Floresa.co – Warga di Kupang menggugat lembaga pemerintah dan DPRD, merespons kasus kebakaran berulang di Tempat Pemrosesan Akhir [TPA] Alak yang memicu masalah lingkungan dan kesehatan bagi warga sekitar.
Gugatan itu diajukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara [PTUN] Kota Kupang pada 16 Juli oleh kelompok masyarakat yang tergabung dalam Advokasi Rakyat Asrikan Kota Kupang atau ARAK Kupang.
Langkah ini ditempuh setelah pada 24 April 2024 ARAK Kupang menyampaikan notifikasi kepada Walikota Kupang dan DPRD Kota Kupang, sebagai persyaratan sebelum mengajukan gugatan warga negara.
Pengajuan gugatan ini juga terjadi setelah TPA Alak kembali terbakar pada 14 Juli.
Tuntutan dalam gugatan mencakup enam poin. Salah satunya agar Walikota Kupang melakukan kewajiban mengelola TPA Alak berdasarkan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang berlaku dalam UU 18/2008, PP 81/2012, dan Permen PUPR 03/2013 – yang semuanya terkait dengan pengelolaan sampah.
Selain itu warga menuntut Walikota Kupang menutup TPA Alak dengan sistem pembuangan terbuka, berdasarkan perintah dari UU No. 18 Tahun 2008 dan mengalihkannya menjadi TPA yang dioperasikan sesuai dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang berlaku di dalam UU tersebut, selain PP No. 81 Tahun 2012, Permen PU No. 03 Tahun 2013 dan Perda Kota Kupang No. 3 Tahun 2011.
Mereka juga menuntut Walikota Kupang melakukan kewajiban menyusun, menetapkan, dan menyelenggarakan sistem tanggap darurat pengelolaan sampah sesuai sebagaimana diatur dalam UU No.18 Tahun 2008 dan Perda Kota Kupang No. 3 Tahun 2011.
Tuntutan lain adalah Walikota Kupang melakukan inventarisasi emisi gas rumah kaca dari sektor limbah setiap tahun berdasarkan Perpres No. 98 Tahun 2021 untuk menjadi basis data penyusunan rencana aksi mitigasi perubahan iklim yang di dalamnya mencakup pengurangan emisi gas rumah kaca dari TPA di Kota Kupang.
Warga juga menuntut Walikota Kupang dan DPRD Kota Kupang mengalokasikan anggaran yang memadai untuk pengelolaan sampah sebagaimana diatur dalam UU No. 32 Tahun 2009.
Tuntutan terakhir adalah menjalankan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah dan pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan lain yang terkait dengan pengelolaan sampah.
Kebakaran Berulang
TPA Alak kembali terbakar sejak 14 Juli sekitar pukul 13.15 Wita.
Kejadian ini, menurut Wahana Lingkungan Hidup Indonesia cabang Nusa Tenggara Timur [Walhi NTT] bukanlah yang pertama kali.
Sebelumnya, kebakaran tercatat terjadi pada Agustus 2022, September 2022, Desember 2022, dan Oktober 2023.
“Meskipun telah ada sejumlah kebakaran sebelumnya, tata kelola sampah di Kota Kupang nampaknya belum mengalami perubahan yang signifikan,” menurut Walhi dalam keterangan pers yang diterima Floresa.
“Pemerintah setempat masih mengandalkan pola lama dalam pengelolaan sampah yang terfokus pada pengumpulan, pengangkutan, dan pembuangan, yang sudah terbukti meninggalkan dampak negatif terhadap lingkungan serta keselamatan warga yang tinggal di sekitar TPA,” tambah lembaga tersebut.
Walhi NTT menyebut dalam kebakaran pada 14 dan 15 Juli, kabut asap “menyebar luas hingga mencapai pemukiman penduduk, fasilitas umum, jalan raya, pelabuhan, dan bahkan sampai ke perairan laut.”
“Pencemaran udara akibat kabut asap ini mengganggu jarak pandang pengguna jalan di sekitar Alak serta berpotensi menyebabkan masalah pernapasan bagi penduduk yang tinggal dekat dengan TPA,” kata Walhi.
Di sisi lain, “masih ada sekelompok perempuan dan anak-anak yang mengakses area sampah untuk mencari barang-barang yang bisa dijual, tanpa memperhatikan risiko kesehatan mereka sendiri.”
Menurut Walhi, kebakaran berulang “menggambarkan ketidakmampuan pemerintah Kota Kupang dalam mengelola sampah secara efektif.”
“Upaya-upaya yang telah dilakukan belum cukup efektif untuk mencegah kejadian serupa terjadi di masa depan. Kritik ini juga mengarah pada itikad baik pemerintah, baik dari segi eksekutif maupun legislatif,” kata Walhi.
“Dengan adanya kegagalan sistematis dalam melindungi lingkungan dan kesehatan publik, penting untuk segera melakukan reformasi yang lebih menyeluruh.”
Lembaga itu mengusulkan sejumlah langkah konkret, seperti peningkatan infrastruktur pengelolaan sampah, penegakan hukum yang ketat terhadap pelanggaran, serta peningkatan kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga kebersihan lingkungan dan mengurangi limbah.
“Tanpa langkah-langkah yang tegas dan terintegrasi, tantangan pengelolaan sampah di Kota Kupang akan terus menjadi ancaman serius bagi keberlanjutan lingkungan hidup dan kesehatan penduduk setempat.”
Editor: Ryan Dagur