persoalan di kampungnya lewat aplikasi berjejaring daring.

Ia berharap gotong royong pada akhir pekan itu dapat membuka mata pemerintah agar serius memperhatikan infrastruktur di Golo Karot.

“Kami tak bisa menyuarakan persoalan [infrastruktur] ke pemerintah,” katanya sebelum melanjutkan, “yang kami bisa hanyalah melakukan hal-hal sederhana seperti ini.”

Ia mengatakan gotong royong menjadi tumpuan ketika “pemerintah tidak mampu menghadirkan solusi atas persoalan warga.” Gotong royong, katanya kemudian, “pada akhirnya semakin menegaskan bahwa negara adalah ‘rakyat tanpa pemerintah.’”

Altris meminta pemerintah “tak lagi pilih kasih.” Entah itu desa, kelurahan, maupun kota, “semuanya harus sama-sama dibenahi.”

Timo mengatakan warga pernah mengusulkan perbaikan jalan tani dan deker itu dalam forum musyawarah rencana pembangunan kelurahan [Musrenbangkel]. Namun, hingga kini “belum ada respons serius dari pemerintah.”

“Kalau itu ditingkatkan menjadi lapen, misalnya satu atau dua kilometer, tentu menjadi kabar sukacita bagi kami. Kalau mau dibenahi, jangan sekadar perbaikan deker, tetapi juga dibuat got di sekeliling jalan tani itu,” ungkapnya.

Mama-mama di Dusun Golo Karot sedang memasak, bagian dari cara mereka mengambil peran dalam perbaikan deker. (Dokumentasi warga)

Floresa meminta tanggapan Lurah Tangge, Masni lewat aplikasi percakapan WhatsApp pada 4 Desember. Ia hanya menjawab dirinya “berharap budaya gotong royong warga terus dirawat.” 

Ia juga berjanji akan meninjau lokasi perbaikan deker.

Masni lalu mengirimkan ketikan berbunyi, “Terima kasih saya ucapkan. Semoga kebersamaan ini kita pupuk terus demi suksesnya pembangunan kita. Proficiat. Nanti kami tinjau di lokasi.”

Berselang beberapa jam kemudian, ia kembali mengirim pesan, “Saya baru tiga bulan menjabat Lurah Tangge. Apa benar warga sudah mengusulkan perbaikan deker [ke pemerintah]? Nanti saya koordinasi dengan kepala seksi atau staf kelurahan [Tangge].”

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini. Gabung juga di grup WhatsApp pembaca kami dengan klik di sini.

BACA JUGA

BANYAK DIBACA